Merdeka Belajar, Bolehkah Mengajar, Jika Tidak Mau Belajar?

Siang itu, Selasa (28/5) matahari Semarang begitu terik namun tidak menjadi penghalang bagi peserta yang terdiri dari para guru yang mengajar di SMPN 10 Semarang dan para anggota KGB Semarang untuk menghadiri acara “Nonton Bareng Guru Merdeka Belajar”. Istimewanya lagi, ada peserta yang datang jauh-jauh dari Jepara dan Demak khusus untuk mengikuti acara ini.  Acara ini dibuka langsung oleh Kepala SMPN 10 Semarang Bapak Erwan Rachmat. Dalam pembukaannya Pak Erwan Rachmat, menyampaikan pesan bahwa sebagai seorang pendidik sudah seharusnya kita belajar, kalau tidak mau belajar jangan coba-coba menjadi pendidik yang mengajar. Pak Erwan yang sering mengisi kegiatan pelatihan pada guru-guru pun menjelaskan bahwa saat ini anak-anak lebih cerdas dibandingkan gurunya. Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan kapasitas pengetahuannya.  Nonton Bareng Guru Merdeka Belajar Acara nonton bareng kai ini dipandu oleh bu Anik Puspowati. Para peserta dengan antusias menyimak video yang dipaparkan oleh Bu Najelaa Shihab tentang merdeka belajar. Tujuan dari Guru Merdeka Belajar adalah sebuah tantangan untuk melawan miskonsepsi yang sering disematkan kepada guru bahwa guru hanya mau belajar jika mendapat insentif baik dalam bentuk uang ataupun sertifikat.  Selain itu, terdapat miskonsepsi bahwa guru hanya bisa belajar dari para ahli atau pakar. Selesai menonton, bu Anik memberikan pertanyaan reflektif seputar merdeka belajar. Seperti pemahaman tentang merdeka belajar, penerapan merdeka belajar termasuk saat mengajar, dan bagaimana cara agar merdeka belajar ini terus diterapkan. Baca juga: Merdeka Belajar Bukan Jargon Peserta saling berdiskusi. Hasil diskusi tersebut mematahkan miskonsepsi-miskonsepsi belajar guru yang selama ini diyakini. Seperti yang disampaikan bu Ida Guru BK bahwa beliau dapat belajar hal baru yang sebelumnya ia tidak bisa dari anak-anak. Apalagi anak-anak mempunyai pergaulan yang luas sehingga ia bisa tau beragam komunitas dari anak-anak. Dalam menerapkan merdeka belajar perlu adanya komitmen, kemandirian, dan refleksi. Tentunya hal ini harus diupayakan semua pihak dengan menyebarkan virus merdeka belajar. Merdeka belajar tentunya memiliki tantangan namun bukan berarti tidak bisa bukan? Anda masih penasaran tentang apa itu merdeka belajar? Yuk pelajari Surat Kabar Guru Belajar Edisi 6Berisi praktik para Guru yang mengajar dengan menerapkan merdeka belajarUnduh GratisKlik:

Manajemen Konflik di Kelas Berbasis Sekolah

Ari WibowoSeperti apa kata kutipan pengantar pada poster materi malam ini yaitu bagaimana mengelola konflik yang terjadi di sekolah yang saya yakin Bapak dan Ibu temui setiap hari di kelas. Dalam kesempatan malam ini, saya ingin berbagi praktik apa yang kami lakukan dalam mengelola konflik dan bagaimana keterampilan mengelola konflik bisa diterapkan pada guru dan murid. Dalam penyelesaian konflik, Sekolah Cikal menerapkan peraturan yang jelas dan tegas terhadap jenis-jenis konflik yang terjadi di sekolah dari jenis minor dan major tertulis jelas di School Parent and Students Handbook. Saya akan berbagi cerita tentang alur penanganan konflik yang kami lakukan di Sekolah Cikal. Untuk tema Conflict resolution sendiri diajarkan di kelas 2. Silahkan membaca materi berikut. Apa itu Konflik?Sebagai manusia, kita sering berdebat dengan orang lain ketika kita marah atau kesal tentang sesuatu. Terkadang ketika kita berniat menyelesaikan konflik dengan tenang dan mudah, pertengkaran itu menjadi panas dan kita tidak bisa mengendalikan diri kita sehingga menjadi defensif, menyerang, dan mengatakan hal-hal yang menyakitkan. Menyelesaikan konflik kadang sulit bagi kita sebagai orang dewasa, apalagi untuk anak-anak yang masih belajar mengendalikan diri dan mengekspresikan perasaan dengan kata-kata alih-alih tindakan. Mayer dalam bukunya The Dynamic of Conflict (2012) menyatakan bahwa sebagai serangkaian persepsi, konflik adalah keyakinan atau pemahaman bahwa kebutuhan, minat, keinginan, atau nilai seseorang sendiri tidak sesuai dengan orang lain. Konflik juga melibatkan reaksi emosional terhadap suatu situasi atau interaksi yang menandakan ketidaksepakatan. Konflik juga terdiri dari tindakan yang kita ambil untuk mengekspresikan perasaan kita, mengartikulasikan persepsi kita, dan memenuhi kebutuhan kita dengan cara yang berpotensi mengganggu kemampuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Apakah anak-anak sudah mampu menyelesaikan konflik sendiri?Konflik adalah bagian normal dari pengalaman sehari-hari, tetapi menyelesaikan konflik dengan sukses membutuhkan keterampilan sosial yang tepat. Kami sebagai guru di Cikal terkadang berpikir anak-anak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, tetapi kami sering lupa bahwa seringkali anak-anak tidak tahu bagaimana cara berkompromi dan mengenali kebutuhan orang lain. Karena keterampilan penyelesaian