Guru Masa Depan, Guru Merdeka Belajar yang Berinovasi

Pelatihan Wadah Inspiring Teacher Bandung tahap dua diadakan pada tanggal 20 Juli 2019 dan diikuti oleh 14 orang peserta. Proses pelatihan sebenarnya sudah dimulai beberapa minggu sebelum pelatihan tatap muka diadakan di hotel Ibis Style Braga, Bandung. Di proses pelatihan sebelumnya para peserta diberikan beberapa tugas dan laporan yang harus diselesaikan, tujuannya adalah para peserta dapat merancang dan membuat media ajar yang akan dibawa dan diuji coba pada pelatihan tatap muka. Tugas dan laporan dikerjakan secara online, ada yang melalui diskusi online dan google classroom. Selain karena kesibukan mengajar, hal ini menjadi tantangan tersendiri karena tidak semua peserta pelatihan terbiasa menggunakan media online dalam berkomunikasi dan bekerja. Dari sekitar 40 peserta yang ikut pelatihan tahap 1 hanya 14 orang yang berhasil menyelesaikan tugas untuk bisa lanjut ke tahap 2. Kegiatan dimulai pukul 08.00 pagi. Peserta yang sudah hadir melakukan registrasi melalui google form dan mengambil modul pelatihan. Kemudian peserta melakukan aktivitas Potret Belajar (S,I,P), yaitu berupa sesi refleksi dari Wardah Inspiring Teacher sesi sebelumnya. Peserta menuliskan pengalaman dari sesi pelatihan sebelumnya yaitu apa yang sudah mereka ketahui, apa yang sudah mereka ketahui dan apa yang telah mereka pelajari tentang inovasi media ajar. Pada sesi berikutnya, peserta diarahkan bisa merancang pertanyaan untuk proses uji coba media ajar secara berkelompok. Pada kegiatan ini peserta diharapkan bisa merumuskan pertanyaan esensial dalam uji coba. Peserta bisa mengetahui tahapan dalam melakukan uji coba, purwarupa media ajar, memahami teknik pengumpulan dan pengolahan data uji coba media ajar dan bagaimana menyusun rubrik penilaian media ajar. Tantangan peserta yaitu ketika bagaimana menilai dirinya sendiri menggunakan rubrik yang dicontohkan oleh pemateri. Meskipun terlihat sulit, dalam mengukur kemampuan diri menggunakan rubrik para peserta bisa menyelesaikannya. Selanjutnya peserta dibagi menjadi 3 kelompok. Para peserta diminta untuk melakukan uji coba. Peserta diharapkan bisa menangkap data ketika uji coba. Yaitu meliputi apa yang masih perlu dipertahankan, ditingkatkan dan dihentikan. Sesi yang sangat menakjubkan dimana para peserta dengan kreativitasnya menciptakan beragam media ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan murid-muridnya. Pak Imam salah satu penggerak KGB Bekasi membuat papan kesepakatan bersama yang isinya bisa diganti-ganti dengan jadwal rutinitas belajar berupa gambar visual yang mudah dikenali murid-muridnya untuk yang memang kebanyakan anak berkebutuhan khusus. Kegiatan dilanjutkan dengan refleksi uji coba media ajar dilakukan setelah melakukan uji coba. Ada tiga hal yang perlu direfleksikan yaitu:1. Seberapa empati kita kepada kondisi dan kebutuhan murid?2. Aspek bentuk dan aspek penggunaan media ajar?3. Seberapa efektif media yang dibuat membantu ketercapaian tujuan belajar? Dalam kegiatan ini para peserta menilai media ajar yang telah mereka buat. Selain menilai secara pribadi, mereka pun meminta umpan balik dari peserta lainnya. Masuk ke materi selanjutnya, pelatih menjelaskan bahwa semua peserta wardah inspiring teacher adalah salah satu profil guru masa depan. Profil guru masa depan salah satunya adalah menjadi guru merdeka belajar, yaitu guru yang komitmen terhadap tujuan belajar, mandiri dengan menentukan cara belajar serta melakukan