Guru Masa Depan, Guru Merdeka Belajar yang Berinovasi

Pelatihan Wadah Inspiring Teacher Bandung tahap dua diadakan pada tanggal 20 Juli 2019 dan diikuti oleh 14 orang peserta. Proses pelatihan sebenarnya sudah dimulai beberapa minggu sebelum pelatihan tatap muka diadakan di hotel Ibis Style Braga, Bandung. Di proses pelatihan sebelumnya para peserta diberikan beberapa tugas dan laporan yang harus diselesaikan, tujuannya adalah para peserta dapat merancang dan membuat media ajar yang akan dibawa dan diuji coba pada pelatihan tatap muka. Tugas dan laporan dikerjakan secara online, ada yang melalui diskusi online dan google classroom. Selain karena kesibukan mengajar, hal ini menjadi tantangan tersendiri karena tidak semua peserta pelatihan terbiasa menggunakan media online dalam berkomunikasi dan bekerja. Dari sekitar 40 peserta yang ikut pelatihan tahap 1 hanya 14 orang yang berhasil menyelesaikan tugas untuk bisa lanjut ke tahap 2. Kegiatan dimulai pukul 08.00 pagi. Peserta yang sudah hadir melakukan registrasi melalui google form dan mengambil modul pelatihan. Kemudian peserta melakukan aktivitas Potret Belajar (S,I,P), yaitu berupa sesi refleksi dari Wardah Inspiring Teacher sesi sebelumnya. Peserta menuliskan pengalaman dari sesi pelatihan sebelumnya yaitu apa yang sudah mereka ketahui, apa yang sudah mereka ketahui dan apa yang telah mereka pelajari tentang inovasi media ajar. Pada sesi berikutnya, peserta diarahkan bisa merancang pertanyaan untuk proses uji coba media ajar secara berkelompok. Pada kegiatan ini peserta diharapkan bisa merumuskan pertanyaan esensial dalam uji coba. Peserta bisa mengetahui tahapan dalam melakukan uji coba, purwarupa media ajar, memahami teknik pengumpulan dan pengolahan data uji coba media ajar dan bagaimana menyusun rubrik penilaian media ajar. Tantangan peserta yaitu ketika bagaimana menilai dirinya sendiri menggunakan rubrik yang dicontohkan oleh pemateri. Meskipun terlihat sulit, dalam mengukur kemampuan diri menggunakan rubrik para peserta bisa menyelesaikannya. Selanjutnya peserta dibagi menjadi 3 kelompok. Para peserta diminta untuk melakukan uji coba. Peserta diharapkan bisa menangkap data ketika uji coba. Yaitu meliputi apa yang masih perlu dipertahankan, ditingkatkan dan dihentikan. Sesi yang sangat menakjubkan dimana para peserta dengan kreativitasnya menciptakan beragam media ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan murid-muridnya. Pak Imam salah satu penggerak KGB Bekasi membuat papan kesepakatan bersama yang isinya bisa diganti-ganti dengan jadwal rutinitas belajar berupa gambar visual yang mudah dikenali murid-muridnya untuk yang memang kebanyakan anak berkebutuhan khusus. Kegiatan dilanjutkan dengan refleksi uji coba media ajar dilakukan setelah melakukan uji coba. Ada tiga hal yang perlu direfleksikan yaitu:1. Seberapa empati kita kepada kondisi dan kebutuhan murid?2. Aspek bentuk dan aspek penggunaan media ajar?3. Seberapa efektif media yang dibuat membantu ketercapaian tujuan belajar? Dalam kegiatan ini para peserta menilai media ajar yang telah mereka buat. Selain menilai secara pribadi, mereka pun meminta umpan balik dari peserta lainnya. Masuk ke materi selanjutnya, pelatih menjelaskan bahwa semua peserta wardah inspiring teacher adalah salah satu profil guru masa depan. Profil guru masa depan salah satunya adalah menjadi guru merdeka belajar, yaitu guru yang komitmen terhadap tujuan belajar, mandiri dengan menentukan cara belajar serta melakukan