konflik tergantung pada keterampilan sosial dan bahasa anak-anak serta persepsi mereka tentang situasi, mereka masih perlu dilatih tentang cara melakukannya. Mengapa perlu Mengakhiri Konflik?Beberapa tujuan utama mengapa kita perlu “mengakhiri konflik” adalah: Untuk menghasilkan solusi yang disetujui semua pihak Untuk bekerja secara efisien dan secepat mungkin untuk menemukan solusi Untuk memperbaiki hubungan antar kelompok dalam konflik Peran Guru dalam Membantu anak-anak menghadapi konflikDi Sekolah Cikal, kami percaya bahwa anak-anak harus dapat menyelesaikan konflik mereka secara mandiri. Itu tidak berarti bahwa yang lain tidak bisa memberikan tangan mereka untuk menyelesaikan konflik. Karena, pemecahan masalah dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan kontrol emosi siswa. Selain itu, penyelesaian masalah adalah representasi Dimensi Lima Bintang Cikal (seperti integritas, kepedulian, komunikasi, pikiran terbuka, dll). Jika konflik tetap ada, orang tua, guru, dan bahkan siswa lain juga dapat membantu sebagai mediator. Langkah-langkah dalam membantu anak-anak menghadapi konflik 1. Mendengarkan dan Menafsirkan.Anak-anak menceritakan kisah mereka kepada mediator secara bergantian. Akan lebih baik bagi orang tua / dewasa untuk hanya mendengarkan tanpa menyela. Orang tua sebagai mediator perlu fokus pada masalah, bukan siapa yang melakukan kesalahan. 2. Kedua belah pihak berganti posisiAnak-anak mengulangi cerita dari pihak lain sehingga mereka dapat memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda. Kedua belah pihak perlu melakukan prosedur ini, bahkan jika mereka tidak setuju. 3. Diskusikan dengan kedua belah pihak jika mereka punya solusiUntuk mendiskusikan dan menemukan solusi, tanpa menilai. Semua saran disambut. 4. Buat perjanjian verbalMemastikan tidak ada pihak yang merasa dipaksa atau tertekan untuk mengambil keputusan. 5. Buat perjanjian tertulisMenyatakan bahwa kedua belah pihak sepakat dan mengerti. Anak-anak menggunakan kata-kata mereka sendiri. METODE I-MESSAGE What is I-Message ?Statements about feelings, beliefs, and values that begin with the word “I”For example : “I don’t like being pushed because it hurts” Jika diterjemahkan seperti ini : Apa itu Pesan-Saya?Pernyataan tentang perasaan, kepercayaan, dan nilai-nilai yang dimulai dengan kata “I”Misalnya: “Saya tidak suka didorong karena sakit” Di dalam I-MESSAGE ada 4 bagian: I FEEL —- WHEN YOU — I WANT —BECAUSE Contoh lagi ya:“I feel hurt, when you said that I’m a looser. I want you to say nice thing to me, because I want to be your friend.”Metode ini bisa dilakukan dan sangat efektif khususnya bagi murid yang sulit mengungkapkan dengan kata-kata. Mari berlatih: Berlatih menggunakan contoh studi Kasus-I: Berebut mainan: Pesan-Saya: “Saya sedih ketika kamu mengambil alih mainan saya. Saya ingin kita bergiliran, ok. ”Seorang gadis mendatangi gurunya dan menjelaskan bahwa ia tidak diizinkan bergabung dalam kelompok permainanPesan-Saya: “Saya kesal ketika kamu menolak saya untuk bergabung dengan grup. Saya ingin kamu menerima saya di grup seperti yang lain ”. Guru BK kewalahan dalam menyelesaikan konflik. Tolong! Sejak tahun 2009, kami memiliki program yang bernama PEER MEDIATOR. Mengutip dari info Kontak Cikal : Peer Mediator ProgramAs part of our anti bullying program and to equipped students with conflict resolution skills, Sekolah Cikal has developed a Peer mediator program since 2009. Peer mediation is both a program and a process where students of the same age-group facilitate resolving disputes between two people or small groups. Program ini dikelola oleh Konselor Sekolah bekerjasama dengan Guru-Guru kelas dengan alur sbb; Recruitment : 1 mingguInterview     : 1 mingguTraining       : 1 minggu Sekolah mengeluarkan surat partisipasi (Surat rekomendasi) bagi siswa/i yang berminat Jadi bagi siswa/i yang terpilih sebagai PEER MEDIATOR akan mendapat penugasan di jam-jam tertentu untuk membantu guru-guru menyelesaikan konflik yang terjadi di sekolah. Nah, seperti itu alurnya Bapak dan Ibu jika ada praktik lainnya dalam penyelesaian konflik di sekolah monggo lho bisa dishare juga. Terima kasih Pesan: Jika konflik terjadi di selama jam sekolah dan belum menemukan jalan keluar permasalahannya, Guru wajib menginformasikan hal ini kepada orang tua yang berkonflik yakinkan kepada mereka bahwa proses mediasi sedang berlangsung dan akan secepatnya diinformasikan kepada orangtua melalui email, whatsapp atau media lain. AhyuniOke saya kasih waktu 10 menit untuk membaca dan memahami materi ya bapak ibu sambil menyiapkan pertanyaannya juga Ahyuni Sesuai panduan ada 2 termin ya, termin pertama saya buka, boleh tanya boleh sharing pengalaman boleh lain-lainnya juga. SESI TANYA JAWAB SilviaDi kelas yang saya ajar, dulu masih biasa-biasa saja. Baru kali ini mengalami hal yang menurut … Read more

Murid Diam Karena Takut, Bukan Paham, Guru Perlu Bagaimana?