refleksi belajar. Empat kunci Cikal dalam pengembangan cita-cita guru.Pertama adalah kemerdekaan, yaitu guru mempunyai kesempatan menentukan tujuan, cara dan refleksi belajar untuk terus menerus melakukan pengembangan diri, seperti: terlibat dalam menetapkan target kinerja sekolah dan guru, memilih pelatihan yang sesuai kebutuhan belajarnya, dan melakukan refleksi berkala terhadap capaian dan proses mencapai target. Kedua adalah kompetensi yaitu guru mempunyai kesempatan mengembangkan kompetensinya sehingga siap menghadapi tantangan pengajaran sesuai bidang studi, murid yang diajar dan relevan dengan konteksnya, seperti kesempatan untuk mengikuti pelatihan yang sesuai kebutuhan belajarnya, kesempatan melakukan proyek percobaan, kesempatan mendapatkan umpan balik berkualitas dan kesempatan menilai kompetensinya. Ketiga adalah kolaborasi yaitu guru mempunyai kesempatan melakukan kolaborasi dengan guru dan komunitas untuk menghasilkan karya atau mencapai tujuan bersama, seperti: kesempatan berinteraksi ke sekolah lain, kesempatan terlibat di komunitas yang relevan dan kesempatan melakukan proyek bersama. Keempat adalah karier yaitu guru mempunyai kesempatan untuk mengenali, memilih, merencanakan dan mengembangkan karir sesuai potensi dan aspirasinya dengan tetap mengajar di kelas, seperti kesempatan berkarya, kesempatan mengenalkan karya melalui presentasi, pameran atau di web/aplikasi dan mendapat umpan balik terhadap karyanya. Di sesi akhir pembicara menjelaskan tentang karir protean guru. Pembicara menunjukkan sebuah gambar, yaitu karir guru diibaratkan sebuah tangga dan berakhir di kepala sekolah atau pengawas. Peserta diajak untuk membayangkan berapa jumlah kepala sekolah dan berapa yang hanya menjadi seorang guru. Karier guru diibaratkan sebuah pohon. Akar dan batang nya adalah guru tetapi bisa bercabang. Cabang cabang ini bisa berupa menjadi koki, fotografer, penulis, pelatih dan sebagainya.Guru bisa berkarir menjadi apapun dia mau. Untuk lebih memahami , sesi ini diisi dengan talkshow. Menghadirkan Pak Suhud Rois dari Komunitas Guru Belajar Cimahi dan pak Aye dari Kampus Guru Cikal. Pak Suhud menceritakan pengalamannya sebagai seorang guru dan bagaimana memulai karir protean sebagai penulis, editor SKGB dan buku lainnya yang pastinya sudah ber ISBN wow dan juga pembuat mainan. Pak Suhud menceritakan bahwa beliau tidak melalui jenjang pendidikan khusus untuk menjadi editor atau desain grafis melainkan beliau belajar sendiri alias otodidak. Pesan pak Suhud terhadap peserta adalah jangan takut untuk memulai menulis yaitu nulis aja dulu. Sementara pak Aye bercerita pengalamanya yang sejak tahun 2000-an aktif membuat dan memproduksi mainan edukasi anak anak bahkan sempat diliput media nasional dan menjuarai tingkat nasional pula. Namun motivasi terpenting untuk peserta adalah bagaimana kita ikhlas menjalani profesi guru, ikhlas meluangkan waktu untuk murid untuk mencapai tujuan belajarnya Dari rangkaian kegiatan di atas, saya melihat bahwa setiap guru punya kesempatan menjadi guru masa depan, guru yang didambakan murid untuk bisa jadi panutan dan teman belajar. Guru bukanlah profesi yang bisa digantikan oleh mesin atau kecerdasan buatan, karena guru memiliki kesempatan untuk bisa memanusiakan hubungan dengan semua pemangku kepentingan. Kemudian kita harus berefleksi kembali, apakah kita sudah menjadi guru yang akan mengantarkan murid kita mencapai tujuan pendidikan ? atau bahkan kita belum menjadi guru merdeka belajar ?

