Menuju Kolaborasi #PendidikanUntukSemua

Dalam pelaksanaan program Pengembangan Murid Disabilitas di Jawa Tengah dan DIY, butuh beberapa pihak untuk membuat program tersebut berjalan baik. Selain perguruan tinggi sebagai lembaga yang akan menerima murid penyandang disabilitas, butuh pihak sebagai sistem pendukung murid disabilitas tersebut, yaitu sekolah, guru dan orangtua. Oleh karena itulah langkah berikutnya yang kami lakukan adalah melakukan audiensi kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah dan Kementrian Agama Kanwil Jawa Tengah. Dalam audiensi tersebut, kami juga bertemu dengan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen. Beruntunglah kami, karena Jawa Tengah sedang membangun diri menjadi pioner pendidikan inklusi di Indonesia. Sebulan sebelum kami mengajak bekerjasama, ternyata sudah ada pertemuan yang dilakukan oleh pemerintah Provinisi Jawa Tengah berkaitan dengan inklusi. Artikel bisa dibaca di sinihttps://jatengprov.go.id/publik/sekolah-inklusi-dorong-abk-tak-minder-bersosialisasi/ “Saya ingin Jawa Tengah yang menjadi pionir tumbuhnya pendidikan inklusi. Kami ingin mendorong bahwa Jawa Tengah peduli dan tidak membeda-bedakan antara anak yang berkebutuhan khusus dan anak-anak yang normal,” ucap Gus Yasin dalam pertemuan tersebut. Gus Yasin juga menceritakan anak keduanya yang bersekolah di sekolah inklusi di sebuah sekolah di Rembang, terlihat berbeda dalam bersikap. Lebih peduli dan berjiwa sosial. Apa yang menjadi mimpi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejalan dengan misi program Pendidikan Murid Disabilitas. Mimpinya sama-sama mencipttakan ekosistem pendidikan untuk semua. Sehingga apa yang Kampus Guru Cikal presentasikan di depan 3 pihak, langsung disepakati untuk dijalankan bersama. “Bagaimana kalau kegiatan tersebut kita laksanakan di Balai Pengembangan Pendidikan Khusus, karena kami memiliki gedung BP-Diksus di Jalan Elang. Sehingga kegiatan 3 acara tersebut bisa dilaksanakan di satu tempat. Lebih efisien.” Ungkap Dr. Padmaningrum, kepala bidang Pembinaan Pendidikan Khusus (Diksus) Dindikbud Jawa Tengah. Setelah berpamitan dengan Wakil Gubernur dan Kabid Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Jawa Tengah, akhirnya tim Kampus Guru Cikal dan tim Bidang Pendidikan Khusus Dindikbud menuju lokasi. Gedung yang berjejeran dengan SLBN Semarang ini sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Ada beberapa kamar dan aula untuk pertemuan. Pertemuan dengan berbagai pihak, dari perguruan tinggi hingga dinas yang terkait semata-mata untuk mewujudkan pendidikan inklusi. Harapannya dengan adanya murid-murid disabilitas yang menempuh hingga perguruan tinggi, bisa menjadi bukti, menjadi penyemangat bagi semua pelaku pendidikan, baik orangtua, guru bahwa murid disabilitas pun punya potensi dan harus diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi.