refleksi belajar. Empat kunci Cikal dalam pengembangan cita-cita guru.Pertama adalah kemerdekaan, yaitu guru mempunyai kesempatan menentukan tujuan, cara dan refleksi belajar untuk terus menerus melakukan pengembangan diri, seperti: terlibat dalam menetapkan target kinerja sekolah dan guru, memilih pelatihan yang sesuai kebutuhan belajarnya, dan melakukan refleksi berkala terhadap capaian dan proses mencapai target. Kedua adalah kompetensi yaitu guru mempunyai kesempatan mengembangkan kompetensinya sehingga siap menghadapi tantangan pengajaran sesuai bidang studi, murid yang diajar dan relevan dengan konteksnya, seperti kesempatan untuk mengikuti pelatihan yang sesuai kebutuhan belajarnya, kesempatan melakukan proyek percobaan, kesempatan mendapatkan umpan balik berkualitas dan kesempatan menilai kompetensinya. Ketiga adalah kolaborasi yaitu guru mempunyai kesempatan melakukan kolaborasi dengan guru dan komunitas untuk menghasilkan karya atau mencapai tujuan bersama, seperti: kesempatan berinteraksi ke sekolah lain, kesempatan terlibat di komunitas yang relevan dan kesempatan melakukan proyek bersama. Keempat adalah karier yaitu guru mempunyai kesempatan untuk mengenali, memilih, merencanakan dan mengembangkan karir sesuai potensi dan aspirasinya dengan tetap mengajar di kelas, seperti kesempatan berkarya, kesempatan mengenalkan karya melalui presentasi, pameran atau di web/aplikasi dan mendapat umpan balik terhadap karyanya. Di sesi akhir pembicara menjelaskan tentang karir protean guru. Pembicara menunjukkan sebuah gambar, yaitu karir guru diibaratkan sebuah tangga dan berakhir di kepala sekolah atau pengawas. Peserta diajak untuk membayangkan berapa jumlah kepala sekolah dan berapa yang hanya menjadi seorang guru. Karier guru diibaratkan sebuah pohon. Akar dan batang nya adalah guru tetapi bisa bercabang. Cabang cabang ini bisa berupa menjadi koki, fotografer, penulis, pelatih dan sebagainya.Guru bisa berkarir menjadi apapun dia mau. Untuk lebih memahami , sesi ini diisi dengan talkshow. Menghadirkan Pak Suhud Rois dari Komunitas Guru Belajar Cimahi dan pak Aye dari Kampus Guru Cikal. Pak Suhud menceritakan pengalamannya sebagai seorang guru dan bagaimana memulai karir protean sebagai penulis, editor SKGB dan buku lainnya yang pastinya sudah ber ISBN wow dan juga pembuat mainan. Pak Suhud menceritakan bahwa beliau tidak melalui jenjang pendidikan khusus untuk menjadi editor atau desain grafis melainkan beliau belajar sendiri alias otodidak. Pesan pak Suhud terhadap peserta adalah jangan takut untuk memulai menulis yaitu nulis aja dulu. Sementara pak Aye bercerita pengalamanya yang sejak tahun 2000-an aktif membuat dan memproduksi mainan edukasi anak anak bahkan sempat diliput media nasional dan menjuarai tingkat nasional pula. Namun motivasi terpenting untuk peserta adalah bagaimana kita ikhlas menjalani profesi guru, ikhlas meluangkan waktu untuk murid untuk mencapai tujuan belajarnya Dari rangkaian kegiatan di atas, saya melihat bahwa setiap guru punya kesempatan menjadi guru masa depan, guru yang didambakan murid untuk bisa jadi panutan dan teman belajar. Guru bukanlah profesi yang bisa digantikan oleh mesin atau kecerdasan buatan, karena guru memiliki kesempatan untuk bisa memanusiakan hubungan dengan semua pemangku kepentingan. Kemudian kita harus berefleksi kembali, apakah kita sudah menjadi guru yang akan mengantarkan murid kita mencapai tujuan pendidikan ? atau bahkan kita belum menjadi guru merdeka belajar ?

