Menjadi Guru yang Berdaya

Menjadi guru adalah pilihan, bukan paksaan. Guru tak terbatas ruang dan waktu sampai kapan pun dan dimana pun guru tetaplah teladan bagi murid-muridnya. Maka menjadi seorang guru didasarkan atas kesadaran. Sadar bahwa dirinya ingin berubah menjadi lebih baik, mau belajar terus-menerus. Sumber belajar bisa dari mana saja, buku, internet, SKGB (Surat Kabar Guru Belajar) dll. Tak jarang guru hanya menyampaikan materi saja, namun melupakan tujuan utama, yaitu mengapa materi itu penting disampaikan. Dalam praktiknya guru menyampaikan materi dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh murid. Di hari berikutnya guru bertanya, siapa yang sudah mengerjakan tugas dan siapa yang tidak mengerjakan tugas. Bagi murid yang tidak mengerjakan akan mendapatkan hukuman tertentu, misalnya berlari di lapangan, berdiri di bawah teriknya matahari, atau membersihkan kamar mandi. Sebelum menghukum murid, guru tak pernah bertanya kenapa murid tak mengerjakan tugas. Selama dua hari berlangsung, 23-24 Desember 2018 sekolah Islam Umar Harun mengadakan Pelatihan Guru Merdeka Belajar dan Manajemen Kelas untuk para guru. Mereka berasal dari berbagai daerah di antaranya Rembang, Jepara, Pati, dan Tuban. Meskipun di hari liburan, mereka tetap giat mengikuti pelatihan ini. Bahkan hujan deras pun tak memadamkan api semangat mereka. Mereka benar-benar ingin menjadi guru yang siap berubah untuk lebih baik. Selama pelatihan berlangsung, dua narasumber keren, Guru Bukik Setiawan dan Guru Ari Wibowo akan memandu perjalanan selama pelatihan. Ada tujuh topik yang disampaikan oleh narasumber yaitu manajemen kelas, tata ruang kelas, kesepakatan kelas, kebiasaan kelas, strategi pengelompokan, disiplin positif, dan strategi memotivasi. Sebelum pelatihan dimulai guru Ari mengajak para guru untuk es breaking agar suasana lebih cair. Barulah para guru diminta untuk membentuk kelompok kecil yang terdiri dari enam orang. Di antara mereka ada yang menjadi juru catat, juru logistik, juru bicara, dan juru kemudi, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam kelompok. Menurut saya, model pembelajaran dengan pengelompokan seperti ini sangat efektif karena masing-masing anggota memungkinkan untuk menyampaikan pendapat tanpa malu-malu. Pelatihan ini sangat penting untuk menunjang belajar guru. Guru kok masih belajar?. Apa sih yang harus dibenahi?. Sebenarnya ada banyak salah kaprah yang sering dilakukan oleh para guru saat mengajar murid-muridnya, bahkan salah kaprah tersebut dilestarikan oleh generasi selanjutnya. Hampir saja para guru tak percaya adanya salah kaprah dalam belajar mengajar. Guru Bukik menjelaskan bahwa salah kaprah itu banyak contohnya. Misalnya, tujuan utama belajar adalah agar nilai ujian nasional memuaskan. Lantas bagaimana dengan mereka yang nilai ujiannya tak memuaskan, apakah dicap sebagai manusia yang gagal dalam hidup?. Saat mendengarkan penjelasan dari guru Bukik para guru tersadar betapa pentingnya menjelaskan tujuan belajar kepada murid, jangan sampai tujuan belajar diartikan sempit. Kemudian para guru diajak untuk merefleksikan cara mengajar mereka. Sungguh terasa aneh dan lucu, ternyata mereka mengakui terbiasa melakukan salah kaprah, misalnya yang sering terjadi murid yang tak mengerjakan tugas dihukum berdiri di depan kelas tanpa memberi kesempatan untuk berpendapat dan membenahi kesalahannya. Bukannya mereka sadar yang terjadi adalah tingkah laku mereka semakin menjadi-jadi. Dengan demikian, sudah seharusnya model semacam itu diubah. Praktiknya, murid tersebut diajak berpendapat mengapa tak mengerjakan tugas, apakah ada kesulitan, atau memang murid tersebut belum paham cara mengerjakannya. Menurut saya pelatihan GMB ini sangat asyik. Saya baru pertama kali mengikuti pelatihan yang modelnya seperti ini. Semua peserta membentuk kelompok kecil yang terdiri dari enam atau tujuh orang kemudian setiap peserta diajak terlibat dalam diskusi, ada yang bagian logistik, ada yang bagian pengemudi agar diskusi mengarah pada tujuan, dan ada juga yang bagian pembicara atau mempresentasikan hasil diskusi. Sedangkan kelompok yang lain ikut andil dalam memberikan feedback. Ini benar-benar pelatihan yang memberdayakan semua peserta. “Guru merdeka itu guru yang selalu merefleksikan strategi mengajarnya.” Guru Bukik.