Membangun Madrasah Inklusi – Guru Belajar Pekalongan

“Anak gila kok diterima di sekolah,” Kata-kata teror melalui SMS ini kami terima pada tahun 2012 di awal-awal tahun perjuangan membangun sekolah/madrasah inklusi.  Guru Niam, Kepala Madrasah akan bercerita bagaimana ia jatuh bangun membangun madrasah inklusi. Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk membangun sekolah inklusi? Mengapa perlu menjadi sekolah inklusi? Yuk temukan jawabanya dalam Temu Pendidik Mingguan ke-23 Komunitas Guru Belajar Pekalongan “Membangun Madrasah Inklusi” Anifah  Assalamualaikum, selamat malam Bapak Ibu. Apa kabarnya hari ini? Yuk yang jauh mendekat, yang dekat merapat. Bahagia rasanya dapat menyapa guru-guru luar biasa malam ini, guru-guru yang memiliki semangat tinggi untuk terus belajar. Perkenalkan nama saya Anif dari KGB Pekalongan. Malam ini akan berperan sebagai moderator diskusi. Jangan lupa siapkan tenaga lebih dan cemilan untuk menyimak materi kece malam ini. Tema diskusi kita kali ini yaitu Membangun Madrasah Inklusi Bersama Pak Niamil Hida dari MI Kranji 1 Kedungwuni M. Niamil Hida Perkenalkan Nama saya Muhammad Niamil Hida biasa dipanggil Niam atau Hida. Pada kali ini saya akan sharing pengalaman proses merintis dan menumbuhkan madrasah Inklusi di MI Kranji 1 Kedungwuni Pekalongan Muhammad Niamil Hida Materi: “Anak gila kok diterima di sekolah,” kata-kata teror melalui SMS ini kami terima pada tahun 2012 di awal-awal tahun perjuangan membangun sekolah/madrasah inklusi. MI Walisongo Kranji 01 Pekalongan pada awalnya adalah sekolah/madrasah biasa seperti pada umumnya, sekolah/madrasah setingkat SD yang di bawah Kementrerian Agama. Awal mula munculnya ide menerapkan sistem inklusi karena keresahan beberapa guru melihat anak yang kami duga termasuk berkebutuhan khusus di sekitar sekolah tidak dapat kesempatan belajar yang baik, jikapun diterima di SD/MI hampir bisa dipastikan tidak mendapatkan pelayanan yang layak. “Terus anak-anak spesial ini tanggung jawab siapa?” Kata-kata itu yang akhirnya membuat tekad kami semua untuk memulai langkah awal menerima anak terindikasi berkebutuhan khusus di MI kami dengan modal “nekat”. Modal tekad dan nekat memang kata yang pas untuk menggambarkan kondisi saat itu saat memulai merintis madrasah inklusi. Banyak sekali tantangan yang harus dilalui baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dilihat dari faktor internal kondisi guru-guru di MI Kranji 01 tidak ada satupun dari jurusan yang berkompeten dalam penangan ABK, bahkan mayoritas guru di MI Kranji 01 adalah dari lulusan PAI (Pendidikan Agama Islam) dan beberapa bukan jurusan pendidikan. Faktor internal lain yaitu kondisi sarana prasarana yang belum memenuhi dan belum ideal. Faktor eksternal juga sangat mempengaruhi tingkat tantangan dalam upaya menerapkan madarasah inklusi saat itu. Pada tahun 2012, di Kementerian Agama belum ada peraturan yang mengatur tentang pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Di tahun berikutnya ada MI Kranji seperti mendapat angin segar karena Kementerian Agama mengeluarkan PMA No. 90 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pendidikan madrasah, yang di salah satu pasalnya menyebutkan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, tepatnya pada pasal 14 ayat 6 yang berbunyi “MI wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkebutuhan khusus”. Dengan modal peraturan ini kami menjadi lebih yakin bahwa madrasah juga mendapat dukungan yang baik dari pemerintah.Membangun kesadaran lingkungan sekolah akan pentingnya pendidikan inklusi di daerah yang sangat minim informasi tentang inklusi menjadi hal penting, stempel jelek masih banyak diterima anak berkebutuhan khusus, anak autis dianggap gila, anak ADHD dianggap tidak layak belajar bareng sebayanya di sekolah karena sering mengganggu. Melihat hambatan atau tantangan memang perlu untuk menyiapkan aksi apa yang pas untuk menjawab tantangan-tantangan. Seperti tantangan untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya sistem inklusi kepada masyarakat, dan tugas sekolah/madrasah adalah memberikan edukasi dan bukti. Usaha untuk memberikan edukasi dan bukti kami lakukan melalui tindakan P3K, bukan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, tetapi P3K yang kepanjangannya : Program Solutif, Pembelajaran Efektif, Promosi Simpatik dan Komitmen Energik. 1. Program Solutif Program-program yang didesain berusaha memberikan solusi atas permasalahan- permasalahan yang muncul di sekolah, seperti masalah kesempatan yang sama dalam berekspresi; sekolah/madrasah memberikan kesempatan kepada semua murid untuk tampil sebagai pengibar bendera, walau tubuh mereka sangat mencolok berbeda. Memberikan anak berkebutuhan khusus juga ikut berperan tentunya disesuaikan dengan potensinya. Tidak hanya itu, juga memberikan kesempatan anak kelas 1 MI untuk tampil dengan menjadi petugas upacara. Contoh-contoh program lain seperti parenting untuk memanusiakan hubungan dengan wali murid, program tentang pemahaman toleransi dengan hari tanpa seragam dan lain sebagainya. 2. Pembelajaran Efektif Belajar efektif yang kami percaya bukan sekadar mahir menjawab soal, tetapi belajar yang mendekatkan dengan realita kehidupan sehari-hari, seperti belajar tentang perpindahan panas dengan memasak dan latihan menyetrika baju, belajar perubahan zat benda dengan mencuci baju dan lain sebagainya. Jika murid didekatkan dengan hal yang bukan abstrak akan mempermudah pemahaman, salah satunya kehadiran anak berkebutuhan khusus sangat membatu guru mendekatkan realita ketika membahas toleransi, mencegah terjadinya bulliying dengan buddy system dan lain sebagainya. 3. Promosi Simpatik Kalau 2 hal di atas adalah usaha untuk memberikan bukti pentingnya pendidikan inklusi, promosi simpatik adalah upaya untuk mengedukasi masyarakat. Promosi yang dilakukan di MI kami saya yakin juga sudah dilakukan oleh sekolah lain, yaitu promosi melalui berbagai hal, seperti menyebar brosur dan promosi melalui media sosial. Cara tersebut bisa efektif jika sekolah kita sudah dipandang, kami sadar akan hal itu, maka yang kami lakukan adalah berbagi ilmu tentang apa yang guru-guru kami miliki kepada guru dan orangtua di sekitar, baik praktik baik maupun kompetensi yang dibutuhkan oleh mereka. Kegiatan promosi simpatik dengan kolaborasi ini sangat efektif untuk mengedukasi masyarakat. 4. Komitmen “Energik” Bagi saya yang terakhir ini faktor penentu keberhasilan dalam usaha meningkatkan sesuatu termasuk membangun madrasah inklusi. Dalam menjalankan 3 usaha sebelumnya pasti muncul beberapa masalah, tanpa komitmen yang kuat tidak mungkin kita bisa bertahan dengan tujuan mulianya, dengan komitmen masalah apapun bisa diminimalisir selama selalu mencari cara untuk menyelesaikan masalah. Untuk menjaga komitmen guru, yang kami lakukan adalah dengan membuat program diskusi rutin dengan program obsesi (obrolan senin santai) di forum inilah kami merefleksi program-program yang sudah dijalankan dan mencari program baru atau memodifikasi program program lama jika dibutuhkan. Melalui refleksi bersama program-program untuk memberikan pelayanan bisa bertumbuh lebih baik, seperti awal menerapkan inklusi program awal hanya klinik baca, akhirnya berkembang dengan PPI (program pembelajaran individual) dan lain sebagainya Melalui cara P3K ini yang di dalamnya ada kegiatan refleksi alhmadulillah sedikit demi sedikit apa yang kami lakukan untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan inklusi menuai hasil. … Read more