RodiyantoDi Temu Pendidik Daring #3 KGB Tegal kali ini, kita akan membahas tentang “Strategi Komunikasi : Dari Marah-marah Menjadi Komunikasi Hati”. Berikut profil beliau : Ratno Kumar Jaya. Profesi beliau sebagai guru SMK Muhammadiyah Pekalongan. Mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kegiatan lainnya, beliau aktif di Komunitas Guru Belajar Pemalang. Ratno Kumar JayaBapak ibu guru yang baik, izinkan saya berbagi cerita malam ini ya. Sebelum saya masuk ke cerita, ada gambar nih buat bapak dan ibu. Bisa berikan pendapatnya ya tentang gambar berikut. Apa yang bapak dan ibu pikirkan tentang gambar ini? Boleh kasih pendapatnya ya. Semua hampir sepakat bahwa nomor gambar nomor 1 adalah gambar yang baik. Terlihat jelas ketulusan hati dan cinta seorang guru dalam mendidik muridnya. Lain halnya dengan gambar yang nomor 2. Tampak ada ekspresi kemarahan dan ancaman yang diarahkan ke murid. Dampaknya apa? Tentu akan mempengaruhi keharmonisan hubungan antara guru dan murid dan kegiatan belajar pun akan berlangsung tidak efektif. Persis seperti cerita saya beberapa waktu lalu. Ceritanya begini bapak dan ibu: Berawal dari beberapa murid yang memancing kegaduhan saat ulangan remedial yang saya bagi menjadi dua kloter. Kloter pertama melakukan ulangan dan kloter kedua inilah yang di luar kelas tetapi mengganggu murid yang sedang ulangan remedial. Bukannya belajar mereka malah bermain sok sok peng (himpit-himpitan) di tempat duduk depan kelas sambil teriak-teriak dan tertawa lepas. Sudah saya ingatkan berkali-kali tetapi mereka tidak mempedulikan saya, sampai akhirnya emosi saya sampai pada titik puncaknya. Tak kurang dari sepuluh menit, saya minta semua murid masuk kelas. Saya lampiaskan kekesalan saya di kelas. Saya minta murid-murid tersebut untuk berdiri di depan kelas. Kemudian memintanya maju ke depan meja saya dan menyebutkan namanya satu-persatu, saat itu juga saya coret nama mereka di buku jurnal penilaian dan saya katakan ke mereka “Jangan harap kalian akan tuntas nilainya”. Peringatan ini sekaligus sebagai ultimatum untuk semua murid agar tidak seenaknya berperilaku kurang sopan dengan saya. Seketika kondisi kelas hening semua murid menundukkan kepalanya, sedangkan saya masih terus memarahi mereka hingga mengancam tidak akan naik kelas. Melihat reaksi mereka seperti itu, saya pikir dengan cara seperti ini (marah serta mengancam) akan membuat jera dan mereka tidak akan mengulanginya lagi, serta bisa bersikap lebih sopan dengan saya ataupun guru yang lain. Tergambar tidak bapak ibu galaknya saya dulu?  Ternyata cara yang saya lakukan untuk merespons emosi yang muncul dalam diri saya itu kurang tepat. Emosi marah yang muncul karena ketidaksukaan saya terhadap perilaku yang menyimpang dari murid tidak sepatutnya saya luapkan dengan ancaman-ancaman atau pun menantang murid yang bermasalah. Tidak semua murid bisa terima dan takut dengan ancaman. Kecenderungan meluapkan emosi dengan perkataan-perkataan yang menyakitkan atau menakuti-nakuti murid dilatarbelakangi kurang pahamnya saya bagaimana untuk mengelola emosi. Saat ada hal yang bertentangan saya bersikap reaktif tanpa pikir panjang yang kemudian justru membuat masalah baru. Seperti saat saya memarahi dua anak yang mengulang di kelas sebelas, bisa jadi kedua anak ini sudah terbiasa diancam oleh guru-guru yang lain dan sudah merasakan konsekuensi langsungnya yakni tinggal di kelas sebelas. Alhasil, saat saya nasehati seperti sudah tidak mempan malah mereka menyanyikan cuplikan lagu Iwan Fals “Masalah moral, masalah akhlak biar kami cari sendiri. Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu peraturan yang sehat yang kami mau”. Langsung saya minta mereka keluar kelas tanpa pikir panjang. Ternyata keputusan saya ini berimbas terhadap kondisi kelas yang akan saya ajar. Atmosfer kelas jadi sunyi, tetapi bukan karena tenang melainkan lebih ke rasa takut yang menyelimuti kondisi kelas sehingga proses pengajaran tidak berlangsung efektif. Dari refleksi tersebut saya mencoba mempraktikkan apa yang saya peroleh dari kelas parenting mengenai pengelolaan emosi dan strategi komunikasi untuk menjalin hubungan yang baik dengan murid meskipun dalam kondisi marah. Jika dulu saya lebih reaksional terhadap sikap murid di kelas, sekarang saya bisa lebih tenang untuk merespons hal tersebut. Adapun caranya tiap kali saya marah saya memberi jeda untuk bereaksi dengan duduk dan diam lebih dahulu ketika murid di kelas sudah tenang saya baru mulai berbicara. Hal ini cukup efektif karena saya merasa lebih bisa mengontrol emosi marah saat mendapat perlakuan kurang mengenakkan di kelas. Selain itu, strategi komunikasi yang awalnya saya gunakan dengan mengancam atau menakuti-nakuti murid, saya ubah dengan menerapkan strategi komunikasi dengan i-message. I-message adalah strategi komunikasi yang mengedepankan kemampuan mengungkapkan kebutuhan diri tanpa menyerang. Atau bisa dibilang i-message itu strategi komunikasi dengan cara mengungkapkan perasaan yang dirasakan agar lawan bicara bisa lebih berempati. Di dalam i-message ada empat bagian utama yakni: saya merasa (…), saat (…), saya ingin (…), dan karena (…). Misalnya, saat murid tidak mengerjakan PR yang saya berikan, jika biasanya saya marah dan menghukumnya berlari keliling lapangan, saya coba menggunakan strategi komunikasi i-message seperti ini. “Sebetulnya Bapak merasa marah, saat kalian tidak mengerjakan PR. Bapak ingin kalian menjadi pribadi yang bertanggung jawab, karena kita harus bertanggung jawab saat diberikan amanah dan PR ini juga tak lain tujuannya untuk belajar kalian di rumah”. Saat saya mengucapkan kalimat ini murid di kelas bisa lebih menerima dibanding saat saya marah-marah kemudian menghukum mereka. Saat itu juga saya minta mereka mengerjakan PRnya dan setelah selesai baru kami bahas. Memang awalnya saya canggung menggunakan strategi komunikasi tersebut karena tidak mudah bagi saya sebagai guru laki-laki. Saya yang biasanya lebih mudah menghukum harus mengungkapkan perasaan yang dirasakan ke murid. Selain itu, strategi komunikasi ini butuh konsistensi karena tidak semua kelas bisa menerimanya terlebih dengan karakter saya yang dulu lebih suka mengancam atau marah-marah. Silakan bisa dibaca terlebih dulu ya bapak dan ibu. Setelah selesai bisa langsung sharing aja ya?  