Critical Thinking Skill dalam Pembelajaran Jarak Jauh

Pandemi Covid-19 ini telah memberikan dampak luar biasa kepada kegiatan pembelajaran yang kita jalani. Pembelajaran jarak jauh yang beberapa waktu ini kita jalani pun, tidak lepas dari berbagai permasalahan: (1) tempat belajar murid yang kurang kondusif (2) akses gawai yang tidak memadai (3) kendala konektivitas internet (4) tidak siapnya institusi pendidikan dengan pembelajaran jarak jauh (5) dukungan keluarga dan pihak sekolah terhadap kondisi belajar murid (6) kurangnya kemampuan murid dalam critical thinking skills serta (7) kurang beragamnya sumber belajar yang inspiring. Pada Temu Pendidik Daring KGB Surakarta, Selasa, 07 Juli. 2020, Ibu Rizky Setyaningrum menyampaikan materi mengenai Critical Thinking Skill dalam pembelajaran jarak jauh. Menurut data OECD, 1 dari 9 murid di Indonesia mampu membedakan fakta dan opini berdasar clue implisit dari sumber informasi. Apa artinya? Artinya bimbingan dan bantuan guru sangat penting untuk mengarahkan murid melakukan cara berpikir lebih tinggi (HOTS) dalam PJJ ini. Apa saja poin yang mesti guru perhatikan dalam Pembelajaran Jarak Jauh yang mengarahkan pada Critical Thinking Skills? Mendemostrasikan keterampilan yang akan diajarkan. Menyediakan kesempatan untuk berpikir lebih tinggi (HOTS). Menganjurkan dan mendorong murid untuk bertanya. Pembelajaran dan penilaian lebih berfokus pada pelaksanaan assessment for learning (formatif). Memberikan sumber belajar tambahan yang mengeksplor critical thinking skills. Menyediakan aktivitas ‘guided writing’ dan dorongan untuk berpikir. Memberikan feedback yang memberi contoh critical thinking skills. Lebih focus pada penilaian yang menggabungkan HOTS dan mengevaluasi kerja murid berdasarkan analisis, aplikasi, dan kreasi (penciptaan) daripada penilaian yang bersifat penggalian memori. Meyakinkan murid bahwa tidak ada satu-satunya jawaban yang benar, selama murid memberikan alasan yang valid dalam tugas mereka. Bila murid gagal dalam menunjukkan penguasaan suatu konsep atau keterampilan, guru dapat memberikan kesempatan untuk mencoba kembali dengan memasukkan refleksi yang mendorong murid untuk mempertimbangkan ‘bagaimana’ dan ‘kenapa’. Keterampilan apa saja yang bisa digunakan guru saat membuat worksheet yang mengarah pada critical thinking skills? Mengidentifikasi Fakta dan Opini (identify facts and opinions) Memiliki kemampuan untuk membedakan fakta dan opini adalah hal penting untuk mengembangkan critical thinking skills. Opini bersifat subjective, sementara fakta adalah kebenaran yang dapat dibuktikan.  Contoh fakta: Musim gugur dimulai bulan September. Contoh opini: Musim gugur adalah musim terindah sepanjang tahun. Mencari persamaan dan perbedaan (compare and contrast) Analisis comparatif (mencari persamaan) dan analisis kontras (mencari perbedaan) adalah latihan yang baik untuk mengembangkan critical thinking skills. Contoh: guru dapat meminta murid untuk mencari persamaan dan perbedaan musim semi dan musim gugur. Mensortir dan mengklasifikasi (sort and classify) Mengkategorikan objek berdasar kriteria tertentu juga merupakan latihan yang baik untuk mengembangkan critical thinking skills.  Contoh: guru memberikan murid daftar kota dan atau negara dan meminta mereka untuk mensortir ke dalam kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kriteria-kriteria yang bervariasi.  Membuat prediksi (making predictions) Mintalah murid untuk berhenti sejenak dan membuat prediksi ketika membaca. Keterampilan berpikir ini dapat dipraktikkan dengan memberikan beberapa kalimat kepada murid dan meminta murid untuk memprediksikan apa yang akan terjadi atau meminta murid untuk menuliskan ending nya. Selanjutnya guru meminta murid untuk membagikan prediksi mereka dan mendiskusikan perbedaan pendapat antar murid serta alasan dibalik pendapat mereka. Menduga dan menyimpulkan (inferring & drawing conclusions) Menduga adalah membuat kesimpulan berdasarkan bukti. Contoh: ada sepiring kukis di dapur. Satu-satunya yang masuk ke dapur adalah anjingmu. Kukis-kukis tersebut hilang. Apa menurutmu yang terjadi dan kenapa kamu berpikir demikian? Mempraktikkan keterampilan-keterampilan berpikir tersebut dapat membantu murid mengembangkan kemampuan mereka menganalisis informasi. Berikut ini contoh kegiatan pembelajaran yang melibatkan critical thinking skills untuk materi narrative. Tanya-Jawab Bagaimana tips jitu mengaktifkan siswa saat kita menggunakan hots ini ? (Ibu Yayu Arundina) Ketika seorang murid menjawab, akan saya lempar balik ke teman lainnya untuk setuju/tidak setuju dan alasannya. Lama-lama mereka membuat reasoning dan terciptalah nuansa HOTS. Bagaimana cara ibu membuat critical thinking terasa mudah dijalani bagi murid? (Bapak Dewo Uwo KGB Surakarta) Biasanya, saya tidak akan bilang bahwa ini adalah langkah berpikir tingkat tinggi supaya anak tidak khawatir dan takut. Saya Cuma bilang, bahwa siapa pun boleh berpendapat dan tidak boleh ada teman yang saling mengejek pendapat teman lainnya karena semua jawaban bisa jadi benar asalkan disertai alasan yang masuk akal. Bagaimana mengkomunikasikan pembelajaran HOTS pada ortu? (Ibu Kristijorini KGB Surakarta) Biasanya sih saya hanya menjelaskan materi pada ortu dan siswa dan mempersilakan mereka untuk bertanya. Asalkan mereka mengikuti steps by steps kegiatan pembelajaran, mereka tidak akan terasa bahwa sebenarnya sudah masuk kegiatan yang bersifat critical thinking skills Ingin mengikuti PelatihanMerancang Pembelajaran Jarak Jauh Merdeka Belajar?

Apa Pentingnya Merdeka Belajar?