Kunci Pengembangan Guru di Wardah Inspiring Teacher 2019

Namanya Ernawati, beliau adalah guru SMP 1 Wates, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Guru Erna merupakan salah satu peserta program Wardah Inspiring Teacher 2019 yang diadakan di Yogyakarta. Saat kegiatan berlangsung, Guru Erna tampak antusias mengikuti sesi belajar berempati dengan murid sebelum membuat media ajar. Beberapa kali menyampaikan pendapatnya, antusias menyampaikan idenya, dan lincah bergerak saat pelatihan. Hal yang membuat kami kaget adalah ketika mengetahui beliau sudah berusia 53 tahun dan masih menjalani serangkaian perawatan penyakit kankernya. Apa sebenarnya yang bisa membuat guru Ernawati bisa antusias mengikuti program? Kalau di Kampus Guru Cikal, kami percaya 4 kunci pengembangan guru : Kemerdekaan, Kompetensi, Kolaborasi dan Karier.  Kampus Guru Cikal dan Wardah diawal sepakat bahwa kegiatan Wardah Inspiring Teacher bukan kegiatan kompetisi antarguru. Tidak ada arahan pada guru untuk mengalahkan guru yang lain, tapi lebih pada arahan agar guru menetapkan dan mencapai penguasaan kompetensi yang lebih tinggi. Tidak ada sogokan dan hukuman bagi guru agar termotivasi mengikuti program, tapi lebih pada kesempatan lebih pada guru yang belajar lebih cepat dan dukungan pada guru yang butuh waktu belajar lebih banyak. Peserta mengikuti kegiatan bukan karena ada hadiahnya, bukan karena perintah dari atasan, namun karena kemauan dari diri sendiri. Inilah yang disebut kunci Kemerdekaan.  Kemerdekaan, itulah yang menjadi alasan mengapa guru Ernawati semangat mengikuti kegiatan Wardah Inspiring Teacher. Guru Erna sadar akan tujuan, tahu tujuan belajarnya, tidak mudah menyerah menghadapi tantangan, tidak cepat menyalahkan keadaan dan selalu mencari cara yang lebih efektif mencapai tujuan. Dalam pelatihan Wardah Inspiring Teacher, Kampus Guru Cikal di awal pelatihan tidak langsung memberikan materi tentang “Bagaimana Membuat Media Ajar A, B, atau C?” . Kami mengajak peserta untuk memahami “Why”-nya. Kami ajak peserta untuk bisa berempati kepada murid. “Jika kondisi muridnya seperti ini, media seperti apa yang sesuai?” Karenanya, guru bisa lebih inovatif di beragam situasi. Karena kompetensi harus bisa ditunjukkan di mana saja, kepada murid yang bagaimana dan dalam hal mengerjakan apa. Dari sini kami melihat beragam media yang diciptakan peserta. Guru Wahyu Hidayat seorang guru Sekolah Menengah Atas membuat papan permainan yang terinspirasi dari game online yang marak dimainkan remaja. Papan permainan tersebut dibuat karena banyaknya murid yang lebih tertarik bermain game online daripada mengikuti pengajarannya. Guru Helvira membuat buku untuk meningkatkan kemampuan fungsional murid-murid berkebutuhan khusus yang diajarnya. Guru Anas membuat alat yang membantu murid SD yang diajarnya memahami dengan mudah langkah-langkah berwudhu. Guru Anggi yang mengamati muridnya lebih suka bergaul dengan tukang mainan daripada gurunya, oleh karenanya, kemudian ia memulai menciptakan permainan untuk muridnya. Guru Dina melihat banyak murid yang lebih suka audio visual, oleh karena itu ia membuat film dokumenter dalam materi biografi. Guru-guru tersebut alih-alih menyalahkan muridnya, memilih untuk mencari cara agar muridnya bisa belajar. Dalam proses pembuatan media, kami mengajak peserta untuk membuat prototipenya terlebih dahulu. Dari prototipe tersebut kemudian diuji cobakan kepada peserta lainnya, murid, dan lainnya. Dari hasil uji coba, didapatkan beberapa umpan balik yang kemudian digunakan