Murid Bosan, Ice Breaking Tak Mempan, Muridku Kenapa Ya?

Lia Leonita KGB Depok Setiap murid punya keunikannya masik-masing, dan ruang kelas adalah tempat berkumpulnya karakter unik ini. Terkadang kita sudah berusaha untuk membuat proses pembelajaran menyenangkan, tapi kok masih ada saja siswa yang tidak mau terlibat? masih ada saja siswa yang tetap bosan meski sudah dilakukan ice breaking? Murid saya kenapa ya? Sebelum kita masuk ke materi, saya akan memperkenalkan narasumber kita malam ini. Beliau adalah Ibu Titis Kartikawati. Guru yang mengajar di kelas 5 SDN 09 Sanggau ini mempunyai cara tersendiri dalam memahami karakter murid. Mari kita dengarkan sharing materi dari ibu Titis yang telah 16 tahun menjadi guru. Kepada Ibu Titis, saya persilakan  Titis Kartikawati KGB Sanggau Assalamualaikum, selamat malam teman-teman guru berdaya di seluruh Nusantara!! Apa kabar nih. masih semangat ya? senang dan sangat berterima kasih kepada Kampus Guru Cikal yang mengundang saya untuk berbagi praktik cerdas di TPM malam ini.Pernah punya punya murid yang berkarakter unik dan perlu perhatian khusus tidak? Kalau punya kita diskusi yuk malam ini. Alhamdulillah saya sudah mengajar selama 16 tahun dan sudah mempunyai pengalaman diberi keragaman karakter siswa. dari mulai anak yang karakter pendiam, pemarah, hiperaktif dan lain-lain. Nah saya mempunyai cerita menarik yang mungkin bisa menginspirasi teman-teman semua. dulu ketika saya mengajar di kampung saya mempunyai anak bernama Onal sebut saja seperti itu. Anaknya aktif, sering bikin onar dan kurang sopan. Kadang membuat ribut dan bermain-main di kelas. Kalau saya mengajar dan anak-anak yang lain senang, dia selalu bilang tidak tertarik bahkan pernah mendoakan saya ketika mau ke Jakarta pesawat saya meledak. Ehm rasanya menghadapi dia sangat stres waktu itu. Sering saya berdiskusi dengan teman dan suami saya bagaimana cara menghadapinya. Kata teman-teman saya mereka juga stres menghadapi di Onal ini. Dan mereka memyarankan untuk tidak memperdulikannya. Di cuekin aja bu. Nti juga dia yang akan minta maaf dan baikin ibu kata mereka Tetapi setelah saya renungkan kalau saya ikuti saran mereka nanti tingkah laku Onal akan semakin menjadi. Nah untuk mengatasi hal tersebut saya punya strategi menggunakan Buku Kejujuran (Bujur) Buku ini adalah buku tulis biasa yang saya berikan kepada Onal untuk di tulis permasalahan yang dia hadapi maupun unek-unek yang mungkin sedang memenuhi pikirannya. Bisa juga ditulis apa yang menjadi harapannya terhadap saya selaku gurunya. Saya guru yang terbuka. Tidak mudah tersinggung dengan kritikan karena itu akan menjadi bahan masukan untuk kebaikan saya Lia Leonita KGB Depok Menarik nih bu, lantas bagaimana bujur ini dalam menyelesaikan masalah anak? Titis Kartikawati KGB Sanggau Baiklah… Pertama saya sudah menyiapkan bujur itu untuk setiap siswa. Ketika ada siswa yang bermasalah saya panggil dan saling berdiskusi (hanya berdua) dan tempatnya tidak di kantor. Saya bilang ke murid saya toling kamu isi buku ini dengan tulisan unek-unek atau permasalahan yang sedang kamu hadapi. Kamu bisa cerita sama ibu tentang keluargamu dan harapan kamu terhadap ibu. Nulisnya dirumah saja sambil santai-santai. Singkat cerita, bujur itu sudah diisi sama Onal sebanyak 1 