Apa sih Komunitas Guru Belajar itu?Pada minggu siang, 4 Agustus 2019 Sekitar 30 Pendidik dari Solo Raya berkumpul dalam rangka Temu Pendidik Daerah, Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Guru Belajar Soloraya dengan mengadakan nonton bareng atau nobar video guru merdeka belajar oleh Najelaa Shihab salah satu pendiri Kampus Guru Cikal dan Inisiator Komunitas Guru Belajar di Kecamatan Pasar Kliwon. Acara ini dihadiri para guru, pegiat pendidikan dan akademisi yang dimoderatori oleh Joko Utomo Seberapa Pentingnya Merdeka Belajar? Sebelum acara dimulai, moderator membuka acara dengan menjelaskan tentang profil apa itu komunitas guru belajar dan apa pentingnya merdeka belajar. Beliau menjelaskan bahwa Komunitas guru belajar  merupakan salah satu komunitas yang bertujuan untuk mewadahi para guru dalam belajar bersama – sama. Selama beberapa dekade ini mengenai kompetensi guru dipandang masih kurang visioner disebabkan faktor guru sendiri yang belum bersemangat dalam belajar untuk meningkatkan kualitas dirinya dan guru juga masih berstigma bahwa yang perlu belajar adalah siswanya serta guru masih belajar hanya kepada pakar pendidikan saja. Bahwa sebenarnya guru tidak hanya belajar kepada pakar pendidikan saja akan tetapi bisa belajar dengan sesama rekan guru yang lainnya. Mengenal Komunitas Guru Belajar Misi Komunitas Guru Belajar dalam berbagi praktik cerdas pengajaran dan pendidikan diwujudkan melalui: Temu Pendidik Mingguan melalui aplikasi TelegramTemu Pendidik Daerah baik daring maupun tatap muka.Temu Pendidik Nusantara yang dilaksanakan sekitar bulan Oktober setiap tahun. Komunitas Guru Belajar bertujuan untuk Menegakkan KEMERDEKAAN belajar: membangun guru berkomitmen pada tujuan belajar, mandiri belajar, merefleksikan proses & capaian belajar Mengembangkan KOMPETENSI: mendukung guru mengembangkan potensi diri melalui beragam cara, secara bertahap dan berjenjang Memperluas KOLABORASI: mendukung guru untuk saling berkolaborasi, mengenalkan dengan berbagai kerjasama untuk menerapkan kompetensinya  Mengembangkan KARIER: mendukung guru memilih dan mengembangkan pilihan karier protean Adapun manfaat dari bergabung di dalam Komunitas Guru Belajar adalah; pertama, Mendapatkan kesempatan saling berbagi berbagi praktik pengajaran dan pendidikan yang mutakhir dan terbukti di ruang kelas, Kedua Mendapatkan kesempatan pengembangan kompetensi melalui berbagai macam bentuk kegiatan kanal komunikasi, Ketiga Mendapatkan kesempatan berkolaborasi dengan rekan guru dan komunikasi dari berbagai daerah dengan latar belakang beragam, Keempat Mendapatkan kesempatan mengembangkan karier potensi dengan beragam pilihan peran dan kontribusi. Dan uniknya komunitas ini terbentuk dari para guru yang tergerak hatinya yang peka terhadap  tentang akan pentingnya belajar tentang pentingnya guru untuk menambah skill, ilmu dan lain sebagainya. Kampus Guru Cikal sebagai inisiator memberi dukungan berupa menyediakan fasilitator yang memandu proses pengembangan komunitas, pemandu yang mengelola dan menerbitkan pengetahuan, serta pelatih yang memberikan pelatihan yang dibutuhkan Komunitas Guru Belajar. Kolaborasi Komunitas Guru Belajar dan Kampus Guru Cikal menawarkan jalan lain dalam pengembangan guru untuk perubahan pendidikan Indonesia, jalan yang lebih penuh harapan.  Nonton Bareng Video Guru Merdeka Belajar Sesi berikutnya adalah sesi pemutaran video merdeka belajar. Peserta langsung memfokuskan pandangan ke proyektor layar. Tampak dalam video itu Najelaa Shihab mengenai apa dan mengapa “Merdeka Belajar”. Pada saat kita berbicara merdeka belajar, ibu dan bapak. Saya tuh selalu terbayang anak-anak. Sebagian besar anak Indonesia itu dunianya hanya sebatas ruang kelas, mimpinya hanya terbatas tingginya tangan untuk menjawab gurunya”. Kata bu Najelaa Shihab.  Dalam paparan video itu, terdapat lima miskonsepsi guru belajar disampaikan najelaa, diantaranya guru hanya dapat belajar dari para ahli, guru hanya mau belajar jika ada insentif, sertifikat,dll, dan belajar itu soal kompetisi, bukan kolaborasi. “Permasalahan pendidikan memang sangat kompleks. Untuk mereformasinya pasti butuh waktu dan kesempatan dari berbagai kepentingan”lanjut Najelaa. Refleksi Belajar Para Guru Akhirnya sampai pada menit terakhir, setelah nobar. Para peserta merefleksikan bersama-sama  dengan membagikan kertas kecil kepada para peserta. Dari refleksi peserta, didapati banyak didapati seputar konsep pendidikan dan pentingnya merdeka belajar sendiri.  Baca Juga: Merdeka Belajar Bukan Jargon Lanjut sesi selanjutnya bersama mas catur ayudiono tentang music toys composer. Sebelum acara workshop. Beliau memaparkan tentang materi tentang musik toys. Belia memaparkan bahwa Music yang dikomposisikan sendiri berasal memanfaatkan barang –barang mainan anak yang dikombinasikan dengan mengedit edit setiap bunyi mainan yang dimainkan.  Membuat Musik dengan Mainan “Untuk membuat composer musik dari mainan anak-anak itu sendiri bahan peralatan yang diperlukan yaitu mainan anak, recorder bisa melalui recorder handphone maupun lainnya, kamera handphone, laptop (aplikasi edit foto video  di laptop)” ucap catur Penjelasan  materi dari mas catur ayudiono, peserta tampak antusias melihat menyaksikan video yang ditayangkan mas catur di layar. Peserta begitu antusias bertanya kepada pembicara mengenai, “Hal apa saja yang pertama harus dilakukan dalam composer music dari mainan anak-anak? Bagaimana cara mengkolaborasikan setiap bunyi pada mainan anak-anak”.  Setelah acara materi, pembicara mengajak para peserta membuat  bersama music toys composer dengan memainkan music mainan anak-anak bersama selepas itu  dilanjut foto bersama para peserta. Anda masih penasaran tentang apa itu merdeka belajar? Yuk pelajari Surat Kabar Guru Belajar Edisi 6Unduh GratisKlik:

Benarkah Kita Ingin Anak Mandiri?