guru-guru peserta program sebagai acuan memperbaiki media yang dibuatnya. Kolaborasi inilah yang membuat media yang awalnya biasa saja, bisa lebih baik. Masukkan guru lain, murid bahkan narasumber ahli membantu guru dalam menyempurnakan medianya. “Murid-muridku merasa permainannya kurang menantang, cepat selesai” “Lagu ciptaanku buat pengajaran ternyata sekadar membantu murid menghafal, sehingga perlu dikombinasikan agar bisa lebih bermakna.” “Ide media ajar yang aku buat prototipenya dipoles oleh temanku seorang desainer grafis.” Pengalaman kolaborasi ini membuat guru mendapat inspirasi dan praktik baik yang sudah teruji.  Kunci pengembangan guru yang keempat adalah karier.  Selama ini karier yang tersedia melalui jalur formal adalah kepala sekolah, itupun terbatas tidak untuk semua guru. Kami di Kampus Guru Cikal mendorong karier guru yang protean. Guru bisa terus menjadi guru, tetapi juga mengembangkan karier di bidang yang beragam. Guru bisa menjadi pelatih guru lain, penulis, pembuat media ajar, pendongeng, dsb.  Di Wardah Inspiring Teacher 2019 ini, Kampus Guru Cikal merancang kegiatan Temu Inovasi yaitu kegiatan pameran media guru. Harapannya dari pameran ini, banyak guru yang mulai berinisiatif mengembangkan kariernya walaupun kegiatan Wardah Inspiring Teacher sudah selesai.  “Di Temu Inovasi saya memasang media saya dan poster ‘How to Play’, tidak disangka ternyata banyak yang tertarik, dan kemudian saya jelaskan bagaimana proses membuat media ini. Mereka semakin tertarik dan kemudian membeli media saya. Dan laku sekitar 20 buah Pak. Tidak berhenti sampai di situ, banyak yang repeat order melalui Instagram@kadoka_edu …” Itulah cerita dari Guru Puspita Demy Amalia, seorang guru dari Homesantren Kebaikan Surabaya yang menjadi salah satu peserta Wardah Inspiring Teacher 2019.  Guru Imam Setiawan dari Sekolah Alam Atifa Bogor pun sama, setelah pameran Guru Imam memoles kembali media ajar yang ia buat untuk dipasarkan. Saat ini, media yang ia buat yaitu berupa buku, masih dalam tahap pengurusan ISBN. Anda sudah siap untuk Wardah Inspiring Teacher 2020?

Manfaat Guru Belajar Membuat Video

oleh Rizqy Rahmat Hani Pernahkah Anda melihat murid Anda belajar memakai hijab dari video di youtube? Atau belajar kunci gitar lagu-lagu Nisa Sabyan dengan melihat tutorial  di internet? Di zaman sekarang, murid terbiasa belajar melalui video yang ada di internet. Selain itu murid juga tidak sekadar menjadi konsumen. Beberapa di antaranya menggunakan video sebagai media berkarya dan berpendapatnya. Ada Agung Hapsah yang mulai membuat video youtube dari sejak SMP. Lifia Naila, youtubers anak yang fokus videonya adalah tentang permainan anak-anak. Pun anak Deddy Corbuzier yaitu Azka Corbuzier yang beberapa kali menyampaikan pendapatnya di videonya. Tantanganya ialah sebagai guru apakah sudah memahami murid dengan belajar dari anak? Memfasilitasi apa yang menjadi ketertarikan anak seperti video? Video can be a powerful professional learning tool for nurturing the culture of teaching, learning, and connecting ideas and innovations. Ultimately, the more we develop and grow as teachers, the more we grow our students as learners. – Edutopia Melihat fenomena saat ini, keterampilan membuat video menjadi keterampilan yang penting dimiliki oleh guru. Oleh karena itu Inibudi.Org dan Kampus Guru Cikal mengadakan pelatihan pembuatan video bagi Guru Belajar. Beberapa daerah yang sudah kami sambangi bersama antara lain Labuan Bajo, Bali, Palembang, Tangerang, Jakarta Timur, Bogor dan