SESI TANYA JAWAB Dini SofiPak Kumar, apakah setiap masalah cocok menggunakan imessage? Apakah peraturan yang telah dibuat bersama berupa punishment itu baik? Ratno Kumar JayaCocok atau tidaknya, patrikan terlebih dulu dalam hati kita bahwa apa yang akan kita lakukan ini hal baik dan insyaAllah berhasil. Karena menurut saya, i-message ini sangat efektif untuk komunikasi dengan murid karena dalam proses ini kita juga mengajari mereka untuk berempati. Tantangan sebenarnya bukan di i-message tapi di konsistensi dan kesabaran kita untuk terus menumbuhkan sikap positif terhadap murid. Kalau kami lebih suka menyebut konsekuensi bukan punishment/ hukuman karena dua hal tersebut beda. Jika … Read more

Merdeka Belajar, Mengubah Keresahan Menjadi Keberdayaan

Guru adalah figur perubahan pendidikan yang penuh cita-cita. Tapi di ruang kelas, seringkali keresahan-keresahan membuat guru seolah tidak berdaya. Beberapa pekan sebelumnya, ruang percakapan di Grup Whatsapp Guru Belajar Tegal dipenuhi obrolan anggota grup tentang keresahan-keresahan yang paling sering ditemui guru di ruang kelas. Ada yang menemui keresahan yang berbeda, tak sedikit juga ternyata menemui keresahan yang serupa. Lalu, bagaimana guru bisa mengubah keresahan menjadi keberdayaan? Minggu (15/9), keresahan-keresahan tersebutlah yang menggerakkan guru-guru berkumpul dalam agenda Temu Pendidik Daerah kedua Komunitas Guru Belajar Tegal yang bertajuk “Ngobrolin Guru Belajar”. Agenda yang berlokasi di Spasi Kreative Space ini dihadiri oleh guru-guru dari kabupaten dan kota Tegal. Jenjang dan jalur pendidikannya pun beragam, mulai dari guru SD, MI, SMA, guru bimbel, hingga guru dari kelas kreatif. Miskonsepsi Guru Belajar Agenda berlangsung dari pukul 09.00 wib yang diawali dengan menonton bersama video Bu Najelaa Shihab tentang “Merdeka Belajar” yang dipandu oleh Bu Erna dari SDIT Alam Bina Insani. Seusai menyimak pemaparan “Merdeka Belajar” dari video, peserta antusias mendiskusikan refleksi bersama tentang miskonsepsi guru belajar yang sering ditemui atau dirasakan sendiri oleh peserta. Yang paling banyak direfleksikan peserta adalah bahwa selama ini guru dianggap perlu belajar hanya karena insentif eksternal (sertifikat, uang, dan sebagainya), padahal guru belajar adalah sebuah kebutuhan alamiah guru. Seperti agenda belajar di Temu Pendidik Daerah ini yang berangkat dari keresahan di ruang kelas masing-masing guru yang ingin dicari solusinya dengan belajar lewat saling berbagi praktik baik.  Guru Berdaya lewat Berkolaborasi Agenda dilanjutkan dengan sharing pengalaman Bu Dini dari Spasi Kreative Space tentang kolaborasi yang pernah dilakukan dengan Komunitas Guru Belajar. Menurut bu Dini, guru-guru yang merdeka belajar seringkali punya mindset yang antimainstream dalam pendidikan. Ketika tahun 2018 lalu muncul sebuah ide tentang kegiatan yang memberi dampak baik dengan mengajak anak-anak menjelajahi tempat-tempat ibadah di kota Solo bertajuk “Piknik Anak Hebat”. Ide tersebut ternyata disambut baik oleh guru-guru belajar untuk berkolaborasi bersama sehingga akhirnya sukses terselenggara.  Kolaborasi menjadi kunci yang penting dalam pendidikan. Kolaborasi guru dengan sesama guru maupun dengan komunitas atau pihak lain menjadikan pembelajaran untuk murid semakin kaya, tidak terbatas hanya di ruang kelas. Peserta antusias menanggapi bahkan mengungkapkan pendapat agar kegiatan kolaborasi guru dengan berbagai pihak juga harapannya bisa diselenggarakan di Tegal. Kekuatan Refleksi Salah satu sesi yang tidak kalah seru adalah saat sesi refleksi sebelum agenda diakhiri. Masing-masing peserta menyampaikan refleksi dari sesi-sesi agenda belajar. Bu Eva, peserta yang merupakan seorang guru bimbel mengungkapkan bahwa baru saat itu benar-benar merasa diakui sebagai guru. Beliau menyadari bahwa ternyata walau beliau hanya guru bimbel, ada tantangan yang sama, keresahan yang sama saat mendampingi murid. Pertemuan guru dengan berbeda bidang dan jenjang semacam ini juga bisa jadi sarana menyamakan persepsi, saling terbuka, saling melengkapi, dan bersinergi. Refleksi lain dari Bu Nurlina yang berasal dari kecamatan yang cukup jauh dari lokasi Temu Pendidik. Meski harus menempuh kurang lebih 1,5 jam untuk berangkat ke lokasi, tidak menyurutkan semangat beliau untuk belajar. “Saya ingin lebih memahami permasalahan dalam kelas dan belajar cara mengatasinya. Saya sangat senang dapat wawasan baru juga, kegiatan seperti ini sangat bermanfaat.” Ungkap Bu Nurlina di sesi refleksi. “Tidak ada guru yang bisa belajar sendirian. Tidak ada guru yang bisa kompeten sendirian. Dan tidak ada guru yang bisa merdeka belajar sendirian.” Begitulah kutipan kalimat bu Najelaa Shihab dalam video “Merdeka Belajar”. Maka agar bisa mengubah keresahan menjadi keberdayaan, mana jalan yang seharusnya dipilih guru: terus sibuk seorang diri mengeluhkan keadaan atau merdeka belajar bersama rekan seperjuangan?

Administrasi Menumpuk, Mengajar Saja Sudah Jadi Sibuk, Guru Masih Harus Belajar?