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi pribadi yang memiliki kemandirian. Akan tetapi terkadang justru sikap over protektif orang tua dalam mendidik anak menjadikan anak menjadi pribadi yang manja. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kebutuhan anak yang dipenuhi orang tua. Orangtua pasti berdalih ini bentuk kasih sayang. Bagaimana Komunitas Guru Belajar memandang kemandirian anak ini? Selamat malam sahabat Ria di manapun berada, kami dari komunitas guru belajar (KGB) Solo Raya melihat fakta yang sama di lapangan, bahwa terkadang justru over protective kita sebagai orang tua dalam mendidik anak akan menjadikan mereka pribadi yang manja dan jauh dari kemandirian. Tidak ada yang salah sebenarnya, asalkan tidak over (berlebihan). Seperti pada pertemuan di bulan Juni tentang generasi Z dan Alfa, bahwa sebenarnya anak-anak zaman sekarang ini sudah memiliki naluri untuk hidup mandiri. Tetapi kita sebagai orang tua juga tetap harus melatih anak-anak kita menjadi pribadi yang mandiri agar mereka siap menghadapi apapun tantangan hidup saat mereka jauh dari kita. Sehingga kami memandang bahwa kemandirian sangat penting untuk dilatih ke anak-anak. Kapan Kemandirian dilatihkan? Kemandirian sangat penting untuk dilatihkan sejak dini. sejauh mana kita bisa mengetahui bahwa anak-anak sudah mandiri? Apakah ada ciri-ciri yang menunjukkan hal tersebut? Kita bisa mengenali bahwa seorang anak menunjukkan kemandirian berdasarkan beberapa hal. Menurut banyak ahli ada hal-hal yang kasat mata bisa kita lihat sebagai ciri kemandirian anak, antara lain: Kepercayaan pada diri sendiri. Rasa percaya diri, atau dalam kalangan anak muda biasa disebut dengan istilah ‘PD’ ini sengaja ditempatkan sebagai ciri pertama dari sifat kemandirian anak, karena memang rasa percaya diri ini memegang peran penting bagi seseorang, termasuk anak usia dini, dalam bersikap dan bertingkah laku atau dalam beraktivitas sehari-hari. Anak yang memiliki kepercayaan diri lebih berani untuk melakukan sesuatu, menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya sendiri dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang ditimbulkan karena pilihannya. Kepercayaan diri sangat terkait dengan kemandirian anak. Dalam kasus tertentu, anak yang memiliki percaya diri yang tinggi dapat menutupi kekurangan dan kebodohan yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan, sikap percaya diri perlu ditanamkan dan dipupuk sejak awal pada anak usia dini ini. Motivasi intrinsik yang tinggi. Motivasi intrinsik adalah dorongan yang tumbuh dalam diri untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik biasanya lebih kuat dan abadi dibandingkan dengan motivasi ekstrinsik walaupun kedua motivasi ini kadang berkurang, tapi kadang juga bertambah. Kekuatan yang datang dari dalam akan mampu menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang diinginkan. Keingintahuan seseorang yang murni adalah merupakan salah satu contoh motivasi intrinsik. Dengan adanya keingintahuan yang mendalam ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang memungkinkan ia memperoleh apa yang dicita-citakannya. Dengan keinginan dan tekad yang kuat, orang biasanya menjadi lupa waktu, keadaan, dan bahkan lupa diri sendiri. Mampu dan berani menentukan pilihan sendiri. Anak mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam menentukan pilihan sendiri. Misalnya dalam memilih alat bermain atau alat belajar yang akan digunakannya. Kreatif dan inovatif. Kreatif dan inovatif pada anak usia dini merupakan ciri anak yang memiliki kemandirian, seperti dalam melakukan sesuatu atas kehendak sendiri tanpa disuruh oleh orang lain, tidak ketergantungan kepada orang lain dalam melakukan sesuatu, menyukai pada hal-hal baru yang semula dia belum tahu, dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru. Bertanggung jawab menerima konsekuensi yang menyertai pilihannya. Di dalam mengambil keputusan atau pilihan tentu ada konsekuensi yang melekat pada pilihannya. Anak yang mandiri dia bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya apapun yang terjadi tentu saja bagi anak Taman Kanak-kanak tanggung jawab pada taraf yang wajar. Misalnya tidak menangis ketika ia salah mengambil alat mainan, dengan senang hati mengganti dengan alat mainan yang lain yang diinginkannya. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lingkungan sekolah (Taman Kanak-kanak) merupakan lingkungan baru bagi anak-anak. Sering dijumpai anak menangis ketika pertama masuk sekolah karena mereka merasa asing dengan lingkungan di Taman Kanak-kanak bahkan tidak sedikit yang ingin ditunggui oleh orang tuanya ketika anak sedang belajar. Namun, bagi anak yang memiliki kemandirian, dia akan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Tidak ketergantungan kepada orang lain. Anak mandiri selalu ingin mencoba sendiri-sendiri dalam melakukan sesuatu tidak bergantung pada orang lain dan anak tahu kapan waktunya meminta bantuan orang lain, setelah anak berusaha melakukannya sendiri tetapi tidak mampu untuk mendapatkannya, baru anak meminta bantuan orang lain. Seperti mengambil alat mainan yang berada di tempat yang tidak terjangkau oleh anak. Ciri ciri kemandirian anak berkebutuhan khusus ditambah 2 komponen lagi yaitu: Mandiri sehubungan dengan kekhususannya. Mampu menghadapi tantangan sehubungan dengan kekhususannya. Upaya Menumbuhkan dan Menjaga Kemandirian Anak Melihat banyaknya ciri-ciri yang dapat kita lihat tersebut, bagaimana upaya yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan dan menjaga kemandirian anak? Sahabat ria yang berbahagia, untuk mendorong pertumbuhan dan kemandirian anak, Tracy Hogg dan Melinda Blau dalam bukunya “Secrets of the Baby Whisperer for Toddlers” memperkenalkan konsep baru yang disebut dengan HELP (Hold yourself back, Encourage exploration, Limit, and Praise), menjelaskan lebih lanjut bahwa:  Dengan menahan diri kita akan mengumpulkan banyak informasi dengan memperhatikan, mendengarkan, dan menyerap seluruh gambar untuk menentukan apa dan siapa anak kita, sehingga kita dapat mengantisipasi kebutuhan dan memahami bagaimana respon anak tersebut pada lingkungan sekitar. Dengan menahan diri, kita juga dapat mengirimkan sinyal bahwa ia kompeten dan kita mempercayainya anak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Dengan mendorong penjelajahan, kita menunjukkan pada anak bahwa kita percaya pada kemampuannya untuk mengalami apa yang ditawarkan oleh kehidupan yang ia alami, dan kita ingin agar anak kita bereksperimen dengan benda-benda, orang, dan pada akhirnya ide-ide yang baru. Dengan demikian anak akan lebih terdorong untuk melakukan semua tindakan tanpa merasa takut dihantui oleh kita sebagai orang tuanya. Kegiatan membatasi (limit), orang tua mengemukakan dengan benar peran kita sebagai orang dewasa, menjaga anak dalam batas aman, membantunya membuat pilihan yang tepat, dan melindungi anak tersebut dari situasi berbahaya baik secara fisik maupun secara emosional. Dengan memuji (praise), kita mengukuhkan pembelajaran yang telah kita berikan, pertumbuhan, dan perilaku yang bermanfaat bagi anak ketika ia memasuki dunia dan berinteraksi dengan anak-anak dan orang dewasa lainnya. Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang diberikan pujian dengan benar, ia semakin terdorong untuk belajar lebih, dan dapat menikmati kerjasama yang terjalin antara dirinya dengan orang tuanya.  Tips Melatih Kemandirian Anak Pada sesi terakhir ini, … Read more

Apa Peranan Orangtua dalam Mendidik Anak di Era Disrupsi?