sebagai pamungkas road show tersebut kami memilih Solo. Komunitas Guru Belajar Solo Raya sangat antusias dalam mempersiapkan kegiatan ini, terlihat dari penyambutan yang dilakukan yaitu adanya penampilan gamelan, paduan suara hingga angkulng dari murid-murid SD Kristen Widya Wacana Jamsaren. Guru-guru yang datang dari berbagai daerah sekitaran Solo pun ikut terbius dengan penampilan murid-murid tersebut. Guru pun mulai belajar membuat skenario dengan kelompoknya, pengambilan gambar, hingga editing sederhana menggunakan handphone. Keterampilan-keterampilan di atas bisa digunakan guru sebagai modal dalam memfasilitasi anak di kelas. Di dalam kelas dengan video guru bisa membuat pembelajaran yang berpusat pada murid.  Ada beberapa jenis video yang bisa guru gunakan untuk membantu memfasilitasi murid, antara lain  1.Tutorial  VideoBanyak tutorial yang  dibuat anak-anak ada di youtube, seperti tutorial hijab, tutorial game, tutorial foto, tutorial alat musik, bahkan membagikan resep-resep masakan yang mereka rancang. Berikut contoh-contoh video tutorial buatan murid : Resep Makanan – Adit Sekolah Cikal Tutorial foto makanan oleh murid SMA 1 Sragi, Pekalongan 2. Membuat Produk Video Guru bisa memfasilitasi murid dengan menggunakan video sebagai tugas akhir dalam pembelajaran. Seperti tugas akhir dari murid saya ini. Video tersebut merupakan tugas yang mengintergrasikan beberapa kompetensi dasar antara lain menulis biografi, wawancara, menyampaikan isi berita, dsb.  3. Video TanggapanGuru bisa menggunakan video sebagai media untukmengumpulkan pendapat murid mengenai sesuatu. Seperti misalnya pendapat murid tentang puisi Chairil Anwar, pendapat murid tentang fenomena yang terjadiakhir-akhir ini. Video tersebut pun bisa digunakan guru sebagai bahan penilian. 4. Video RefleksiGuru bisa menggunakan video sebagai bahan refleksi. Guru bertanya tentang pembelajaran dan meminta murid untuk menyampaikan hasil refleksinya. Video tersebut bisa dilihat lagi untuk refleksi guru di pembelajaran selanjutnya. Video saya di atas membantu saya untuk menjadi guru yang lebih baik di pertemuan berikutnya.  Banyak jenis video yang bisa guru gunakan seperti contoh-contoh di atas, namun yang terpenting adalah  apakah kita siap menjadi guru bagi murid zaman now? Jika siap, yuk belajar membuat video bersama kami. Silakan tulis ‘mau’ beserta alasannya di kolom komentar ya!

Guru Belajar Bandung Membangun Suasana Belajar

oleh Umi Kalsum – Penggerak KGB Bandung 3 November 2018, sore itu jalanan macet dan hujan pun mulai turun. Sekilas semua itu nampak menghambat. Namun nyatanya tidak, tidak ada kata menghambat, bagi belasan guru yang hadir di SD Mutiara Bunda saat itu. Mereka adalah guru-guru yang sangat ingin belajar dari Bu Lala dan Pak Aye, tentang “Membangun Suasana Kelas di Sekolah Dasar dan Strategi Menerapkan Gamifikasi untuk Pembelajaran yang Lebih Berarti.” Sungguh, aku sangat kagum dengan mereka, guru-guru pembelajar. Pembelajaran pun dimulai. Pembelajaran diawali oleh Bu Lala dengan kalimat-kalimat pembuka yang terngiang-ngiang di kepalaku. Ia berkata,  “Tak Senang, Maka Tak SayangTak Sayang, Maka Tak CintaTak Cinta, Maka Tak PAHAMJadi, Supaya PAHAM, harus SENANG dulu!” Bu Lala benar, untuk paham memang harus senang dulu, maka menjadi jelas maksud Bu Lala membangun suasana kelas itu maksudnya membangun suasana kelas yang menyenangkan. Bu Lala pun menunjukkan 8 cara untuk membangun suasana kelas yang menyenangkan. 