Mengelola Keragaman Dalam Kelas Inklusi

Moderator: Guru Filla Nova Mariyana (Sekolah Islam Umar Harun, Rembang) Narasumber : Guru Yanuar Khaldun (Sekolah Cikal Surabaya) Profil Narasumber : Anggota KGB Surabaya, mengajar di Sekolah Cikal Surabaya sebagai guru SSC ( student support center),  memberikan pelayanan kepada anak anak yang membutuhkan layanan khusus. Kegiatan : Diskusi Online Hari / Tanggal : Minggu, 10 Februari 2019 Pukul : 15.30 – 17.30 WIB PEMBUKAAN Narasumber : Sebelumnya saya ke materi, gambaran  pendidikan inklusi menurut bapak dan ibu itu seperti apa sih? TANGGAPAN PESERTA Bu Lia : Pendidikan Inklusi adalah pendidikan untuk semuaBu Shaumi : Pendidikan yang bebas untuk siapa sajaPak Shoffa: Kalau saya, pendidikan inklusi itu yang semua model latar belakang anak bisa sekolah. Fisik, ekonomi, ras, suku, agamaPak Joko : Pendidikan Inklusi menurut hemat saya adalah pendidikan yang tidak memandang beda pada muridnya. Semuanya tetep mendapatkan jatah pendidikan yang sama, namun dengan cara yang beda-beda karena semua anak memiliki tahapan perkembangannya masing-masingBu Partilah : Pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khususBu Shaha: Sekolah dengan anak yang memiliki kebutuhan berbeda dari biasa sampai luar biasa, dari khusus sampai sangat khususBu Ulya : Pendidikan yang menghargai keberagamanBu Nisa : Pendidikan yang menfasilitasi berbagai keragaman.Bu Fiqoh : Pendidikan inklusi adalah pendidikan untuk semua tanpa pilih kasihBu Muflihah : Pendidikan inklusi adalah  pendidikan yang tidak membeda-bedakan keadaan (kondisi) anak, baik ABK atau non ABK.Bu Riroh : pendidikan untuk siapa sajaBu Mufidah : Semua murid diperlakukan samaBu Zahro : Menurut saya pendidikan inklusi adalah pendidikan yang tidak membatasi keberagaman peserta didiknya.Bu Hani’ : Sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yg semakin terbuka, mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dgn berbagai perbedaan latar belakang MATERINarasumber : Wah, keren keren jawabannya. Pendidikan inklusi menerapkan model diferensiasi  dalam pembelajaran. Jadi pendidikan inklusi juga menerima anak anak yang berkebutuhan khusus. Ketika sekolah menjadi sebuah sekolah inklusi, maka secara tidak langsung sekolah tersebut harus siap dengan kedatangan ABK di sekolah tersebut. Namun banyak kejadian di lapangan sekolah umum masih bingung dengan model pelayanan di sekolah inklusi seperti apa. Banyak guru juga masih  kesulitan bagaimana memodifikasi kurikulum, menentukan bagaimana model penilaian yang akan digunakan dan cara mengajar bagi anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusi. Di SKGB 18 saya menceritakan tentang bagaimana saya menghandle siswa ADHD di kelas inklusi. Dia berusia 3 tahun pada saat itu sangat aktif sekali. Setiap hari ada kejadian temannya yang tertarik, terdorong dan tertendang. Saya mempelajari pola siswa saya. Dengan mengidentifikasi permasalahan siswa saya terlebih dahulu, merancang program, melibatkan orang tua untuk program dirumah, dan monitoring di tiap tengah semester. Prosesnya cukup panjang. Hampir satu tahun, saya juga mencari taktik untuk meyakinkan orang tua. Dikarenakan siswa saya anak tunggal, jadi perilaku tersebut tidak muncul di rumah. Munculnya ketika di sekolah. Hasilnya memang tidak instant, perlu proses. Saya juga berusaha mengkondisikan teman-temannya agar selalu berfikiran positif pada siswa dampingan saya. Orang tua cukup kooperatif jadi dari rekomendasi yang saya berikan dillakukan. Nah ini tugas dasar dari seorang guru :1. Memperoleh kerja sama dengan siswa 