Dunia saat ini berada dalam masa peralihan yang begitu dinamis. Perubahan ini lebih familier kita sebut era disrupsi. Banyak hal yang kemarin baru saja berubah, saat ini sudah berubah lagi, dan beberapa saat kemudian perubahan itu semakin tak terbendung. Perubahan tersebut otomatis juga terjadi pada dunia pendidikan. Bagaimana Komunitas Guru Belajar menyikapi hal ini? Yuk simak liputan dari KGB Solo Raya on Air di Ria FM Solo! Sahabat Ria yang berbahagia, perubahan zaman adalah keniscayaan. Disrupsi artinya tergantikannya semua hal dengan yang baru. Termasuk didalamnya juga peran orang tua/ guru dalam mendidik anak. Komunitas Guru Belajar justru hadir untuk menjawab semua hal tersebut. Mengubah paradigma belajar pola lama dengan paradigma baru dan masa depan. Dengan prinsip belajar siapapun bisa menjadi guru dan dimanapun bisa menjadi kelas, kami berusaha memanfaatkan segala hal yang ada saat ini untuk meramu dan merajut masa depan pendidikan. Hal yang paling mudah kita manfaatkan di era disrupsi ini adalah keberadaan internet dan gawai (gadget). Hampir semua orang sudah memiliki akses untuk kedua hal tersebut. Bagian inilah yang juga menjadi perhatian KGB untuk dioptimalkan dalam mendidik anak. Orangtua dan Guru Terhadap Gawai Keberadaan gawai dan internet memang sangat membantu dalam banyak hal. Kita bisa mengakses apapun, dimanapun, dan kapanpun. Disisi lain fenomena yang terjadi di tengah masyarakat, banyak kita jumpai anak yang justru lebih dekat dengan gawai terutama untuk game dari pada dengan orang tuanya sendiri. Apa yang bisa kita lakukan sebagai orangtua/ guru? Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam pemanfaatan gawai dan internet oleh anak-anak kita. KGB mengajak sahabat Ria menyimak pengakuan dari tokoh-tokoh pembuat teknologi dunia dalam memperlakukan anak-anaknya. Bill Gates – Founder of Microsoft Corporation. Beliau tidak memberikan akses (screen time) kepada anaknya hingga anaknya berusia 14 tahun. Hal ini agar anaknya mendapat waktu tidur yang semestinya. Steve Jobs – CEO of Apple Inc. Beliau membatasi screen time pada anaknya. Bahkan menurutnya terlalu banyak mengakses gawai adalah hal yang buruk. Kebiasaan keluarganya adalah makan malam bersama dan diskusi tentang buku dan sejarah. Mark Zuckerberg – CEO of Facebook. Beliau lebih menginginkan anak-anaknya bermain di taman dan melihat indahnya bunga-bunga. Hal ini disebabkan masa kecil hanya sekali dalam hidup, dan saat dewasa mereka tidak bisa mengulanginya. Evan Williams – CEO of Twitter. Beliau menerapkan aturan yang ketat pada anak-anaknya. Bahkan beliau lebih memilih membelikan buku dibanding tablet (gawai). Sahabat ria, dari beberapa pernyataan beberapa tokoh disrupsi tersebut, kita harus bisa belajar bahwa ada batasan akses gawai oleh anak-anak kita. Jangan sampai kita memberikan akses berlebihan dan atau jangan sampai kita justru membiarkan mereka mengakses gawai tanpa kendali. Pola Asuh Orang Tua Sangat menarik saat mendengarkan pengakuan tokoh-tokoh penguasa jagat teknologi saat ini. Mereka justru memperlakukan anak-anaknya seperti orang tua zaman dulu. Mereka justru meminta anak-anaknya untuk bermain, membaca buku, dan tidur yang cukup. Bagaimana KGB melihat hal ini? Sahabat Ria, kami di KGB selalu percaya bahwa pengalaman adalah hal terbaik. Kami menyebutnya sebagai praktik cerdas. Pengakuan tokoh-tokoh tersebut tentu harus kita yakini, karena mereka pembuat dan pasti tahu resiko-resiko gawai dan internet saat diakses oleh anak-anak. Dampak buruk yang ditimbulkan oleh keberadaan gawai dalam pola asuh dan pendidikan anak harus kita antisipasi sedini mungkin. Sebagai orang tua/ guru kita harus bisa memanfaatkan internet dan gawai untuk mendidik anak. Keberadaannya harus kita manfaatkan untuk memperoleh banyak informasi agar tidak salah melangkah. Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan: Batasi akses gawai kepada anak-anak, bahkan jangan sampai mereka mengakses sendiri. Upayakan keberadaan kita (guru/orang tua) pada setiap kegiatan mereka. Arahkan anak untuk gemar membaca buku Pancing kreativitas anak dengan mengeksplor benda-benda sekitar untuk dijadikan mainan atau benda yang lebih bermanfaat Ajak anak berdiskusi tentang hal-hal sederhana. Pancing anak untuk bercerita tentang keseharian dan apa yang mereka rasakan. Ajak mereka bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Beri contoh dengan tidak menggunakan/ batasi penggunakaan gawai ketika berada di dekat anak Ajak anak untuk bebrbicara tentang efek dari gawai sesuai usianya. Kerjasama Pengendalian Penggunaan Gawai Sahabat Ria, upaya pengendalian penggunaan gawai oleh anak, tentu akan menuai hasil optimal jika terjadi kerjasama yang solid antar pihak yang berada di lingkungan sekitar anak. Dalam hal ini orang tua, guru, pengasuh, keluarga lain seperti bibi, paman, kakaek, atau nenek juga perlu sama-sama memiliki satu pemikiran dan bersama-sama berkomitmen untuk menghindarkan anak dari efek kecanduan gawai yang sangat membahayakan anak. Jika kerjasama  ini dapat berjalan baik, maka bukan tidak mungkin anak akan lebih mudah untuk dididik di tengah gencarnya perubahan era disrupsi ini. Manfaat yang dapat dirasakan antara lain 1. Anak lebih dekat dengan keluarga Hal ini dikarenakan banyak waktu anak untuk berinteraksi dengan keluarga  dalam segala aktivitas daripada berada di depan layar gawai. 2. Orang tua lebih mudah membangun kelekatan dengan anak Kelekatan anak dengan orang tua sangat dibutuhkan di tengah derasnya arus disrupsi untuk mencegah efek negative daripadanya. Melalui kelekatan ini peran ortu melalui pendidikan dalam keluarga dapat menanamkan norma kehidupan yang akan menjadi filter bagi anak menghadapi kehidupan.  3. Orang tua akan dan anak akan lebih mudah mengungkapkan pemikiran dan perasaan Tanpa kecanduan gawai baik ortu maupun anak akan lebih mudah menyampaikan pemikiran and perasaan. 4. Terjadi kontak mata dan kontak fisik sebagai arti kasih sayang dalam keluarga Keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam pendidikan awal anak, di mana didalamnya anak akan belajar pola interakasi sosial. Belajar tentang bagaimana proses stimulus dan respon dalam berinteraksi sosial aktivitas non gawai dapat menjadi arena belajar yang sangat baik bagi pertumbuhan sosial anak. 5. Anak lebih konsentrasi dalam belajar sesuai perkembangannya. Anak yang tidak kecanduan gawai tentu akan lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar, memahami tujuan belajarnya, dan tahu apa yang menjadi tugas belajarnya. Sahabat Ria, demikian kompleksnya efek gencarnya perubahan di era disrupsi bagi perkembangan anak. Tentu semua akan menjadi baik jika kita sebagai orang tua, guru, atau orang yang  yang berada di lingkungan sekitar anak turut mengambil bagian dalam upaya menyelematkan anak dari efek negatif gawai.