Erna Sugiarti: Narasumber kita malam ini adalah Rizqy Rahmat Hani, knowledge coordinator Kampus Guru Cikal, akrab dipanggil dengan Pak Rizqy. Beliau 7 tahun menjadi guru di sekolah menengah atas.  Selain guru, beliau juga seorang youtuber yang mengembangkan saluran tentang pendidikan dan pengajaran, serta saluran apresiasi bakat murid. Bisa teman-teman ikuti di YouTube Channel: Rizqy Rahmat. Ide-ide kreatif pembelajaran beliau juga mengantarkan beliau menjadi narasumber di berbagai acara, termasuk diundang di TV lokal maupun nasional.  Rizky Rahmat Hani: Sebelum saya sharing praktik baik belajar. Saya mau tanya, bagaimana dulu pertama kali masuk kelas?  Erna Sugiarti: Deg-degan  Teguh Prasetyo: Pertama kali, modal masih terbatas. Bawaan masih kaku, dan kurang memahami karakter siswa yang ternyata heterogen  Wayan : Grogi jadi ngomong nya belepotan  Rizky Rahmat Hani: Baiklah cukup yaaah manteman…  Aku mau berbagi cerita dulu..  Aku masih ingat benar kapan pertama kali masuk kelas dan menjadi guru, Senin 11 Juli 2010. Saat yang sangat mendebarkan bagiku tentunya. Apalagi mengajar murid menengah atas. Namun kucoba untuk menenangkan diri. Sehari sebelum hari H sudah kupersiapkan semua, apa yang harus disampaikan, diawali dengan apa. Sudah kutonton juga film-film pendidikan seperti Laskar Pelangi dan juga Great Teacher Onizuka. Mencoba memposisikan diri menjadi bu Muslimah dan pak Onizuka.  “Bisalah pasti!” aku mencoba menenangkan diri.  Dengan kemeja keki dan sepatu pantofel, aku menuju kelas XI IPA 3. Kelas pertama yang bakal aku masukki. Sebelum menuju kelas itu, di perjalanan banyak murid kelas lain yang melihatku dengan pandangan aneh.  “Halo Pak guru, baru ya di SMA Sragi?” tanya salah satu murid  “Iya..” jawabku  Pandangan anak-anak itu membuatku lebih gemetaran, keringat pun mulai bercucuran. Kelas yang dituju pun sudah di depan mata.  “Selamat pagi..” sapaku membuka kelas.  “Pagi Pak” yang jawab salamku hanya segelintir anak.  Beberapa anak lain ada yang sedang main dan ngobrol di belakang kelas. Buyar sudah apa yang sudah aku rencanakan untuk pembukaan.  Kelas menjadi riuh, beberapa murid mengobrol seenaknya, tertawa keras. Aku tak dihargai.  Apa yang aku bayangkan asyiknya menjadi guru seperti Onizuka ataupun guru Muslimah dalam mengatur murid ternyata tidak. Di awal membuka kelas saja aku sudah tak dihargai. Apa yang harus aku lakukan?  “Kesanku terhadap guru dihancurkan oleh siswa-siswa yang tak menganggapku ada di depan kelas”  Sepulang mengajar aku benar-benar frustasi. Ternyata sulit menjadi guru. Mengondisikan siswa saja aku tak bisa. Hari-hari penuh derita pun aku jalani saja. Masuk kelas – menyampaikan materi – dicuekin murid – memberikan tugas – pulang. Begitu seterusnya, tiap hari, tiap bulan.  Sampai akhirnya ada seorang muridku yang nyeletuk “Bisa ngajar nggak Pak!”. Kata-katanya walau terdiri atas beberapa kata saja, menukik dan menancap dalam hatiku. Ia membuatku sakit.  Salah satu yang membuatku kesulitan dalam mengajar adalah keterampilanku dalam berbicara. Aku sendiri adalah orang yang introvert dan jarang berbicara di depan umum. Padahal profesi guru mengharuskanku memiliki keterampilan itu.  Ada satu kisah yang menunjukkan bahwa berbicara adalah kelemahanku. Saat kuliah semester 5 ada pembelajaran bernama retorika, pembelajaran yang melatih untuk berbicara. Mungkin salah satu mata kuliah dasar menjadi guru. Bahwa guru memang dituntut menguasai itu. Namun karena dasarnya kurang berminat, maka tidak pernah memperhatikan saat kuliah berlangsung.  Permasalahan timbul saat ujian praktik berbicara di depan kelas dilihat oleh dosen dan mahasiswa lain. Aku tak bisa berbicara apa-apa, waktu 5 menit untuk aku bicara hanya terucap “Assalamualaikum…” selebihnya adalah diam, dan mencoba merangkai kata namun selalu gagal. Alhasil, nilaiku D di mata kuliah retorika, itu artinya harus mengulang lagi tahun depan.  Dan itu terjadi lagi saat aku menjadi guru. Kadang ada rasa menyesal, mengapa dulu waktu kuliah tidak benar-benar belajar. Ah rasanya ingin kembali ke masa-masa itu. Ingin benar-benar memperhatikan dosen, membaca buku tentang berbicara. Aku tak mau lagi terlihat tidak profesional di depan anak-anak. Gagap bahkan terlihat tidak bisa menguasai kelas.  “Apa bisa ya kemampuan berbicara itu ditingkatkan?” tanyaku pada salah satu teman.  “Bisa kok, coba deh Kamu tonton film The King Speech”  Film The King’s Speech bercerita tentang Duke of York (raja George VI) yang menggantikan ayahnya raja George V. Sebagai pimpinan tertinggi ia harus sering berbicara dengan rakyat atau bawahannya baik dengan pertemuan langsung ataupun pidato.Masalahnya adalah ketika berbicara ia gagap, gugup dan selalu mandi keringat.  Menonton adegan awal saja sudah membuatku tersenyum. Seperti layaknya diriku yang mengajar di depan kelas. Melihat hal tersebut banyak cara ia lakukan agar ia bisa terampil berbicara, mengundang dokter hingga psikiater profesional. Berbagai metode dari dokter dan psikiater tersebut tak mempan. Ia masih gagap. Sampai adegan ini aku mengiyakan apa yang aku pikirkan sebelumnya “Nah bener kan, nggak bisa keterampilan berbicara itu ditumbuhkan. Bawaan lahir”.  Film terus berlanjut.  Akhirnya istrinya membawa Lionel Logue seorang psikiater yang sebenarnya tidak memiliki sertifikat psikiater. Lionel sebenarnya adalah seorang aktor yang sudah tak laku, ia membuka praktek terapi bicara untuk tentara Inggris pada perang dunia I. Dengan terapi yang Lionel berikan secara berkala, Duck of York mampu mengatasi kegagapan dalam berbicara.  Aku mulai menyadari bahwa kemampuan berbicara bisa ditumbuhkan, yaitu dengan latihan- latihan. Selanjutnya aku merancang program latihan berbicara yaitu menggunakan media Facebook dan Youtube. Dua media tersebut aku gunakan untuk mengunggah video-video latihan berbicaraku. Jadi konsep videonya adalah sebagai pembicara aku akan berbicara apa saja selama 10 menit di depan kamera, tanpa dipotong, tanpa jeda, nge-roll berbicara selama 10 menit. Di akhir aku akan melihat bagaimana caraku berbicara, dari keefektifan kalimat, pemilihan diksi hingga gayaku berbicara. Kemudian aku unggah ke facebook dan youtube untuk mendapat umpan balik dari penonton videoku.  Umpan balik itulah yang menjadi catatanku dan akan aku gunakan sebagai acuan untuk perbaikan caraku berbicara di video episode berikutnya.Berkat acara itu pulalah aku mulai sedikit bisa berbicara, tidak gagap dan gemetar lagi kalau di depan kelas.  Dari cerita ini, point utamanya adalah belajar. Belajar yang bukan sekadar belajar. Kenapa bukan sekadar belajar? Karena belajar selama ini juga banyak salah kaprahnya. Di antaranya adalah :  1. Guru cuma belajar kalau dia dapat insentif, motivasinya eksternal.  https://www.facebook.com/watch/?v=1689909134642453  2. Guru cuman bisa belajar dari pakar atau ahli  https://www.facebook.com/watch/?v=1690357227930977  3. Guru cuma belajar cara/resep https://www.facebook.com/KampusGuruCikal/videos/1691003331199700/ 4. Guru belajar tidak butuh waktu lama  https://www.facebook.com/watch/?v=1691985334434833  5. Guru bisa belajar sendirian  https://www.facebook.com/KampusGuruCikal/videos/vl.139859363198931/1691985334434833/ Di Kampus Guru Cikal, kami menyebutnya untuk melawan miskonsepsi … Read more

Literasi di Kelas Matematika?