2. Mencapai keteraturan dengan melakukan kerja sama dengan siswa dan memeliharanya dalam kegiatan pembelajaran 3. Tidak sekedar menangani “perilaku mengganggu” secara efektif, namun juga : – Membuat tuntutan perilaku dan akademis yang sesuai dengan siswa– Memberikan petunjuk yang jelas bagi siswa – Memperlancar peralihan pelajaran – Memprediksikan permasalahan dan mencegahnya – Memilihkan & mengurutkan kegiatan sehingga tercapai keteraturan & kelancaran belajar, dll  4. Kegiatan berbeda membutuhkan keterampilan pengelolaan kelas yang berbeda DISKUSIBu Rodliyah : Di kelas saya ( kelas 1 SD), ada 20 anak dengan 1 anak berkebutuhan khusus ( dulu diagnosanya autis). Saya ingin tanya bagaimana perencanaan kegiatan pada ABK, apakah ada rencana B dan C, mengingat apa yang kita rencanakan ternyata anak tersebut belum siap  mengikuti kegiatan? Mengingat juga kebutuhan yang berbeda, seringnya bentuk kegiatan juga berbeda dari mayoritas anak2 di kelas, meski beberapa kali juga terlihat bisa bergabung Narasumber : Dalam memberikan materi pembelajaran ke anak ABK kita perlu melihat usia mental anak. Jika anak kelas 1 dengan usia 7 tahun, tetapi kemampuannya seperti anak usia 5 tahun berarti kita menyiapkan materi sesuai dengan anak usia 5 tahun. Kita merencanakan program sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh anak. Misalnya anak sudah bagus di berbahasa tetapi kemandirian, berhitung dan sosial masih kurang baik. Maka kita harus buat program untuk berhitung, kemadirian dan sosial. Bu Rodliyah : Menurut bapak, apakah dalam kelas itu, memungkinkan kegiatan ABK butuh pendampingan khusus? Sebenarnya dari saya, perencanaan pembelajaran ABK belum begitu optimal, tapi kami juga mempertimbangkan usia tahap perkembangannya pak. Narasumber : Tidak semua ABK perlu didampingi. Kita melihat kondisi dan karakteristik siswa. Jika anak memiliki perilaku yang masih tiba-tiba marah dan bisa melukai teman-teman lainnya maka dia perlu didampingi. Tetapi jika siswa tersebut memiliki masalah akademik, kita lihat yang perlu pendampingan di mata pelajaran apa. Bu Rodliyah : Memang observasi anak itu penting untuk merencanakan programnya hingga tercapai tujuan dan tahapan perkembangan. Terima kasih banyak, pak Bu Khoridah : Di kelas kami ada ABK. Sudah ada program yg didiskusikan bersama orangtua, tapi kami merasa program tersebut sulit tercapai karena seakan-akan hampir tidak ada effort dari si anak. Dan pernah kami berkunjung ke rumahnya, ternyata program yang sudah disepakati bersama itu kurang diindahkan oleh pihak keluarga di rumah. Dari situ kami berpikir, mungkin karena program sekolah dan rumah ini tidak berjalan beriringan jadi sulit perkembangannya. Bagaimana kami sebagai guru menyikapi ini pak? 🙏🏼 Narasumber : Orang tua memang terkadang kurang kooperatif. Membebankan kepada guru pembelajaran anak-anaknya. Nah, untuk menyiasati seperti ini, saya biasanya membuat checklist tugas untuk di rumah dan mana yang di sekolah. Dari checklist tersebut kita dapat mengevaluasi kenapa perkembangan anak stagnan. Jika dari checklist ternyata pihak ortu yang tidak melakukan dengan baik, kita bisa merefleksikan. Mengundang orang tua  ke sekolah, apa kesulitan yang di hadapi di rumah. Bu Lia : Terimakasih atas kesempatan berharga sore ini. Menarik sekali materi sore ini tentang keragaman. Sungguh indah sekali apabila kita bisa memahami keragaman yang ada di kelas. Di kelas saya ada 2 anak ABK (sama-sama linguistiknya yang masih perlu ditingkatkan) apabila diajak berbicara keduanya sudah memahaminya. Dari keseharian bersama mereka saya … Read more