Memahami Karakter Generasi Z

Banyak orang tua dan atau guru bercerita tentang susahnya mendidik anak-anak usia sekolah saat ini. Sangat berbeda dengan generasi terdahulu. Sebagian menyadari ini sebagai dampak perkembangan zaman, internet, bahkan revolusi industri 4.0, tapi sebagian orang tua atau guru tetap memaksakan untuk mendidik dengan cara yang dulu mereka dapatkan. Apa yang perlu kita pahami dari anak-anak saat ini agar kita sebagai orang tua atau guru bisa menentukan bentuk pendidikan yang tepat? Yuk cek liputan KGB on Air di Ria FM Solo berikut, dengan narasumber Guru Atik Astrini, dan Agus Riyanto dari KGB Solo Raya. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Penguin (2004) didalamnya memuat sebuah teori generasi (Generation Theory) yang dikemukakan Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall. Generasi manusia pasca perang dunia dibedakan 5 generasi manusia berdasarkan tahun kelahirannya, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964; (2) Generasi X, lahir 1965-1980; (3) Generasi Y, lahir 1981-1994, sering disebut generasi millennial; (4) Generasi Z, lahir 1995-2010 (disebut juga iGeneration, GenerasiNet, Generasi Internet). DAN (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025. Menilik dari uraian di atas, maka anak-anak kita yang saat ini duduk di bangku sekolah adalah generasi Z. Generasi Z ini lahir saat internet sudah dapat diakses (di Indonesia akses internet dipegang oleh Indonet tahun 1994). Artinya generasi ini sangat akrab dengan teknologi. Mereka lahir di era digital yang semua hal dapat mereka akses secara mudah. Jika kita berbicara tentang revolusi industri 4.0 yang saat ini gencar, maka generasi ini paling terkena dampaknya. Sehingga kita sebagai guru atau orang tua memang harus mengenali hal ini. Jangan memaksakan untuk mendidik mereka dengan cara pendidikan yang kita terima. Sudah jauh berbeda, sangat berbeda. Karakter Generasi Z Melihat kondisi yang telah diuraikan tadi, bahwasanya generasi Z lebih akrab dengan teknologi dan informasi yang mereka akses melalui internet. Hal ini tentunya memutus jarang, ruang, dan waktu mereka dalam bersosialisasi terhadap orang lain di dunia nyata. Bagaimana sebenarnya karakter mereka? Betul sekali. Banyak sekali waktu mereka habis dengan dunia mereka secara digital. Mereka lebih rela menabung untuk beli kuota internet dibandingkan beli sepatu baru atau baju. Setidaknya ada beberapa karakteristik generasi Z yang perlu kita pahami.  Pertama, Fasih Teknologi , tech-savvy, web-savvy, appfriendly generation. Mereka adalah “generasi digital” yang mahir dan gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer. Mereka dapat mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan cepat, baik untuk kepentingan pendidikan maupun kepentingan hidup kesehariannya. Kedua, Sosial. Mereka sangat intens berinteraksi melalui media sosial dengan semua kalangan. Mereka sangat intens berkomunikasi dan berinteraksi dengan semua kalangan, khususnya dengan teman sebaya melalui berbagai situs jejaring, seperti: FaceBook, twitter, atau melalui SMS. Melalui media ini, mereka bisa mengekspresikan apa yang dirasakan dan dipikirkannya secara spontan. Ketiga, Ekspresif. Mereka cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan Keempat, Multitasking. Mereka terbiasa dengan berbagai aktivitas dalam satu waktu yang bersamaan. Mereka bisa membaca, berbicara, menonton, atau mendengarkan musik dalam waktu yang bersamaan. Mereka menginginkan segala sesuatunya dapat dilakukan dan berjalan serba cepat. Mereka tidak menginginkan hal-hal yang bertele-tele dan berbelit-belit. Kelima, Cepat berpindah dari satu pemikiran/pekerjaan ke pemikiran/pekerjaan lain (fast switcher). Keenam, Senang berbagi. Dari pelbagai karakter ini sebenarnya kita sebagai guru atau orang tua justru dimudahkan dalam hal pendidikan. Kita cukup memfasilitasi dan mengontrol saja dunia mereka. Yang menjadi masalah utama karena mereka jiwa sosialnya cenderung di dunia maya sehingga sedikit bertentangan dengan adat budaya kita sebagai bangsa Indonesia yang terkenal memiliki jiwa gotong royong tinggi dan kadang tidak mengenal tentangga di sekitarnya. Perilaku Generasi Z yang Dikeluhkan Orang Tua dan Guru Generasi Z dengan ciri dan karakternya tersebut sebenarnya justru memudahkan kita dalam pendidikan karena banyak sumber belajar bisa mereka akses. Mengapa justru saat ini banyak orang tua atau guru yang mengeluhkan perilaku mereka? Ada beberapa penyebab mengapa perilaku mereka terutama dalam karakter dan tatakrama yang menjadi keluhan orang tua dan guru dalam mendidik, antara lain: Pertama, kekurang pahaman orang tua atau guru tentang karakteristik anak-anak generasi Z. Kekurangpahaman ini tentu akan berakibat pada pemberian tindakan yang kurang tepat. Orang tua atau guru sadar atau tidak masih saja memaksakana model pendidikan lama. Generasi Z menyukai hal yang baru, dan tidak menyukai banyak aturan. Mereka merasa bahwa segala sesuatu bisa dilakukan secara mudah dan instan, mengapa harus bertele-tele. Hal ini membosankan bagi mereka, tidak menantang untuk dilakukan. Kedua, kesibukan orang tua atau banyaknya kegiatan guru sehingga kadang justru mengekang waktu belajar orang tua atau guru itu sendiri. Padahal sebagai orang tua atau guru, seharusnya kita berpegang teguh bahwa belajar itu sepanjang hayat. Tetapi coba kita lihat di lapangan. Orang tua kadang terlalu sibuk bekerja dan seolah menyepelekan pendidikan anaknya di rumah. Guru dengan pelbagai kegiatannya justru membiaskan kewajibannya sebagai yang digugu lan ditiru untuk terus belajar. Jika demikian dibiarkan maka karakter dan tatakrama anak pasti akan selalu seperti ini. Ketiga, kurangnya komunikasi dan rasa persahabatan antara orang tua dan atau guru dengan anak. Orang tua atau guru kadang masih menempatkan mereka pada posisi yang sederajat lebih tinggi. Memaksa anak generasi Z menghormati sungguh sangat sulit, tetapi dengan sedikit memberikan pengertian dan kedekatan hubungan akan lahirlah kesadaran dalam diri mereka tentang nilai dan karakter untuk menghormati sesama. Jadi orang tua dan guru jangan kaku, jangan konservatif, jangan minta dihormati, dan masih banyak lagi yang justru akan kontradiktif jika dilakukan terhadap generasi Z. Bagaimana Cara Memperlakukan Generasi Z Melihat beberapa penyebab tersebut, tentu kita berpikir bagaimana cara untuk memperlakukan mereka? Apapun mereka harus tetap diberikan pendidikan. Kita sebagai orang tua dan guru juga harus menyadari bahwa pendidikan sejatinya justru menekankan pada pembentukan karakter dan tatakrama sebagai indikator keberhasilannya. Bagaiman pendapat anda? Ada beberapa hal setelah kita memahami uraian-uraian tentang generasi Z tersebut sebagai titik awal dalam menentukan tindakan terbaik. Agar pendidikan yang dilakukan berhasil secara holistik (kognitif, affektif, dan psikomotor). Agar karakter dan tatakrama yang menjadi kebanggan bangsa tetap tertanam dalam jiwa anak-anak generasi Z. Pertama, belajar. Orang tua dan guru harus belajar. Menjaga agar kita semangat dalam belajar coba ikutlah dalam komunitas-komunitas. Salah satunya Komunitas Guru Belajar. Komunitas ini berprinsip bahwa semua orang bisa menjadi murid dan bisa menjadi guru. Semua tempat adalah sekolah, dan semua orang adalah guru. … Read more

Guru Merdeka Belajar, Cukupkah Guru Sekadar Mengikuti Sistem?