Bagaimana sih penerapan literasi di kelas Matematika? Yuk simak liputan Temu Pendidik Daring KGB Semarang berikut ini. Ika RizqiyaSaya perkenalkan Narasumber kita kali ini ya. Beliau Pak Teguh, Alumni Unnes. Sekarang beliau merupakan seorang Guru di SDIT Bina Insani. Pengalaman beliau luar biasa sudah mengajar 8 tahun. Domisili di Tembalang dan alhamdulillah sudah dikarunia 3 anak. Ika RizqiyaSilakan Pak Teguh bisa membagikan ilmunya tentang tema diskusi kita malam ini Teguh PrasetyoBapak Ibu semua luar biasa, baru saya temui komunitas yang spirit belajarnya sekuat ini. Tanpa surat tugas, tanpa uang perjalanan dinas, dan tanpa paksaan dari pimpinan sekolah. Merdeka Belajar. Kata literasi sangat familiar sekali baik di media online maupun di pertemuan diskusi guru di beberapa tempat.  Literasi seringkali dikaitkan dengan tuntutan zaman di abad 21. Yang mana kita diberi tanggung jawab untuk mengondisikan peserta didik kita memiliki 4C. Teguh PrasetyoLalu dimanakah posisi matematika? “Mathematics is the queen as well as the servant of all sciences” Matematika adalah ratu sekaligus pelayan semua ilmu pengetahuan. Matematika itu punya landasan, pondasi untuk dirinya sendiri, dan di sisi lain matematika juga membantu disiplin ilmu lainnya untuk semakin berkembang. Baik dalam riset dan penelitian kuantitatif disiplin ilmu lainnya, maupun terkait data dan statistiknya.Matematika memiliki simbol-simbol angka, matematika itu kumpulan konsep. Yang sering kali simbol dan konsep matematika muncul dalam tulisan/ berita di surat kabar. Ika RizqiyaMenarik Pak materinya, waktu zaman kecil dulu sampai sekarang paling malas belajar matematika, berharap semoga kemalasan saya ini tidak tertular pada anak-anak dengan penyampaian matematika yang menarik dan tidak membosankan, anak-anak bakal tertarik seperti kata pak Teguh “Mathematics is the queen as well as the servant of all sciences” Pentingnya Literasi Numerasi Teguh PrasetyoDi surat kabar kita sering mendapati tabel, grafik, prosentase yang mengandung makna.  Dan disinilah literasi numerasi di kelas matematika dibutuhkan. Apa jadinya jika murid kita katakanlah kelas 6, belum kenal cara membaca tabel, belum tahu arti perubahan diagram batang. Mereka tidak bisa bertahan dalam dinamika informasi zaman dan teknologi. Bahkan kita sebagai guru perlu belajar lebih cepat tentang apa itu 6 literasi dasar. Untuk menunjang kecakapan di abad 21. Dikabarkan Indonesia akan mengalami “bonus demografi”. Banyaknya usia produktif, dan mereka adalah murid kita yang saat ini masih duduk manis  (jika gurunya cool). Duduk bolak balik kesamaan kemari jika gurunya kreatif dan inovatif. Masa depan mereka ada di tangan bapak ibu sekalian. Pembelajaran matematika pun menjadi menarik untuk diperbincangkan. Pemerintah telah menyelaraskan desain pembelajaran matematika terhadap kebutuhan ke arah skill abad 21 melalui kurikulum 2013 (tematik). Ika RizqiyaMateri pembukanya sangat menarik agar teman KGB semakin semangat dan penasaran. Materi pembuka diskusi mungkin sampai sini dulu. kayaknya teman-teman KGB sudah tak sabar bertanya. Teguh PrasetyoAda beberapa hal yang perlu kita tekankan dalam mengajarkan matematika. Matematika berhubungan dengan konsep materi, konteks masalah, dan konten. Murid akan mudah menyelesaikan soal manakala paham akan konsep, paham bahasa yang ada dalam soal (tahu maksudnya) dan tertantang/ tertarik menyelesaikannya. Dalam memberikan soal kita perlu bertahap. Mulai dari konsep yang mudah dahulu, sedang, dan perlu berfikir beberapa tahap. Contoh Penerapan Literasi di Matematika Ika RizqiyaMungkin bisa dikasih contoh yang pernah Pak Teguh terapkan. Teguh PrasetyoPerlunya literasi adalah murid punya pemahaman tentang konten kosakata yang ada dalam soal tersebut. Mati artinya berkurang, membeli lagi artinya bertambah. Contoh literasi di matematika yang saya terapkan tentang perkalian, langkahnya: Beri tahu judul materi Kebermanfaatannya dalam kehidupan sehari hari Berikan contoh implementasi materi Masuk ke materi Misal begini ya, anak-anak  (kelas 2 SD) hari ini pak teguh akan mengajak kalian bermain. Tapi tidak sembarang bermain kita di sana akan belajar. Anak: di sana mana?Saya: ada deh, tempatnya asik, sejuk.Kita hari ini akan belajar perkalian, mudah sekali. Cukup menambah berulang.Anak: tapi aku belum hafal perkalian pak.Saya: oh tidak papa, yang penting ikut bermain dan ikuti instruksi pak guru Kita ajak mereka ke suatu objek yang dapat mengantarkan materi pada konteks benda konkret yang bisa dikalikan.  