Siapa Bilang Kesepakatan Hanya Bisa Dijalankan Orang Dewasa?

Semangattt… Hari ini (24/02/2019) penggerak KGB Rembang mengadakan TPD yang ke-15. Ada dua kelas, kelas Strategi Dasar Sekolah Inklusi dan Kesepakatan Kelas: Membangun Motivasi Intrinsik. Satu hari sebelumnya kedua narasumber dan moderator telah merancang alur berjalannya diskusi. Langsung saja kita simak liputan berikut, Hari ini penggerak KGB Rembang mengadakan TPD yang ke -15. Ada dua kelas, kelas Strategi Dasar Sekolah Inklusi dan Kesepakatan Kelas: Membangun Motivasi Intrinsik. Satu hari sebelumnya kedua narasumber dan moderator telah merancang alur berjalannya diskusi. Langsung saja kita simak liputan berikut, Strategi Dasar Sekolah Inklusi Sampai detik ini, Sekolah Inklusi atau Pendidikan Inklusi sangatlah cetar membahana di khalayak umum, sedang naik daun katanya. Tapi sampai detik ini juga, masih banyak yang  belum tahu sebenarnya apa itu sekolah inklusi atau pendidikan inklusi tersebut. Nah, di TPD ke 15 ini teman-teman guru dari berbagai sekolah di daerah Rembang akan mendapatkan pencerahan tentang Sekolah Inklusi  dan bagaimana penerapannya pada sebuah instansi sekolah, bersama Guru Fiqoh sebagai narasumbernya dan Guru Joko sebagai moderatornya. Sebelum kegiatan dimulai terlihat Guru Fiqoh mempersiapkan segala macam buku tentang Inklusi yang didapatkannya dari perpustakaan Umar Harun, sedangkan Guru Joko terlihat mempersiapkan peralatan untuk kegiatan ice breakingnya. Perlu sekali dalam sebuah kegiatan seperti TPD seorang moderator menyiapkan ice breaking untuk menghindari kebosanan saat kegiatan berlangsung. Tepat pada pukul 13.35 kegiatan sudah mulai dibuka oleh Guru Joko, dengan peserta yang berjumlah 5 guru dari Sekolah Islam Umar Harun. Guru Joko membuka salam pembuka dengan penuh semangat, hingga semua peserta juga terbawa oleh semangatnya,  karena ternyata semangat itu menular. Di ruang kelas TK A kegiatan berlangsung dengan sajian snack gorengan tempe dan ote-ote khas Sarang disertai buah pencuci mulut yang merah merona buah semangka. Sambil menikmati snack yang telah tersedia, Guru Joko mengajak untuk menebak hitungan jarinya yang diawal Guru Joko tanpa kita sadari sudah menyebutkan kata kunci dari jawaban tebak-tebakannya. Riuh rendah suara kami di kelas , berebut untuk bisa menjawab tebakan tersebut. Tapi dari kami berlima belum ada yang bisa menjawab dengan tepat, hingga akhirnya kami menyerah. Guru Joko pun membeberkan semua jawaban dari tebakannya. “Ooo…begitu jawabannya”, serentak itu yang keluar dari mulut kami masing-masing. Terlihat susah tapi ternyata sangat mudah. Permainan tersebut dapat melatih konsentrasi untuk memahami arahan. Ice breaking selesai, langsung dilanjut Guru Fiqoh mulai membuka laptopnya menampilkan sebuah tulisan yang terdapat dalam buku yang berjudul “Menjadi Guru Yang Kreatif” dari Sekolah Tumbuh Yogyakarta.  Sebelum Guru Fiqoh menjelaskan semua tulisan yang sudah ditampilkannya, Guru Fiqoh menggali pengetahuan peserta tentang makna Sekolah Inklusi itu sendiri. “Sekolah Inklusi adalah memfasilitasi segala macam latar belakang anak didik”, ungkap Guru Rodliyah. Guru Amal juga berpendapat, “Sekolah Inklusi adalah memfasilitasi kegiatan pembelajaran anak didik sesuai dengan kebutuhannya”. Sebagai moderator, Guru Joko ikut andil melengkapi pendapat teman guru lainnya,”Sekolah Inklusi adalah memfasilitasi semua keberagaman anak didik dari berbagai sudut pandang”. Luar biasa antusiasme peserta terlihat mendominasi saat  itu, tidak ada yang terlihat menguap atau tertidur. Merasa sudah cukup, Guru Fiqoh merangkum semua pendapat teman-teman dengan membaca buku “Menjadi Guru Yang Kreatif”, “Sekolah Inklusi adalah sekolah yang mengakomodasi keberagaman siswa termasuk keberagaman kebutuhan dan