Inovasi Pembelajaran dengan Berempati kepada Murid

Suatu hari di pertengahan tahun 2013 saat menjadi guru di sebuah sekolah menengah negeri di Pekalongan saya mendapatan ide untuk saya sampaikan di dalam kelas. “Pasti ide ini berhasil.” batinku Seminggu setelahnya saya putarkan video yang saya buat. Video yang berisi cerita biografi orang-orang sukses seperti Bill Gates, Mark Zuckenberg dan saya kemas secara menarik. Namun entah kenapa murid biasa saja, seakan media yang saya buat sekadar menjadi media hiburan. Saat sesi membedah biografi tokoh, tidak ada ketertarikan. Murid malah mengobrol sendiri, bemain gawai, beberapa memperhatikan namun terlihat tidak antusias. “Video yang saya buat sudah bagus, sudah memakai beberapa animasi yang saya buat sendiri. Lalu apa yang salah. Mengapa murid saya tidak tertarik dengan pembelajaran yang kekinian.” Apa yang salah? Mungkin bukan saya saja yang pernah mengalami masalah di atas. Merencanakan sesuatu untuk murid di kelas namun tidak melibatkan murid. Bukan sesuatu yang murid butuh, tapi sesuatu yang guru ingin. Salah satu kutipan di produk adalah “Apakah murid Anda merasa dipahami?”. Kutipan tersebut mengingatkan guru untuk terus melibatkan murid, menjadikan murid subjek pembelajaran. Pertanyaanya selanjutnya adalah bagaimana cara melibatkan murid? Oleh karena itulah dalam Wardah Inspiring Teacher 2019, Kampus Guru Cikal memasukkan sesi melibatkan murid dalam pelatihan Mendesain untuk Perubahan. Mengajak guru berempati pada murid sebelum membuat inovasi pembelajaran. Melibatkan MuridPelatihan dua hari (13-14 April) yang diadakan di Hotel Ibis Style Jemursari, Surabaya ini diikuti kurang lebih 51 guru dari berbagai daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah dalam rangka Wardah Inspiring Teacher 2019. Di awal sebelum pelatihan dimulai, ada asesmen awal yang perlu diisi oleh guru. Dari data pra pelatihan, banyak guru yang masih belum melibatkan murid sebelum mendesain sesuatu untuk murid, baik media maupun metode belajar. Oleh karena itu kami melihat bahwa pelatihan ini diperlukan oleh guru. Pelatihan dimulai dengan mengajak guru untuk memahami tentang zaman yang sudah berkembang dan perlunya guru untuk terus belajar untuk bisa berinovasi. Karena menjadi inovator adalah sarana mencapai karier guru. Pada sesi ini Guru Ely dari Sekolah Cikal Surabaya yang memandu sesi. Untuk menjadi inovator pembelajaran yang perlu diperhatikan seperti di awal tulisan ini yaitu memahami murid. Memulai dengan berempati dengan murid yang kita ajar, tentang tahap perkembanganya serta aspek kemampuan yang murid miliki. Dalam sesi ini guru dibagi kelompok berdasar jenjang kelas yang diampunya. Guru TK – SD rendah (kelas 1-3 SD), guru SD besar (kelas 5-6 SD), guru SMP, dan guru SMK. Dari pembagian kelompok terlihat bahwa jumlah guru SMA dan SMP lebih banyak daripada guru SD. Oleh karena itu kelompok SMA dan SMP menjadi kelompok yang gemuk. Tiap kelompok mempelajari tahapan perkembangan yang sudah ada dalam modul. Kemudian, Guru Rizky Satria yang