Untuk pembelajaran matematika kita bisa mendekatkan murid pada objek konkret. Atau benda yang konkret yang kita dekatkan pada murid. Apalagi kalo objeknya makanan, saya pernah menerapkan dengan kacang atom. Setelah pembelajaran saya nyatakan selesai, mereka boleh makan sepuasnya, asal tidak berebut. Arti Literasi WiwinJika kita mengajarkan anak-anak  matematika yang bentuknya soal cerita apakah itu sudah termasuk literasi? Contoh:  Tentang hitung campur. Maya mempunyai 5 ekor ikan kemudian mati 3 lalu ia membeli lagi 15 ekor ikan. Berapa seluruhnya? ( Ini soal blum HOTs ya). Seperti yang tadi pak teguh paparkan ada anak yang belum bisa menghafal perkalian. Jika guru meminta anak menuliskan kembali semacam refleksi apakah itu jg termasuk literasinya pak? Teguh PrasetyoYa literasi itu artinya bagaimana kita menjadikan yang kita pahami sebagai bekal untuk memecahkan problem. Literat. Literasi (melek) memahami konteks pembicaraan, memahami esensi informasi, untuk memecahkan masalah yang kita hadapi. Kekeliruan pengajaran matematika adalah kita menghafal rumus tanpa paham konsep. Misal Masalah kita orang dewasa, kita mau ke luar kota besok siang tapi naik kereta ke Surabaya. Apa yang kita lakukan? Orang yang tidak literat dia akan datang ke stasiun, kemudian bertanya pada bagian tiket. Saya mau ke Surabaya, besok siang, apakah ada kereta kesana? Tapi jawaban petugas adalah tidak ada, atau ada tapi sudah habis. Ada tapi uang anda tidak cukup. UN menjadi horor manakala kemampuan literasi (melek kalimat cerita, melek konsep, melek operasi hitung matematika kurang dimatangkan) Oleh karena itu perlu dipahamkan secara berangsur-angsur tentang konten matematika (paham konsep, tahu objek yang diperhitungkan, masalah dan keputusan yang perlu diambil bila soalnya penalaran). Kolaborasi sifatnya pengulangan materi. Berlatih untuk Meningkatkan Kompetensi AhyuniKetika anak konsep sudah memahami, tetapi waktu untuk mengerjakan soal mereka itu butuh waktu yang lama dalam menyelesaikan hitungannya. Apa yang harus kita lakukan pak? Teguh PrasetyoYang kita lakukan adalah melatih kecepatan dengan banyak latihan, misal: anak-anak, pak teguh kasih kertas kecil (F4 dibagi 4). Lihat ada 10 soal perkalian. Dalam waktu 5 menit siapa yang berhasil mengumpulkan dengan hasil yang tepat. 28 murid kita bagi dalam waktu yang sama. Kita jelaskan ini latihan kecepatan, yang sudah segera taruh di meja pak guru. Hitung. Setelah hitungan 3 baru boleh dikerjakan, satu, dua, Siap, Tii, belum. Tiiii ga. Ika RizqiyaTernyata ada prasyaratnya … Read more

Menanggapi Fenomena Kecanduan Game

Nunung Pada Temu Pendidik Daring KGB Semarang kali ini, kita akan belajar ilmu yang pasti asyik dan menarik yaitu tentang “Board Game” bersama narasumber yang super sekali. Beliau adalah Bapak Anggayudha AR, atau kerap disapa dengan Pak Aye Anggayudha Malam ini kita akan banyak berdiskusi. Alih alih penyampaian materi searah. Ngomong ngomong soal game, apa pendapat teman-teman guru tentang berita berikut ini: Kecanduan Game Online, 3 Pelajar di Aceh Bobol SekolahBanda Aceh – Tiga pelajar di Aceh Tengah, Aceh, nekat membobol sekolah SMK 2 Takengon karena kecanduan game online. Aksi ketiganya terekam kamera CCTV. “Mereka membobol sekolah dan mengambil uang Rp 3 juta di dalam laci. Mereka menghabiskan uang itu ke warnet,” kata Kasat Reskrim Polres Aceh Tengah Iptu Agus Riwanto Diputra saat dimintai konfirmasi detikcom, Rabu (20/2/2019). Aksi pencurian dilakukan ketiga pelaku yang berusia 15 tahun dan 16 tahun pada Sabtu 16 Februari sekitar pukul 23.56 WIB. Para pelaku masuk ke ruang dewan guru dengan merusak pintu menggunakan obeng. Setelah berhasil membobol pintu, mereka mengambil uang di dalam laci. Sebelum kabur, para pelaku juga sempat merusak kamera CCTV. Namun aksi mereka terekam kamera pengintai tersebut. Sehari berselang, petugas kebersihan melaporkan aksi pencurian ke pihak sekolah. Saksi saat itu melihat pintu sekolah dalam keadaan rusak dan terbuka. “Setelah dicek oleh pihak sekolah, uang dalam dompet yang ditaruh di laci sudah hilang. CCTV di ruangan tersebut juga hilang,” jelas Agus. Aksi pencurian itu kemudian dilapor ke Polsek Pegasing. Polisi turun tangan melakukan penyelidikan dan memburu para pelaku. Ketiga pelaku akhirnya ditangkap di lokasi terpisah Selasa (19/2) kemarin sekitar pukul 18.30 WIB. “Kami akan melakukan koordinasi dengan Bapas (Balai Pemasyarakatan) untuk memproses mereka,” ujarnya.