8 cara tersebut adalah Ciptakan Games, Bermain Peran, Gunakan Musik, Bersenang-senang, Belajar di Luar Kelas, Beri Waktu untuk Curhat, Beri Apresiasi, Refleksi. Dari 8 cara tersebut, ada 2 cara yang sangat menarik perhatianku yakni gunakan musik dan bermain peran. Menurutku, “karena kedua cara itu Wow Banget,” kuyakin banyak yang tak percaya, sama halnya denganku yang tak percaya, bahwa Bu Lala mengajar dengan sangat kreatif. Bagaimana tidak, ia datang ke kelas dengan membawa gitar dan memulai kelas dengan menyanyikan lagu berbahasa ‘alien’ (baca : bahasa sunda yang didengar oleh anak-anak zaman now, yang jauh dari bahasa lokal). Bu Lala pun menyanyikan lagunya, “Wilujeng enjing nami Ibu, Bu LalaSumping kadieu hoyong kenal sadayanaWilujeng enjing hey nu nganggo acuk hideungSebutkeun nami sareung naon karesepna…” Lagu ini dinyanyikan dengan nada sebuah lagu lokal yaitu cingcangkeling. Mendengar lagu tersebut dinyanyikan, anak-anak pun mulai penasaran, berusaha menebak-nebak lagu yang dibawakan Bu Lala. Lagu ini dinyanyikan berulang-ulang oleh anak-anak, agar anak juga dapat lebih mengenal bahasa sunda dan lebih mengenal teman-temannya. “Keren…” bisikku dalam hati, dengan seperti ini tentu anak-anak tertarik dan penasaran sekali dengan pembelajaran hari itu. Selain dengan menyanyikan lagu, Bu Lala pun bermain peran dengan anak-anak. Dan yang paling mengejutkan adalah Bu Lala memerankan dirinya layaknya seorang tokoh dari sebuah dongeng. “Wow banget,” ucapku. Mulai dari make up di wajah, pakaian yang dikenakan, hingga suara dalam 1,5 jam yang semuanya menyerupai seorang nenek dari sebuah dongeng. Hal seperti ini tentu akan menarik perhatian siswa dan membuat suasana kelas menjadi sangat fresh, buktinya adalah anak-anak yang meminta lagi untuk belajar bersama tokoh kartun lain seperti Ben 10, Batman, Captain America, dsb. Menarik bukan? Apa kita akan tetap pakai strategi mengajar yang lama? Atau ingin mencoba menggunakan strategi dari Bu Lala yang fresh and happy? ☺ Masih dengan suasana kelas yang menyenangkan, sesi Bu Lala dilanjut oleh Pak Aye, sang Master Game, jika saya boleh menyebutnya begitu. Kali ini Pak Aye membangun suasana kelas yang menyenangkan dengan cara yang berbeda. Ia mengenalkan kami dengan gamifikasi. Apaan tuh? Pak Aye pun mengawali pembelajaran dengan bertanya, “Ada yang baru dengar kata gamifikasi?” Beberapa orang pun mengacungkan tangan, tidak termasuk aku, tapi aku sendiri sebenarnya tak paham apa itu gamifikasi. Pak Aye pun menjelaskannya dengan menampilkan sebuah video terlebih dahulu. Video tersebut menunjukkan perilaku orang dalam menggunakan keset. Biasanya, orang menggunakan keset hanya dalam beberapa detik saja, namun tidak dengan orang-orang dalam video tersebut. Orang-orang di video tersebut dapat menggunakan keset dalam jangka waktu bermenit-menit lamanya, bahkan hingga berinteraksi, mengobrol dan bekerja sama untuk menyelesaikan puzzle berbentuk keset. Video tersebutlah yang Pak Aye sebut dengan realitas gamifikasi. Pak Aye menjelaskan bahwa “Gamifikasi adalah sebuah metode yang menerapkan elemen-elemen permainan ke dalam konteks non permainan.” Hal ini berbeda dengan game based learning. Salah satu perbedaannya adalah game based learning mengubah pemahaman, sedangkan gamifikasi mengubah perilaku. Pak Aye pun menunjukkan fakta yang mencengangkan menurutku yakni 83% alasannya, pelajarannya tidak menarik 51% mengaku setiap hari bosan di Sekolah 41% alasannya, pelajaran tidak ada kaitannya dengan kehidupan. Mulutku menganga melihatnya. Semua fakta-fakta ini yang menjadikan gamifikasi menjadi hal yang