halaman. Dia menceritakan keluarganya. Ternyata dia anak angkat di keluarganya dan dia merasa kurang kasih sayang. Setiap hari tidak diberi uang jajan dan tidak boleh main sepulang sekolah. Aktivitasnya mengurus babi peliharaannya. Mencari umpan, memasaknya dan memberikannya pada babi-babinya (maaf saya mengajar di kampung yang mayoritas non muslim waktu itu). Jadi kesempatan bermain hanya di sekolah dan dia berharap saya menjadi ibu yang lain tidak seperti ibunya yang galak dan suka marah-marah Waktu itu saya sempat menangis membaca tulisannya, saya menyesal sekali sering marah dan menyalahkan Onal serta tidak berusaha memahaminya. Akhirnya saya balas juga tulisannya di buku itu sebanyak 1 halaman juga, seperti berbalas surat. Saya membalasnya dengan meminta maaf sama dia karena selama ini saya kurang memahami dan memperhatikannya. Saya juga berjanji akan menjadi ibu yang tidak galak seperti mamaknya. Tempat curhatnya Akhir cerita kami sudah sepakat untuk menjadi yang terbaik. Dia akan menjadi anak yang baik dan saya akan menjadi guru yang baik Lia Leonita KGB Depok Dari bujur, menjadi sebuah komitmen bersama. kita buka termin pertanyaan ya bu Titis Kartikawati, untuk teman-teman yang mau bertanya, silahkan untuk menyebutkan nama dan asal daerahnya. Pada termin pertama saya buka untuk 3 penanya Tya KGB Kediri Raya Nurul KGB Tulungagung Choifah KGB Jepara Tya KGB Kediri Raya Karakter siswa kan beda ya Bu. Nah buat siswa yang belum mau terbuka bagaimana apalagi baru kenal? Dan bagaimana mengatasi anak yang malas menulis misalnya, dan mempertanyakan buat apa sih Bu begitu. Intinya bagaimana mengatasi penolakan dari siswa tentang program curhat lewat buku itu? Titis Kartikawati KGB Sanggau Di sekolah yang baru saya juga pernah mengalami ini bu. Dia cenderung cuek dan tidak mau menulis bujur. Lalu saya beri pengertian kamu lebih suka cerita secara lisan atau menulis. Kalau secara lisan resikonya nti di dengar kawan-kawan dan guru yang lain. Lalu kita kasih pandangan dan alternatif lain. Nurul KGB Tulungagung Terima kasih. Ide yang super ni dari bu Titis. Dulu saat mengajar di SD dan SMA saya pernah terapkan metode ini dan alhamdulillah memang berhasil. Nah, sekarang saya mengajarnya di TK/RA Bu. Bagaimana ya secara mereka terkadang juga belum bisa memahami perasaan mereka sendiri apalagi menuliskan nya. Kalo diajak main atau ice breaking hanya sesaat saja kadang mau kadang tidak? Titis Kartikawati KGB Sanggau Memang agak susah untuk anak usia RA bu. Karena memang blm bisa menulis. Jadi strategi bujur ini memang untuk anak yang sudah bisa menulis. Tapi menurut saya kalau anak usia RA memang harus banyak diajak bercerita, menggambar emosinya dan kita ajak main. Diajak makan juga mereka akan senang. Intinya memang kita harus berhasil jadi temannnya dulu. Jadi org yang menarik perhatian dan kepercayaannya dulu Nurul KGB Tulungagung Kalo boleh menanggapi nih, misal kan ada tuh anak anak saya yang kalo diberi cerita eh, malah ngantuk padahal saya juga dah bawa boneka dan bersuara aneh aneh seperti binatang gitu heheh… Atau mungkin memang mood nya lagi ga bagus ya. Terima kasih Titis Kartikawati KGB Sanggau Mungkin cari aktifitas lain Bu, bisa kita ajak gantian dia yang bercerita Choifah KGB Jepara Menurut ibu bagaimana cara yang paling tepat menghadapi anak-anak yang butuh perhatian khusus tidur dan tidak peduli apalagi saya mengajar … Read more