memandu sesi ini mengajak guru-guru untuk mengisi peta empati. Guru-guru diajak memahami muridnya. “Seandainya Anda jadi murid Anda apa yang murid Anda dengar, lihat, rasakan, pikir dan lakukan?” Guru-guru terlihat antusias dalam menyampaikan pendapatnya, terlihat bahwa sebenarnya guru sudah mengetahui bagaimana murid yang mereka ajar. Namun memang belum menyadari tentang tahap tersebut penting dilakukan untuk merancang sesuatu untuk pembelajaran. “Saya biasanya ya ikut-ikutan yang sedang trends saja di kalangan guru” kata seorang guru saat kami wawancara. Ada pula yang menjawab bahwa biasanya dalam merancang sesuatu dalam pembelajaran dari pelatihan yang baru saja diikuti yang biasanya hanya menjelaskan cara. Sehingga tujuan utama yaitu murid tidak menjadi fokus utama guru. Sesi mengisi peta empati ini guru seperti menemukan AHA! Momen. Sebuah cara yang sederhana namun berdampak. “Sesi ini membuka mata saya untuk lebih berempati kepada murid saya untuk menciptakan pembelajaran yang lebih peka terhadap murid saya.”, ujar Guru Yosef salah satu peserta dari Malang. Dari empati tersebut guru diajak mencari permasalahan yang dialami murid. Dalam sesi ini guru merasa kesulitan, masalah-masalah yang guru jabarkan kebanyakan berkaitan dengan sistem, metodu guru sendiri, dan lingkungan. Fokus masalah murid jarang yang ditulis guru. Seperti awal tulisan ini guru jarang memikirkan apa yang murid butuhkan, lebih sering kepada apa yang guru inginkan. Sistem, lingkungan, dan cara. Pelatih kemudian membantu guru untuk lebih memfokuskan masalah kepada murid. Akhirnya banyak masalah yang muncul seperti murid yang lebih asyik tertarik dengan hal yang lebih menarik seperti bermain gadged, mengobrol dengan teman, murid yang kesulitan dalam mengekspresikan diri, murid yang tidak mengetahui manfaat dari membaca dan lain sebagainya. Permasalahan tersebutlah yang kemudian membantu guru dalam membuat solusi yang sesuai. Banyak ide solusi yang ditawarkan guru yang muncul dari masalah tersebut, seperti : 1. Go-Viral, pemanfaatan media sosial untuk media belajar murid yang muncul dari permasalahan murid yang lebih suka bermain gawai daripada memperhatikan guru menyampaikan materi. 2. Perang Bintang, pemanfaatan permainan tukar bintang dengan bermain peran untuk mengatasi permasalahan murid-murid yang kesulitan konsentrasi. 3. Coll Laborate Acton Advanture, pembelajaran yang mengajak menciptakan petualangan antarkelompok dalam pengerjaaan soal-soal kritis yang dibuat karena latar belakang murid yang memiliki banyak minat yang berbeda. 4. Jam putar, pembelajaran matematika dengan jam yang bervisualisasi tokoh favorit murid untuk memudahkan pembelajaran matematika, inovasi ini dibuat untuk mengatasi masalah murid yang frustasi ketika menemui angka dalam pembelajaran matematika. Senang sekali rasanya melihat guru mulai berinovasi dengan cara memahami murid terlebih dahulu, Jadi pertanyaan dalam kaus Guru Belajar Esensial “Apakah murid Anda merasa dipahami?” sudah bisa terjawab dari apa yang guru lakukan di atas.

