Nusantarun ke 6 – Berlari Untuk Pendidikan Murid Difabel

Apa iya berlari bisa memberikan kontribusi terhadap pendidikan?Apa iya tujuan besar pendidikan hanya tanggung jawab sekolah dan guru? Saya berangkat ke Wonosobo menggunakan kereta api bersama Pak Bukik dan Pak Rizqy untuk menghadiri acara lari dari Nusantarun. Saya bertugas membantu meliput dan mengorganisir guru serta murid yang akan mendukung dan memberikan semangat para pelari. Ada 210 pelari yang menempur rute sejauh 169 Km untuk menggalang dana program pengembangan murid difabel di daerah Wonosobo dan Gunung Kidul. Hari pertama kami datang ke SLBN Wonosobo. Ini pertama kali saya datang ke sebuah SLB. Kami disambut dengan kegiatan olehraga bersama yang diikuti oleh semua murid. Ada beberapa hal yang berbeda dengan kegiatan olahraga disekolah ini. Beberapa diantaranya adalah sebagian murid didampingi oleh orang tua atau keluarga dan murid dapat mengikuti kegiatan sesuai dengan kemampuannya. Saya berbincang dengan beberapa guru disana mengenai keunikan disekoah tersebut. Disekolah tersebut tidak hanya mengajarkan kemampuan kognitif terhadap murid, namun juga mengajarkan dan melatih murid untuk untuk dapat berkarya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Terlihat sekali bahwa murid-murid sangat menikmati proses belajar disekolah. Salah satu hal yang sangat saya ingat adalah cerita dari seorang guru mengenai beberapa murid yang sangat senang berada di sekolah, sampai-sampai lebih suka di sekolah daripada dirumah (kebetulan sekolah ini memiliki fasilitas menginap). Guru tersebut bercerita mengapa banyak murid yang lebih suka di sekolah karena mereka merasa lebih dipahami, dihargai, dan merasa punya harapan untuk masa depan. Kami melanjutkan kegiatan dengan mewawancarai beberapa murid dibantu oleh gurunya. Kami menanyakan apa yang disukai disekolah, apa cita-cita mereka dan apa yang mereka harapkan untuk masa depan. Ada yang bercita-cita ingin menjadi programmer, dokter dan guru. Hati saya terenyuh saat mereka mengungkapkan alasan mereka memiliki cita-cita tersebut adalah agar bisa membuktikan bahwa disabilitas tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk berkarya dan bermanfaat bagi orang lain. Setelah itu kami mewawancarai beberapa guru. Para guru bercerita bahwa mengajar murid disabilitas memiliki banyak tantangan. Guru wajib memahami murid sebelum menyiapkan program yang tepat bagi murid. Guru juga wajib memiliki kemampuan yang mendukung interaksi dengan muridnya. Contohnya adalah memiliki kemampuan berbahasa isyarat bagi guru yang mengajar murid tuna daksa. Dari wawancara kami dengan beberapa guru tersebut, ada guru yang menyayangkan akses pendidikan yang terbatas bagi murid difabel. Banyak murid yang bingung dan merasa kesulitan untuk mengenyam pendidikan yang lbih tinggi. Bukan hanya soal fasilitas, namun yang lebih penting lagi belum banyak perguruan tinggi yang mendukung murid difabel untuk bisa berkuliah dan mencapai pendidikan yang menunjang cita-cita besar mereka. Salah satu tujuan program Nusantarun ke-6 adalah menyuarakan dan mendukung murid difabel untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan setara dengan murid biasa. untuk mewujudkan tujuan tersebut Nusantarun bekerjasama dengan Kampus Guru Cikal sebagai penanggung jawab program pengembangan murid difabel di Wonosobo dan Gunung Kidul Dari perjalanan singkat tersebut saya menyaksikan bahwa tujuan besar tidak dapat dicapai jika hanya 1 atau 2 pihak yang berkomitmen untuk mewujudkannya, namun harus semua pemangku kepentingan yang bergerak. siapa pemangku kepentingan dalam pendidikan ? bukan hanya sekolah, guru atau pemerintah saja, tapi semua orang, dan itu termasuk kita. Apa yang bisa kita lakukan untuk pendidikan? bukan orang lain yang tahu tapi kita sendiri yang harus menjawab. Mari berkontribusi untuk pendidikan sesuai dengan apa yang kita miliki, baik itu materi, tenaga atau pemikiran.