kemampuan. Guru memiliki peran dalam mengembangkan kurikulum sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dalam pembelajaran. Pengembangan kurikulum di sini dimulai dari pemetaan kelas, pemetaan indikator belajar, menentukan metode belajar, merancang kegiatan pembelajaran, hingga menyusun evaluasi pembelajaran”. Setelah selesai membacakan buku tersebut, terlihat ada empat guru berdatangan, guru dari Sekolah Islam Umar Harun dan SMK Al Anwar. Jumlah peserta pun menjadi sembilan peserta. Guru Fiqoh melanjutkan kegiatan tersebut dengan strategi diskusi, terdapat dua kelompok diskusi yaitu kelompok guru laki-laki dan perempuan. Diskusi berjalan sangat mengalir dan aktif. Keaktifan diskusi salah satunya terlihat oleh Guru Dhorif yang selalu menyertakan referensi dari setiap tanggapannya. Semua peserta merasa nyaman dengan strategi diskusi yang dibuat oleh Guru Fiqoh. Peserta mempunyai kesempatan untuk berpendapat dan saling menghargai  tanpa harus menyalahkan pendapat satu sama lain. Hal yang sama begitu juga dirasakan oleh Guru Fiqoh bahwa narasumber di sini bukanlah satu-satunya sumber belajar. So, apa kesimpulan dari Pendidikan Inklusi? Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang terbuka dan ramah, dengan mengedepankan tindakan menghargai dan merangkul perbedaan. Difrensiasi atau sikap menghargai dan memfasilitasi keragaman ini harus ada pada setiap sisi dari pendidikan, baik dalam konten, proses, produk maupun lingkungan belajar. Hal ini tentu disesuaikan dengan kesiapan, minat, dan profil pembelajaran. Kunci sukses pendidikan Inklusi : Hadir bersama, Adanya capaian/ target yang jelas , dan Partisipasi. Waktu telah menunjukkan pukul 15.15 saatnya memasuki kegiatan selanjutnya. Guru Joko mengambil alih untuk memimpin peserta. Memberikan pilihan kegiatan selanjutnya, refleksi atau ice breaking terlebih dahulu. Peserta sepakat untuk refleksi terlebih dahulu. Guru Joko mempersilahkan semua peserta untuk menyiapkan alat tulis berupa buku dan pena. Guru Joko memberikan waktu sekitar 10 menit untuk peserta menuliskan aksi  yang akan dilakukan setelah mengetahui Pendidikan Inklusi . Tepat 10 menit, Guru Joko menyudahi kegiatan menulis refleksi dan mempersilahkan salah satu peserta untuk mempresentasikan aksi refleksinya. Ada Guru Dhorif yang menyatakan aksinya yaitu akan berusaha memahami murid dari latar belakang yang berbeda-beda melalui observasi harian dan meninggalkan labeling. Guru Joko seketika mengajak peserta untuk memberikan tepuk tangan sebagai apresiasi untuk Guru Dhorif yang sudah bersedia membacakan aksinya. Ice breaking penutup sudah siap dipimpin oleh Guru Joko dan terlaksana dengan sangat meriah, karena ice breaking penutup ini sifatnya membangun kerjasama dan kekompakan tim. Sebelum kegiatan ditutup dengan salam dari narasumber dan moderator, Guru Fiqoh menguatkan dengan kalimat penutupnya, ‘’ Inklusi tidak hanya pada guru atau sekolah, tapi lingkungan pun harus  Inklusi’’. Alhamdulillah,,,semua kegiatan TPD ke 15 hari ini berjalan dengan lancar dan penuh dengan aura semangat dari peserta. Itu membuktikan bahwa jumlah peserta bukanlah menjadi satu-satunya  penentu suksesnya suatu kegiatan, tapi semangat belajarlah yang akan menggiring kita menemukan kesuksesan itu sendiri. Kesepakatan Kelas: Membangun Motivasi Intrinsik Siapa bilang kesepakatan hanya bisa dijalankan orang dewasa? Anak-anak usia dini pun bisa. Menurut saya, dalam acara-acara TPD yang lalu pasti semua peserta terlibat dalam diskusi, seluruh waktu bukan milik narasumber. Begitu juga dengan acara TPD yang ke-15 ini, semua peserta terlibat untuk membahas tentang sebuah kesepakan kelas. Guru Ulya, sebagai narasumber mengajak para peserta untuk sharing pengalaman tentang membuat kesepakatan kelas. … Read more