Guru dan Realita Abad 21

“Koq anak zaman now itu sukanya komplen ama gurunya?, koq bisa sih mereka itu berkomunikasi tanpa rasa canggung atau takut ama gurunya?” “Anak zaman now itu aneh, cita-citanya seperti youtuber, blogger, selebgram, manajer medsos, ah.. semua itu pekerjaan aneh.” Yup, inilah realita di abad 21. Realita tersebut menunjukkan anak zaman now yang ingin lebih didengar dan dilibatkan, yang menuntut kreativitas,  kritis, dan kerjasama, serta yang menghadapi perkembangan teknologi. Lalu, bagaimana dengan kita sebagai gurunya yang merupakan produk masa lampau, berada di zaman now, mendidik siswa untuk hidup di zaman now dan di masa mendatang? Bagaimana guru dapat lebih mendengar siswanya? Bagaimana praktik mendengar yang kreatif? Bagaimana menggunakan media teknologi dengan lebih interaktif? Bagaimana menggunakan teknologi untuk membalik situasi : belajar di sekolah menjadi belajar di rumah, agar siswa lebih kritis? Bagaimana menggunakan teknologi dalam membagi kelompok yang lebih interaktif? Ingin tahu jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan itu? Yuk gabung di Temu Pendidik Komunitas Guru Belajar Bandung dengan tema “GURU ABAD 21,” bersama Bu Djuangsih Dewi dan Bu Amalia Fitri, hari sabtu pukul 15.30 di SD Mutiara Bunda. Tahun baru, Semangat baru, Ilmu baru ☺ Caption itulah yang membuat guru-guru merasa tertarik dan bergerak untuk menemui kedua narasumber sore itu. Narasumber pertama adalah Bu Dewi. Diawal Ia menerapkan role play dengan mengajak peserta untuk berbaris di luar area kegiatan, seperti siswa-siswa berbaris di luar ruangan. Peserta pun berbaris dengan rapi memasuki area kegiatan. Tak disangka, kemudian Ia mengajak peserta keluar area kegiatan lagi, namun kali ini peserta masuk dengan diiringi musik yang membuat peserta ingin bergerak dan menari-nari dengan bahagia. Tak sampai disitu, Ia mengajak peserta keluar area kegiatan lagi, dan kali ini peserta diajak memasuki area dengan diiringi musik sambil bergaya bebas. Ada yang bergaya hip hop, menari jaipong, dsb. Lalu disambut oleh Bu Dewi sambil high five (baca : tos). Tawa pun memenuhi seisi ruangan. Kemudian Ia menstimulasi dengan pertanyaan, sehingga peserta membandingkan dan dapat menyimpulkan pada sesi memasuki ruangan yang ke berapakah, yang dapat membuat suasana menjadi sangat bahagia. View this post on Instagram A post shared by Umi Kalsum (@ka_umi) on Jan 9, 2019 at 8:26pm PST Mindfullness dan Memahami Anak Setelah pembukaan tersebut, Bu Dewi pun mulai berusaha menjawab pertanyaan pertama : Bagaimana guru dapat lebih mendengar siswa? Bu Dewi berkata, “Belakangan istilah mindfullness mulai populer. Konon, praktik mindfullness adalah salah satu kunci menghindari dan mengatasi rasa cemas, pun stres. Apa itu mindfullness? Menurut Marsha Lucas, mindfullness adalah memusatkan perhatian sedemikian rupa, menghayati apa yang sedang Anda lakukan, tanpa melakukan penilaian.”  Namun, perhatian yang kita berikan perlu dilakukan dengan cara tertentu yaitu : on purpose (secara sengaja, diniatkan), in the present moment (pada saat ini), dan non-judgmentally (tanpa menghakimi). Manfaat dari mempraktikan hal ini yaitu : mengurangi kadar stres, meningkatkan kemampuan regulasi dan kendali diri, menurunkan kecemasan dan depresi, meningkatkan kinerja, dan meningkatkan kemampuan membangun relasi. Hal ini dapat dilakukan dengan : menyayangi siswa kita seperti anak sendiri, tidak menghakimi, lebih berfokus pada sisi positif siswa, menyelesaikan masalah tidak dengan kemarahan agar siswa tidak merasa takut, mengangkat dan menurunkan jari sambil menarik napas, mendengarkan dengan fokus