penting untuk dipraktikkan. Karena gamifikasi dapat membuat pembelajaran menjadi menarik, seru, dan bermakna. Namun, tak lupa Pak Aye pun menyampaikan bahwa “Gamifikasi hanyalah salah satu teknik, bukan ‘obat’ bagi segala kondisi kelas.” Pak Aye pun mengajak kami untuk bermain beberapa media yang dibawanya. Kami dibagi menjadi 3 kelompok. Ada yang bermain dorino, cocok, dan pemerintahan. Dorino merupakan media belajar berhitung. Cocok merupakan media belajar bangun datar. Dan Pemerintahan merupakan media belajar sistem pemerintahan. Keseruan bermain nampak dari respon para pemain, ada yang sangat berisik sambil teriak-teriak “cocok, cocok, cocok,” ada yang terburu-buru menjumlahkan, ada yang kalem sambil berpikir strategi, dsb. Aku yang bermain game pemerintahan, menyadari bahwa permainan yang kumainkan ini mengajariku bukan hanya untuk menang, tapi juga untuk memikirkan (baca : peduli) pada orang lain. Oh… ini yang Pak Aye sebut bahwa gamifikasi itu adalah permainan yang bermakna, permainan yang dapat mengubah perilaku. Setelah bermain, Pak Aye menjelaskan bahwa pada prinsipnya, untuk membuat sebuah permainan, kita hanya perlu ATM, yakni Amati, Tiru, dan Modifikasi. Tentunya hal ini mesti sesuai dengan tujuan pembelajaran. Bagaimana, seru bukan? Ingin mencoba membuat sebuah permainan yang menarik, seru, dan bermakna ala Pak Aye? ☺ Di akhir kata liputan ini saya ucapkan, semoga ilmu yang kami peroleh hari itu dapat banyak bermanfaat untuk kami yang hadir, untuk para pembaca liputan ini, untuk para guru yang mempraktikkan dan menyebarkan ilmu ini. Amin.

Autisme 101 : Belajar Bersama Guru Belajar Denpasar

Temu Pendidik Daerah KGB Denpasar Apa jadinya jika guru-guru berkumpul dan berdiskusi?PECAH!! (bahasa anak muda jaman Now.) Demikian pula yang terjadi ketika komunitas para guru ini bertemu. Minggu, 04 November 2018 dipilih sebagai waktu untuk bertemu kembali oleh anggota KGB Denpasar. Pertemuan bulanan ini adalah kegiatan Temu Pendidik Daerah ke-8 yang diselenggarakan oleh Komunitas Guru Belajar Denpasar, yang bertujuan menggerakkan semangat belajar di ekosistem pendidikan Indonesia. #MerdekaBelajar. Bertempat di sekolah Inklusi Youth Shine Academy, Denpasar, kegiatan dimulai dari pukul 09.30 wita. Hadir pada saat itu 9 anggota yang berasal dari sekolah PAUD sampai jenjang SMA. Suasana jelas terlihat akrab dan hangat bahkan selama acara berlangsung terasa antusiasme para anggota yang hadir. Diawali dengan perkenalan dan mengisi daftar hadir online, narasumber pertama, ibu @jentinapakpahan memulai diskusi tentang intervensi dini mengenal autisme dan segala hal terkait tipe, ciri dan penanganannya. Fokus pada pertemuan ini adalah mengubah paradigma anggota KGB para rekan guru untuk lebih mengerti panduan penanganan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Salah satu kutipan dari narasumber tentang anak-anak kebutuhan khusus adalah, “Anak-anak adalah aset bukan liabilitas. Pergunakan waktu sekarang untuk berproses daripada menyesali dikemudian hari”. Banyak contoh pengalaman dan berbagai file tentang autisme serta berbagai saran terapi penanganan yang disampaikan oleh narasumber. Salah satunya adalah terapi wicara yang disarankan untuk anak-anak dengan gangguaan komunikasi serta terapi perilaku yang diperuntukkan bagi anak dengan gangguan hiperaktif. Diskusi tentang berbagai masalah penanganan dikelas banyak diungkapkan terkait cara pengelolaan emosi guru dan siswa. Banyak ide yang dilontarkan untuk selanjutnya dapat dipraktekkan dikelas termasuk pola