Berlari dan Berkontribusi untuk Pendidikan Murid Disabilitas

“Saya tidak pernah absen menjadi pelari sekaligus fundriser NusantaRun sejak chapter pertama. Awalnya saya pikir kaki saya bisa copot setelah mengikuti NusantaRun yang menempuh puluhan bahkan ratusan kilometer.”, Sandy, salah satu pelari NusantaRun chapter 6 bercerita tentang pengalamanya berlari di NusantaRun. NusantaRun Chapter 6 adalah perhelatan tahunan yang mengusung ultra marathon for charity. Bukan sekadar event lari, namun juga wujud nyata pelari dalam berkontribusi untuk pendidikan di Indonesia. “Jika para pelari ingin berlari, banyak event yang bisa diikuti. Kalau pelari mau ikut event lari sekaligus bisa berkontribusi, bisa melakukannya di NusantaRun” ujar Chirtopher Tobing, co-founder NusantaRun. Dalam event lari NunsantaRun selain berlari, para pelari tidak hanya berlari puluhan kilometer. Namun juga menggalang donasi. Untuk chapter 6 ini penggalangan donasi dimulai sejak 24 Agustus 2018 dan akan berakhir 11 januari 2019. Adapun target yang ingin dicapai NusantaRun adalah sebesar 2,5 milyar. Donasi tersebut akan digunakan untuk program Pengembangan Pendidikan Murid Penyandang Disabilitas di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang bekerjasama dengan Kampus Guru Cikal. Berdasarkan riset potret pendidikan  inklusi di dua provinsi tersebut sudah ada arah untuk mengembangkan pendidikan inklusi, ini terlihat dari kebijakan dan pertaturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Namun di lapangan, implementasi kebijakan tersebut masih jauh dari harapan. “Melalui program tersebut kami berharap ada contoh nyata keberhasilan pendidikan inklusi yang dapat meyakinkan orangtua, guru, dan masyarakat luas mengenai potensi murid penyandang disabilitas”, ujar Najelaa Shihab, pendiri Kampus Guru Cikal Najelaa Shihab menyebut bahwa ada tiga pilar utama untuk program yang akan dijalankan yaitu : 1) menyiapkan guru bimbingan karier yang bisa mengarahkan dan memberi dukungan bagi anak penyandang disabilitas, 2) pengembangan Komunitas Komunitas Guru Belajar Bimbingan Karier sebagai sistim dukungan bagi murid penyandang disabilitas, dan 3) pengembangan diri dan penyediaan beasiswa pendidikan tinggi bagi murid penyandang disabilitas. Pada chapter 6 ini akan dilaksanakan dari tanggal 7 Desember hingga 9 Desember 2018. Ada dua kategori yang akan ditempuh pelari, yaitu half course (86 km) dan full course (169 km) yang akan berjuang menuju garis finish di Pantai Sepanjang, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Walaupun menuju garis finish yang sama, namun kedua kategori tersebut memulai lari dari garis start yang berbeda. Pelari kategori full course akan mulai berlari di garis start yang berada di Kledung Pass Hotel, Wonosobo, Jawa Tengah dan pelari half course akan mulai berlari di garis start yang berada di Kantor Kepala Desa Karangwuni, Wates, Daerah Istimewa Yogyakarta. “Untuk  chapter 6 ini saya sudah menyiapkannya dari bulan Januari tahun ini. Mulai darilatihan 5 km, 10 km dan juga mengikuti beberapa race.” Ujar Irene peserta lariNusantaRun 6 ini yang tidak pernah melewatkan ajang lari ini. Kolaborasi dari berbagai pihak dalam mendorong kemajuan pendidikan bagi penyandang disablitias menjadi semangat yang ingin disebarkan NusantaRun tahun ini. “Kami meyakini bahwa siapapun dapat berkontribusi memajukan pendidikan Indonesia. Dengan semangat power of contribution serta fokus terhadap isu pendidikan bagi penyandang disabilitas, kami berharap dapat membuka mata banyak orang bahwa sejatinya pendidikan harus dapat diakses oleh siapapun tanpa terkecuali.’ Kata Cristopher. “Benar, bahwa kolaborasi antarpihak yang dilakukan oleh NusantaRun ini penting. Karena pendidikan bukan sekedar urusan guru dan murid yang berkecimpung langsung di masyarakat, namun juga urusan bersama” ujar Najelaa Shihab.