Guru Merdeka Belajar, Melakukan Refleksi Terhadap Miskonsepsi Belajar

Pada hari Minggu, 5 Mei 2019 jam 09.00 WIB, Komunitas Guru Belajar (KGB) Depok mengadakan kegiatan Temu Pendidik Daerah Depok ke-14 (TPD Depok #14) bertempat di Space room Perpustakaan Umum Kota Depok. TPD Depok #14 ini memiliki kegiatan inti Nonton Bareng Guru Merdeka Belajar. Kegiatan TPD Depok #14 ini dimoderatori oleh saya sendiri Lia, sebagai salah satu penggerak dari KGB Depok. Kegiatan yang seharusnya dimulai jam 09.00 ternyata baru dimulai pada pukul 09.30 dikarenakan pada jam 09.00 jumlah peserta yang datang baru 4 orang dari 18 orang yang konfirmasi hadir. Setelah menunggu 30 menit akhirnya kegiatan dibuka dengan peserta yang hadir 6 orang. Setelah Kegiatan ini dimulai dengan pembukaan dan kesepakatan bersama supayakegiatan ini berjalan nyaman dan lancer, peserta diminta untuk mengisi daftar hadir online. Meski mengalami keterlambatan acara, tetapi tidak menyurutkan semangat peserta hal ini terlihat saat saya selaku moderator menanyakan “Apa yang Anda pahami tentang Merdeka Belajar?” Walau sebagian peserta ada yang berkata bahwa mereka baru mendengar kata Merdeka Belajar tetapi mereka mau memberikan pandangannya mengenai Merdeka Belajar itu sendiri. Bagi mereka Merdeka Belajar adalah suatu kebebasan untuk guru berekspresi dalam mengajar dan berkembang dalam belajar serta tidak tertuntut administrasi yang berjubel. Masuk ke kegiatan inti yaitu nonton bareng Guru Merdeka Belajar sebuah video Ibu Najelaa Shihab pada Temu Pendidik Nusantara 2016. Selesai menonton moderator melakukan refleksi. Pada pertanyaan pertama, mengenai miskonsepsi pendidikan, peserta antusias menceritakan kondsi yang mereka alami. Salah satunya adalah Bu Levy dari MTsN 1 Depok. Beliau mengatakan bahwa rekan-rekan guru di sekolahnya masih mencari insentif dan sertifikat dalam belajar, padahal belajar adalah kebutuhan kita sebagai guru. Dan pemerintah pun memaksa kita untuk belajar pada yang ahli, sertifikat menjadi bukti bahwa kita mengikuti pelatihan dan sebagai syarat dalam kenaikan pangkat serta jenjang karir guru. Semua peserta menyetujui dan sepakat bahwa menjadi guru merdeka belajar haruslah memiliki komitmen pada tujuan, mandiri terhadap cara belajar dan melakukan refleksi, walaupun menurut Kak Faiz melakukan refleksi bagi seorang guru itu cukup sulit karena terkadang ego kita seperti tidak mau disalahkan ketika kegiatan tidak berjalan sesuai rencana. Disini, semua peserta mau menjadi Guru Merdeka Belajar dan telah membuat komitmennya masing-masing dan akan melakukan perubahan pada kelasnya, salah satunya adalah Bu Pipit yang mengatakan bahwa beliau ingin lebih berkomunikasi dengan siswa-siswanya di TPA, bahwa belajar adalah kebutuhan mereka bukan karena paksaan orang tua, dan mau lebih variatif dalam mengajar sehingga siswa dapat merasakan pula kemerdekaan belajar. Sebelum kegiatan ditutup moderator meminta peserta untuk melakukan posting barengan, dan dilanjutkan dengan kegiatan foto bersama serta ramah-tamah. Pada kegiatan TPD Depok #14 ini peserta membawa makanan sendiri dan saling berbagi dengan peserta yang lain (potluck).