Tidak ada komunikasi paling efektif selain pertemuan. Di dalam pertemuan komunikator dan komunikan dapat berkomunikasi secara langsung dengan intensif. Begitu pula dengan Temu Pendidik Sekolah. Temu Pendidik Sekolah adalah salah satu kegiatan dalam Komunitas Guru Belajar yang memfasilitasi para guru untuk dapat sharing segala hal yang dialami selama pembelajaran di sekolah. Kali ini dalam kegiatan Riyadhah Ramadhan, SMP Al-Azhar Syifa Budi bekerja sama dengan Komunitas Guru Belajar Solo Raya mengadakan kegiatan Nonton Bareng Guru Merdeka Belajar. Kegiatan Temu Pendidik Sekolah ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar Syifa Budi Solo selama 3 jam (08.00-11.00). Acara dibuka dengan salam dan perkenalan diri oleh Komunitas Guru Belajar Solo Raya. Setelah itu acara disambut oleh Kepala Sekolah yang memberikan respon positif terhadap kegiatan dan respon baik terhadap Komunitas Guru Belajar Solo Raya. “Saya mengapresiasi kegiatan ini dalam rangkaian kegiatan Riyadhah Ramadhan tahun ini. Semoga hal ini dapat menambah energi positif untuk belajar bagi para guru dan juga murid-murid. Selanjutnya, saya persilakan para guru untuk menonton video merdeka belajar yang telah disiapkan oleh Komunitas Guru Belajar”, jelas Bapak Mustaghfirin (Kepsek) Pukul 08.30 tepat kegiatan dimulai. Kegiatan pertama yaitu sosialisasi anti korupsi yang diberikan kepada murid kelas VII SMP Al-Azhar Syifa Budi selama dua jam (08.30-10.30). Sosialisasi ini disampaikan langsung oleh Penyuluh Anti Korupsi Jawa Tengah yang juga merupakan penggerak Komunitas Guru Belajar Klaten (Solo Raya) yaitu Ibu Intan Hestika, M.Pd.  Sosialisasi dimulai dengan memberikan materi mengenai Anti Korupsi kemudian refleksi dengan memberikan pertanyaan kepada murid mengenai alasan pentingnya anti korupsi. Materi dan refleksi selesai kemudian dilanjutkan dengan esbreaking yaitu tepuk integritas. Kegiatan yang terakhir yaitu bermain board game. Board game ini diciptakan oleh KPK sebagai media belajar pendidikan anti korupsi. murid dibagi menjadi tujuh kelompok dan bermain board game sesuai kelompoknya dilanjutkan refleksi dengan menuliskan pesan kesan selama mengikuti kegiatan pada hari ini. Acara inti kedua adalah nonton bareng video merdeka belajar. kegiatan ini dihadiri oleh bapak-ibu guru SMP Al-Azhar Syifa Budi dan fasilitator Taman Belajar Anak Hebat (TaBAH). Para guru menonton bersama video merdeka belajar dan menyimak dengan baik apa yang disampaikan dalam video. Setelah menonton video, Ibu Heni Surya selaku penggerak Komunitas Guru Belajar Solo Raya menyampaikan profil dari Guru Belajar Solo Raya berikut sejarah dan kegiatan yang ada di dalamnya. Kegiatan ini diikuti dengan khidmat oleh para peserta yang kemudian dilanjutkan dengan refleksi.  Pada kegiatan refleksi ini, para guru memberikan refleksi terhadap apa yang telah dilihat dalam video dan memberikan apresiasi baik terhadap Komunitas Guru Belajar. Dua perwakilan guru menyampaikan bahwa banyak ditemui sekarang guru di sekolah yang belum merdeka belajar. “Sekarang ini masih sering saya menemui bapak-ibu guru di sekolah. Artinya, Bapak-ibu yang profesinya menjadi guru. Bukan bapak-ibu guru yang perilakunya mencerminkan seorang pendidik yang memiliki banyak inovasi di dalam kelas”, tutur salah satu guru. Hal itu memang benar adanya. Masih banyak guru yang memprioritaskan obsesi penambahan materi bagi dirinya sendiri namun mengabaikan pentingnya sebuah pembelajaran bagi murid yang harus merdeka belajarnya. Masih banyak guru yang stagnan pada paradigma mengajar yang konvensional, serta hanya patuh pada sistem.  Refleksi lain disampaikan oleh guru Bahasa Inggris yang tampak antusias sedari awal hingga akhir video diputar. “Saya sangat beterima kasih atas kedatangan Komunitas Guru Belajar Solo Raya ini ke sekolah kami. Jujur, saya memang baru tahu kalau ternyata di solo ada komunitas seperti ini. Saya sangat setuju dengan apa yang telah disampaikan dalam video tersebut. Selama ini yang saya rasakan saat pembelajaran, murid dan guru hanya patuh pada sistem yang telah dibuat. Apalagi yang miris ketika MGMP, ketika ada tuntutan kepada guru tentang pembelajaran di kelas, ada guru yang menanyakan imbalannya terlebih dahulu. Bagaimana sertifikasinya, dsb.”  Salah satu ibu guru menambahkan bahwa “Dengan adanya Komunitas Guru Belajar kami berharap dapat terus belajar tentang merdeka belajar dan mengenai sistem mereka berharap para pemangku kebijakan agar dapat bekerja sama dengan baik dengan komunitas ini. Pada akhirnya kemerdekaan belajar ini diharapkan dapat dilakukan oleh seluruh pendidik di nusantara tanpa terkecuali.” Refleksi tersebut kemudian ditanggapi oleh penggerak Komunitas Guru Belajar Solo Raya, Heni Surya yang juga menyetujui pendapat guru tersebut. “Saya sangat setuju dengan pendapat bapak dan ibu. Kami sebagai penggerak di komunitas ini juga memiliki harapan untuk dapat menjembatani permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekolah khususnya di dalam kelas. Banyak sekali kegiatan yang dapat diikuti terkait merdeka belajar dalam komunitas ini. Ada Temu Pendidik Online sehingga guru yang jauhpun dapat mengikuti kegiatan ini hanya melalui gadgetnya, Temu Pendidik Sekolah seperti ini, siaran di radio, dan masih banyak lagi. Mengenai sistem, saya setuju seperti apa yang disampaikan oleh bapak guru tadi. Kami juga sangat beharap bahwa pemangku kebijakan dapat mengetahui keberadaan pergerakan kami. Dapat kita saksikan bersama bahwa kegiatan hari ini kami bekerja sama dengan KPK. Siang nanti kami akan berdiskusi dengan Badan Narkotika Nasional kota Solo terkait dengan kegiatan kami. Kami juga berharap bahwa nantinya pergerakan kami juga akan dilihat oleh Dinas Pendidikan sehingga kolaborasi akan lebih hebat lagi.” Video guru merdeka belajar ini sebagai sarana untuk mengajak para pendidik sekolah untuk faham mengenai merdeka belajar dan menerapkannya di kelas masing-masing. Dengan adanya motivasi yang disampaikan di dalamnya guru diharapkan tidak hanya belajar dari pakar saja. Guru dapat belajar dari guru lain terutama yang memiliki kreativitas dalam mengajar. Komunitas Guru Belajar dan Kampus Guru Cikal setiap tahun mengadakan Temu Pendidik Nusantara. Pada acara tersebut guru satu dengan guru lain dapat saling belajar tentang merdeka belajar.   Anda masih penasaran tentang apa itu merdeka belajar?