(agse/aan) https://news.detik.com/berita/d-4435948/kecanduan-game-online-3-pelajar-di-aceh-bobol-sekolah Apa yang ada dalam benak bapak ibu ketika membaca artikel singkat tersebut? Silakan disampaikan dalam grup ini. Erna Sugiarti Sedih atas tindakan yang akhirnya dipilih anak-anak tersebut. Kembali lagi pasti hal-hal demikian terjadi bukan tanpa sebab ya pak. Game identik dengan kecanduan, nah kalau kurang bisa merefleksikan, apalagi ditambah tekanan yang dihadapi siswa entah di sekolah entah di luar sekolah, akhirnya terhanyut, dan akhirnya seperti itu. Anggayudha Jadi sebenarnya menurut Bu Erna tidak ada yang salah dengan gamenya ya? Anggayudha  Jadi sebenarnya sepakat ya bahwa game itu seperti obat. Kalau digunakan dengan dosis yang tepat bisa bermanfaat. Tapi kalau kebanyakan malah jadi mudarat (keburukan). Miwahyudi Di berita ini mereka disebut pelaku, kalau menurut pandangan saya sebenarnya mereka merupakan korban kurangnya kontrol teknologi baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Anggayudha  Apa saja manfaat bermain game? Setiap orang pasti punya pendapat nya. Tapi Paling tidak ini adalah 5 manfaat bermain game, khususnya board game bagi saya. Simak videonya di sini Lalu tinggalkan komentar ya: Lalu bagaimana cara kita memanfaatkan board game untuk pengajaran? Bagaimana cara memilih board game yang tepat? Jawaban sederhana dari kedua pertanyaan tersebut adalah: gunakan board game yang relevan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Jadi pertama-tama kita perlu mengidentifikasi terlebih dahulu: setelah selesai dari sesi pembelajaran, kita ingin siswa menjadi seperti apa? Keahlian/pengetahuan apa yang ingin kita tumbuhkan dalam diri siswa setelah belajar bersama kita? Kedua, kita bisa buat daftar permainan papan yang sudah pernah kita mainkan, lalu identifikasi kira kira jika memainkan permainan itu, keahlian/pengetahuan apa yang bisa kita dapatkan? Ketiga, jika sudah, kita bisa coba cari tahu apakah tujuan pembelajaran sejalan dengan tujuan permainan? Kalaupun kurang cocok, pikirkan: bagian mana dalam permainan yang dapat kita modifikasi agar bisa mencapai tujuan pembelajaran? Kalau masih bingung dengan tahap ketiga, silakan baca tulisan lengkap cara merancang model permainan untuk pengajaran di blog saya di http://educafamilia.com/2019/01/15/merancang-model-pembelajaran-berbasis-permainan/ Contohnya: misalkan saya ingin mengajarkan materi kimia tentang pereaksi pembatas. Tahap 1: tentukan tujuan pembelajaran Saya menetapkan tujuan pembelajaran saya adalah siswa bisa menentukan pereaksi pembatas dari suatu reaksi kimia. Tahap 2: identifikasi daftar permainan yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan tersebut Ini adalah daftar permainan yang menurut saya relevan dengan tujuan tersebut: 1. Yacthzee: mekanisme mengumpulkan resource 2. Monopoli: mekanisme membeli kartu dengan uang 3. Yu-Gi-Oh!: mekanisme menggabungkan kartu untuk mendapatkan kartu lainnya 4. King of Tokyo: jenis dadu yang berbeda-beda Tahap 3: penyesuaian Saya coba sesuaikan mekanisme permainannya. Saya hanya mengambil sebagian mekanisme dari permainan tersebut. Dan akhirnya dari semua tahapan tersebut saya membuat sebuah permainan sederhana untuk mengajarkan konsep pereaksi pembatas. Bagi yang penasaran bagaimana cara bermainnya bisa cek tulisan saya di  http://educafamilia.com/2019/02/13/mekanika-permainan-03-pilih-dadu/ Tapi ngomong-ngomong, contoh yang saya sampaikan tadi terkesan kompleks sih. Mungkin karena memang materi ajarnya yang agak kompleks. Kalau materi yang diajarkan sederhana tentu model board game yang digunakan juga lebih sederhana. Seperti yang dicontohkan oleh salah satu guru KGB. Ia ingin mengenalkan konsep hewan yang halal dan haram dimakan kepada murid TK.  Tujuannya: murid tau hewan yang halal dan haram dimakan Board Game Yang kira-kira relevant: catur Penyesuaian: bidak catur diganti dengan mainnya hewan-hewan. Cara bermainnya dimodifikasi. Murid diminta meletakkan hewan yang menurutnya haram di petak hitam, hewan yang menurutnya halal dimakan diletakkan di bidak putih. Mudah kan? Nah begitulah menurut saya kira kira tahapan yang bisa kita lalui untuk memanfaatkan board game sebagai media ajar. Selebihnya saya kembalikan ke bu moderator. Nunung Baiklah Pak Aye, seru sekali ya pastinya Kalau kita implementasikan di kelas. Anak-anak jadi belajar tentang aturan, integritas, melatih kemampuan, dan pastinya senang sekali, tidak sadar kalau mereka sedang belajar materi. SESI TANYA JAWAB Erna Sugiarti Materinya menarik sekali pak. Saya membayangkan antusiasnya anak-anak belajar bisa sambil game, selama ini lebih sering game jadi pengantar atau sekadar pengisi waktu luang anak-anak. Sayangnya, referensi daftar board game saya tampaknya masih sangat terbatas. Boleh beri referensi board game pak? pembelajaran anak kelas 1 SD khususnya, atau boleh juga untuk semua jenjang 🙏 Kedua, bagaimana tips melakukan de-brief/refleksi pak? Anggayudha  Ada beberapa permainan Bu. Tergantung tujuannya apa. Yang pernah saya mainkan sih bermain fundora, bisa dilihat di. Atau boleh coba permainan cocoklogi, saya coba modifikasi dari permainan kartu SET. Setiya Saya pernah membuat broad game dengan ular tangga dan monopoli yang saya padukan pak. Anak-anak malah pengen terus dan menagih bermain terus pada hari selanjutnya pak. Apakah itu efek baik pak? Saya setuju dengan Bu Erna, kita butuh referensi untuk membuat board game … Read more