musik instrumen, menuliskan perasaan untuk mengurangi konflik dan agar dapat mengelola emosi. Secara kongkrit, Ia pun menunjukkan beberapa praktik-praktik yang kreatif seperti buku emosi, sebagai media bagi siswa dalam mengungkapkan perasaannya, dan sebagai media bagi guru dalam memperhatikan dan memahami siswa. Selain itu, ada juga media yang dapat digunakan agar guru dapat memperoleh perhatian siswa, yaitu berupa media seperti lampu lalu lintas berwarna merah, kuning, dan hijau, dimana “saat guru mengangkat warna merah, perhatian anak-anak harus fokus pada saya, kuning peringatan karena mungkin ada yang melanggar komitmen kelas, hijau tiba waktunya anak-anak mengemukakan pendapat atau sebagai pengganti mengangkat jari saat ada pertanyaan,” kata Bu Dewi. Sesi pertama pun berakhir dengan memberikan kesadaran pada peserta. Bu Nur yang merupakan peserta kegiatan berkata, “TPD hari ini mengenai GURU ABAD 21 sangat membuka mata saya bahwa untuk menjadi seorang guru itu butuh tenaga (effort) yang sangat besar, … harus lebih peduli terhadap murid … karena anak-anak zaman sekarang atau murid kita itu bukan kita di zaman dulu, jadi tidak bisa disamakan, oleh karenanya harus lebih peka terhadap perasaan murid, harus lebih mau mendengarkan murid, … tidak boleh semaunya sendiri”. Tools Kekinian untuk Pembelajaran Sesi kedua pun dimulai oleh Bu Fitri. Ia memulai dengan melibatkan peserta untuk belajar sambil bermain dengan mengakses website kahoot.it. Website merupakan website yang berisi kuis yang telah dibuat oleh guru, agar siswa dapat menjawabnya. Peserta acara TPD pun diposisikan sebagai siswa dan narasumber memposisikan sebagai guru. Langkah-langkah bermainnya adalah Akses website kahoot.it. Masukkan pin yang telah diberikan guru Pilih bermain secara individuatau bermain secara berkelompok. Masukkan nama panggilan. Tunggu hingga soal ditampilkan. Mulailah mengerjakan kuis. Keseruan terasa dari ekspresi peserta yang berbeda-beda dan berubah-ubah, ada yang bingung ketika merasa kesulitan mengakses soal, ada yang cemberut karena koneksi internetnya lambat, ada yang senyum-senyum ketika mengetahui jawabannya benar, dan bahkan ada yang ketawa-ketawa karena melihat jawabannya yang keliru. Setelahnya pun nampak keterlibatan peserta TPD menjadi semakin meningkat. Bu Fitri pun melanjutkan dengan pendasaran penggunaan teknologi dalam pembelajaran, serta contoh-contohnya. Pendasaran-pendasarannya karena Kegiatan pembelajaran yang padat Kegiatan/acara disekolah Kalender akademis yang dirasa tidak cukup Karakteristik siswa yang sudah memasuki era digital : Bebas, tidak mau terkekang Selalu update Bermain, bukan hanya bekerja Ekspresif Cepat, enggan menunggu Unggah, bukan hanya unduh Interaktif Berkolaborasi Beberapa situs maupun aplikasi dikenalkan, yakni seesaw, padlet, edmodo, quizizz, phet, google classroom, dan flipgrid. Dan aplikasi yang akan dipelajari hari ini adalah google classroom dan flipgrid. Google classroom adalah aplikasi atau fitur yang dapat membantu dalam pembuatan, pembagian, dan penggolongan setiap penugasan tanpa kertas. Sebagai siswa, langkah-langkah menggunakan google classroom adalah Klik simbol (+). Masukkan kode kelas yang diberikan guru. Pada laman stream, nampak tampilan seperti wall di facebook. Pada laman ini, guru dan siswa dapat berinteraksi seperti menyapa, memberi tugas, mengakses soal, dsb. Pada laman classroom, siswa dapat mengakses soal dengan klik dua kali pada soal yang hendak diselesaikan. Ia menyampaikan bahwa kelebihan dari google classroom adalah akun google sudah umum dimiliki banyak orang, google memiliki tampilan yang … Read more