Guru Merdeka Belajar, Guru yang Adaptif

Peran guru sangat signifikan apabila kita melihat konteks pendidikan secara utuh, sehingga perlu adanya peningkatan kualitas guru untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Guru belajar merupakan hal yang tidak mudah diperjuangkan, tapi pengembangan guru melalui Guru Belajar dapat menguatkan peran guru di masin masing jenjang pendidikan, sehingga perlu adanya forum diskusi untuk guru-guru. Temu Pendidikan Nasional adalah salah satu kegiatan dalam Komunitas Guru Belajar yang memfasilitasi atau memberikan wadah kepada guru-guru untuk dapat bertukar pikiran / sharing, berdiskusi mengenai masalah-masalah yang di alami selama pembelajaran di sekolah dan bagaimana cara menemukan penyelesaian dari masalah tersebut. Dalam pertemuan sesama pendidik kita akan banyak belajar dan menemukan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran. Kali ini dalam kegiatan Pesantren Ramadhan, SD Negeri Gadingan 2 bekerja sama dengan Komunitas Guru Belajar Solo Raya mengadakan kegiatan Nonton Bareng Guru Merdeka Belajar. Kegiatan Temu Pendidik Sekolah ini dilaksanakan di SD Negeri Gadingan 2 selama 3 jam (13.00 – 16.00). Ada sebanyak 15 pendidik dan 104 murid kelas I – VI yang mengikuti Temu Pendidik Sekolah. Pukul 13.00 tepat acara dibuka dengan salam dan perkenalan diri oleh Komunitas Guru Belajar Solo Raya, setelah itu Kepala Sekolah memberikan sambutannya. Beliau mengapresiasi dan sangat senang dengan kedatangan kami, “saya pribadi sangat senang dan mengapresiasi kedatangan Komunitas Guru Belajar Solo Raya, perlu diketahui semenjak kedatangan Pak Arga (salah satu penggerak Komunitas Guru Belajar Solo Raya) sekolah kami menunjukkan progress naik. Semoga acara seperti ini tidak hanya sekali dilakukan dan saya berharap kedepannya dapat memberikan dampak positif untuk pendidik dan murid. Untuk selanjutnya saya persilahkan untuk melakukan kegiatan nonton bareng”, jelas Ibu Kepala Sekolah kepada kami. Pukul 13.25 tepat kegiatan dimulai. Kegiatan pertama yaitu pemutaran film  Sahabat Pemberani KPK yang di ikuti oleh siswa kelas I – VI selama kurang lebih 30 menit yang dipandu oleh Kak Winda selaku koordinator acara ini. Anak anak sangat antusias sekali dalam kegiatan ini, terbukti saat diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan film, mereka saling berebut. Kegiatan untuk siswa di akhiri dengan BoardGame. Board Game merupakan produk ciptaan dari Komunitas KPK sebagai salah satu media pembelajaran. Siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok ada fasilitatornya untuk memandu jalannya game. Setelah melakukan board game selama 20 menit, siswa diminta untuk merefleksi kegiatannya dengan cara menuliskan pesan, kesan dan pembelajaran apa yang bisa di ambil dari board game tersebut. Kemudian hasil refleksi di tempel di papan tulis. Ada satu tulisan yang membuat penulis berdecak kagum “Sahabat Pemberani harus bersikap jujur, adil, disiplin dan mandiri” tulisan itu seperti sebuah tamparan untuk kita sendiri, salah satu sifat  yang harus dimiliki seorang guru dan mereka juga guru untuk kita, karena semua murid semua guru. Acara inti selanjutnya adalah nonton bareng guru merdeka belajar, kegiatan yang dihadiri oleh Bapak/Ibu Guru SD Negeri Gadingan 2 ini bertambah ramai manakala ada tamu dari politeknik Indonusa yang ingin mengadakan workshop tentang pembuatan musik dari suara mainan anak anak atau sejenis musik aransemen. Pemandu kegiatan nonton bareng ini adalah kak Rosi, sebelum dimulai kegiatannya Kak Rosi memberikan paparan dan pembukaan di lanjutkan dengan Kak Winda memberikan penjelasan dengan apa itu Komunitas Guru Belajar Solo Raya. Para guru menonton bersama video guru merdeka belajar dan mendengarkan, menyimak dengan baik apa yang disampaikan Ibu Najelaa Shihab. Setelah menonton video dengan durasi sekitar 15 menit, dilanjut dengan refleksi. Pada kegiatan refleksi ini, para guru memberikan refleksi terhadap apa yang di lihat dan didengarkan dalam video dan memberikan apresiasi positif terhadap Komunitas Guru Belajar. masing masing guru diminta menuliskan refleksinya dalam selembar kertas. Refleksi salah satu guru bernama Bu Eni, beliau menuliskan ”Guru terbebani administrasi yang banyak sehingga waktu tersita banyak untuk membuat administrasi”. Hal ini memang benar adanya, seperti yang disampaikan Ibu Najelaa Shihab,” salah satu tantangan kita saat ini adalah membedakan cara dengan tujuan, kita terjebak pada tugas tugas administratif,kita terjebak pada ketentuan-ketentuan birokrasi sehingga ujian, akreditasi,seleksi, nilai yang sebetulnya semua hanya cara kemudian menjadi tujuan dan menjadi prioritas utama, bahkan lebih tinggi dari prioritas tujuan nasional sendiri”. Setiap pendidik harus memiliki komitmen yang kuat untuk menjadi guru merdeka belajar. Refleksi lain disampaikan oleh Kak Catur Ayudiono, “Video merdeka belajar membuka wawasan untuk para pengajar lebih mengeksplor cara mengajar,tentunya dengan kreatif dan inovatif”. Guru yang profesional adalah guru yang adaptif, setiap siswa kita membutuhkan hal yang berbeda dari kita, sehingga kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran sangat esensial.Video guru merdeka belajar merupakan sebuah renungan dan introspeksi kita sebagai pendidik “Sudahkan kita menjadi Guru Merdeka Belajar?”. Setelah pemutaran video ini, kita berharap kita mampu mengubah tujuan kita sebagai pendidik yang sebenarnya dan merdeka, semua dapat kita capai dengan tetap pada komitmen, mandiri dan refleksi. Seorang guru tidak ada yang belajar sendirian, maka dibentuklah wadah komunitas guru belajar. Guru dapat belajar dari guru lain, sama hal nya membuat jaring-jaring pengetahuan.  Acara penutup ditutup dengan pemaparan sedikit dari Kak Catur, beliau adalah seorang pengaransemen lagu dengan mengubah musik dalam lagu bersumber dari suara berbagai mainan anak- anak. Masing masing guru di minta untuk mengambil alat mainan anak anak yang dibawanya, dan kita diminta untuk membunyikan satu-satu. Komunitas Guru Belajar Solo Raya dan Sragen juga membuat sebuat video dengan Kak Catur dengan mengaransemen musik sebuah lagu menggunakan alat mainan anak anak. Rencana kami akan mengadakan workshop bekerjasama dengan kak Catur dalam waktu dekat. Disini pelajaran yang disampaikan kak Catur adalah bahwa semua yang ada di sekitar kita bisa dimanfaatkan untuk media belajar, asal kita ada kemauan pasti bisa. Inovasi dalam dunia pendidikan tidak pernah habis, mari kita sebagai pendidik memulai untuk memerdekan diri sendiri sebagai guru merdeka belajar, memiliki kemauan dan komitmen untuk menjadi guru profesional, walaupun semua ini membutuhkan proses yang tidak singkat tapi setidaknya kita berani untuk menghadapi perubahan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.Dan inilah acara penutupan yang berakhir dengan ceria.

Tips Bagi Orang Tua Menghadapi Anak yang Kecanduan Gawai

Banyak orang tua saat ini yang mengeluhkan bahwa putranya malasbelajar, kehilangan fokus saat belajar, atau menghabiskan waktuberjam-jam untuk bermain gawai. Mungkin sahabat ria ada juga mengalami hal demikian? Guru Agus Riyanto dan Guru Arga dari KGB Solo Raya membahas ini dalam KGB On Air – Ria FM Solo Apa hal pertama yang kita lakukan saat mendapati beberapa halseperti contoh di atas? Memarahi putra kita? Atau bahkan menyitagawai mereka? Atau mengancam akan dilaporkan guru di sekolahatau dengan perlakuan-perlakuan lain? Walau itu semua menjadi hak penuh kita selaku orang tua, tapi coba kita renungkan dulu deh, benar ngga cara-cara kekerasan seperti itu dapat menjadi solusi bagi putra kita? Kalaupun iya, benarkah bahwa besok kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi? Apakah kita harus marah-marah terus? Bukankah kelihatan konyol jika demikian adanya?! Sebagai orang tua, kita harus memaknai betul bahwa putra/i kita adalah amanah yang tak ternilai harganya. Sudah selayaknya kita memperlakukan mereka dengan penuh tanggung jawab. Orang tua harus menyadari betapa pokoknya peran kita dalam tumbuh kembang mereka. Tantangan kita dalam mendidik putra/i kita semakin hari terasa semakin berat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan kita dilema. Perkembangan ini mustahil kita hindari, tapi juga jangan sampai memberangus peranan kita dalam mendidik putra/i kita terutama pada pewarisan nilai-nilai luhur kehidupan dan pewarisan norma yang berlaku di masyarakat. Teknologi adalah Musuh? Melihat perkembangan teknologi dan informasi saat ini yang sangat dinamis, apa sajakah hal-hal yang berpotensi menjadi musuh anak kita dalam tumbuh kembangnya? Setidaknya ada 4 hal yang berpotensi menjadi musuh bagi tumbuh kembang putra/i kita. Keempat hal tersebut yaitu: Gawai, Televisi, Pasar, dan Kendaraan Bermotor. Saya katakan berpotensi karena memang saat ini setidaknya mungkin kita menyesal telah membelikan gawai putra/i kita, atau membeli televisi yang menjadikan putra/i kita lebih tertarik untuk menghabiskan waktunya untuk gawai dan televisi. Kemudian untuk pasar, tempat ini sebenarnya bukan tempat yang harusdihindari juga. Hanya kita harus lebih berhati-hati saat mengajak putra/ikita ke pasar. Tempat berkumpulnya banyak orang dengan berbagai latarbelakang ini tentunya sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang putra/i kita terutama saat mereka dini (belajar berbicara). Betapa banyakkita mendengar cerita, bahwa seorang anak kecil ketika sepulang daripasar mampu mengucapkan kata-kata yang jarang kita ucapkan di rumah.Paham atau tidak paham, putra/i kita hanya menirukan, karena merekamemang peniru terbaik. Khusus kendaraan bermotor, saat ini sudah menjadi barang yang wajib dimiliki oleh semua orang. Kendaraan kita gunakan untuk mobilitas/ aktivitas kita sehari-hari. Barang ini berpotensi menjadi musuh anak jika putra/i kita yang mengendarai. Biasanya dialami oleh putra/i kita yang memasuki masa remaja. Sekitar kelas 4 SD mereka biasanya merengek untuk minta diajari atau lebih parah jika justru kita yang mengajari mereka. Memangku Teknologi Lalu bagaimana cara menghindari keempat potensi musuh bagi putra/i kita tersebut? Kita tahu bersama bahwa menghindari adalah mustahil. Sebagai orang jawa, tentu kita akrab dengan istilah pangkon. pangkon itu berfungsi untuk mangku semua aksara dalam penulisan jawa. pangkon hanya digunakan di belakang, kecuali sangat terpaksa maka wignyan digunakan di tengah, tapi ini jarang kita temui. Lalu apa kaitannya? Kaitannya sederhana saja, bahwa segala perkembangan secanggih apapun itu harus kita pangku kita dudukkan agar perkembangan tersebut tetap tunduk pada kendali kita. Potensi menjadi musuh ini tadi juga harus bisa kita pangku agar potensi ini menjadi hilang dan akan hadir kebermanfaatan. Inilah yang kita namakan berkawan dengan musuh. Toh sejatinya teknologi dibuat untuk memudahkan manusia itu sendiri bukan sebagai musuh atau ancaman. Menyikapi Potensi “Musuh” Anak Lalu bagaimana sebaiknya kita menyikapi 4 potensi musuh bagi anak-anak kita tersebut agar bisa menjadi kawan yang menyenangkan dan tidak mengganggu tumbuh kembang putra/i kita? Luangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama putra/i kita. Jangan sampai membiarkan mereka lebih intens bersama dengan gawai dan televisi. Luangkan waktu setengah atau satu jam untuk bermain bercengkerama bersama mereka. Kendalikan dan awasi tumbuh kembang anak kita. Berikan pendampingan saat mereka berinteraksi dengan keempat hal tersebut. Mungkin bisa dengan mengatur berapa lama boleh menggunakan gawai, berapa lama dan kapan boleh menonton televisi, kapan diajak ke pasar, dan bagus juga jika diberi pengertian kapan seseorang boleh mengendarai motor. Belajar untuk mencari tahu manfaat keempat tersebut dalam tumbuhkembang anak kita. Kita bisa memanfaatkan keempatnya sebagai media dan atau sumber belajar yang menyenangkan lho. Misal: Menggunakan gawai untuk belajar mengenal warna, nama binatang, dan lain-lain. Menonton televisi pada saat diputar film anak, dan atau diputarkan film dan lagu anak melalui vcd. Teman-teman di KGB Solo Raya pernah bekerjasama dengan inibudi.org beberapa waktu lalu membuat video pembelajaran. Pasar bisa dimanfaatkan untuk belajar jual beli, melatih keberanian anak, dan melihat orang-orang sekitar agar kita bisa mengambil hikmah. Kendaraan bermotor mungkin bisa dikenalkan tentang gas buang yang beracun, bahan baku membuat ban, bahan membuat rantai, bentuk ban dan lain-lain. Ajak putra/i kita berinteraksi dengan tetangga, ajak pergi ke rumah ibadah, dan biarkan mereka berada di dunianya. Dunia mereka sesungguhnya dunia belajar bersosialisasi, menyukai hal-hal baru, dan bermain. Dari interaksi ini akan muncul dengan sendirinya nilai-nilai kehidupan. biarkan mereka asik dengan dunia alamiahnya mereka. Paling penting yaitu keteladanan kita. Jangan sampai kita membatasi putra/i kita, tetapi pada saat yang sama kita menggunakan terutama gawai dan menonton televisi tanpa mengenal waktu. Mari mencoba untuk selalu menjadi contoh bagi putra/i kita. Kadang mereka seperti ini seperti itu, mungkin karena melihat dan meniru perilaku kita sebagai orang tuanya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah keniscayaan yang berjalan beriring dengan tumbuh kembang putra/i kita. Tugas kita sebagai orang tua adalah memastikan bahwa perkembangan iptek tadi dapat bermanfaat bagi tumbuh kembang putra/i kita. Tugas kita adalah merangkul potensi musuh tadi menjadi kawan bagi putra/i kita bukan menghindarinya. Mendampingi tumbuh kembang putra/i kita ibaratnya seperti bermain layang-layang. Layang-layang itu bisa terbang setinggi apapun, bergerak kekanan kekiri sesuai hembusan angin, tapi kita memiliki simpul untuk mengendalikannya. Simpul itu adalah kasih sayang kita.

Peran Ayah dalam Pendidikan Anak

Mendidik anak tentu bukan hanya tanggung jawab seorang ibu. Sangat diperlukan sosok seorang ayah agar pendidikan terhadap anaknya dapat berjalan secara optimal. Lalu bagaimana kenyataan di lapangan saat ini?
Guru Agus Riyanto dari KGB Solo Raya dan Guru Siska Yuniyati dari Sukoharjo membahas ini dalam KGB On Air – Ria FM Solo

Guru Merdeka Belajar, Guru yang Tidak Takut untuk Berubah

Kami semua memutuskan untuk menjadi guru yang merdeka belajar dengan menjadi guru yang berdaya dan memegang kendali atas proses belajar kami sendiri. Kami percaya bahwa pendidikan itu penting dan harus dijadikan prioritas. Perubahan yang ingin kami lakukan yaitu belajar dengan tujuan dalam konteks. Kami harus menjadi Guru professional yang adaptif, karena kami sendirilah yang paling memahami siswa kami sendiri. Kami juga akan selalu mencoba untuk berinovasi dalam pendidikan “trial and error” sehingga suatu hari inovasi yang kami kembangkan bisa diterapkan di dalam kelas.