displin positif bagi siswa untuk membuat kelas bisa tetap kondusif. Narasumber kedua, ibu @devianasafitri berbagi pengalamannya mengikuti Temu Pendidik Nusantara, Oktober lalu di Jakarta. Fokus pembahasan adalah tentang memahami cara guru untuk memanusiakan hubungan. Banyak contoh permainan edukasi dan presentasi saat kelas yang diikuti bu Devi membuat anggota yang lain menjadi bersemangat untuk mengikuti TPN 2019. Salah satu kutipan yang menarik dari narasumber yaitu,”Perubahan tidak menunggu kebijakan, tetapi praktik baik yang dilakukan dikelas, ketika para guru bertemu dan berinteraksi dengan para siswa. Sentuh HOT BOTTOM mereka dan nantikan perubahan terjadi pada anak, pada rekan kerja bahkan pemegang kebijakan”. Narasumber juga memandu para anggota untuk melakukan teknik bernafas agar mengurangi ketegangan emosi saat mengajar dikelas. Diskusi mengalir dengan berbagai pertanyaan seputar TPN dan komunitas guru belajar. Salah satu ide adalah mendukung rencana KGB bisa segera dilaksanakan di Singaraja, agar rekan-rekan guru tidak perlu jauh ke kota Denpasar untuk melaksanakan Temu Pendidik Daerah. Puncaknya adalah ketika ibu Wanda, anggota terjauh dari kota Singaraja, membagikan buku berjudul “Sulitkah mengasuh anak” terbitan dari Yayasan Gemah Ripah Pacung ke semua orang yang hadir secara gratis dan juga buku “Memanusiakan Hubungan” dari Komunitas Guru Belajar untuk dipinjamkan ke semua anggota bergantian. KGB Denpasar mendukung gerakan Literasi dengan cara membuat jadwal peminjaman buku milik KGB Denpasar, yang sementara akan diberikan saat Temu Pendidik berlangsung setiap bulannya. Saat sesi refleksi, ada ungkapan menarik dari para anggota, salah satunya dari ibu Marli, yang baru pertama kali mengikuti TPD. Ibu Marli sangat antusias karena akhirnya menemukan komunitas guru yang saling melengkapi, merdeka berbagi dan bisa menambah wawasan untuk berkembang. Begitu pula saat ibu Wanda, merasa diingatkan kembali kepada panggilannya ketika memilih profesinya sebagai guru. Meskipun kadang berbenturan dengan kebijakan atau peraturan dilembaga yang mengikat kebebasan untuk bereksplorasi. Ada momen ketika ibu Jentina berbagi pengalamannya sebagai pendidik anak kebutuhaan khusus selama 16 tahun terakhir, mengutarakan proses jatuh bangunnya untuk tetap bertahan dengan mereka karena ia percaya profesi ini adalah panggilan hidupnya bukan sekedar untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan. Beberapa orang lagi mengutarakan kesungguhan untuk lebih lagi berbuat sesuatu daripada mengeluhkan kebijakan atau sekedar mengajar demi akreditasi. Pada sesi penutup, para penggerak meminta kepada semua anggota untuk lebih aktif memulai Temu Pendidik Sekolah serta mendorong anggota untuk bersedia jika diminta mengisi sebagai narasumber dan moderator untuk berbagi ilmu dan mengembangkan diri. Termasuk membuka kesempatan untuk setiap anggota bisa memposting karya dan ide mereka dalam surat kabar KGB. Para penggerak juga memperkenalkan berbagai kelas online yang guru dapat ikuti selanjutnya untuk menambah ilmu dan wawasan serta jaringan. Untuk itu akan ada pertemuan lanjutan terkait penyusunan agenda dan rencana kegiatan tahun 2019. Karena semangat dari komunitas ini adalah semua murid semua guru, yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi semua guru untuk aktif dan berkembang.

Purwokerto, Bicara tentang Pendidikan Seksualitas

Mendobrak Hal Tabu “Kalau kita bicara tentang  Seksualitas  apa yang ada dibenak kita?”, begitu tanya Bu Vitri membuka pelatihan di SMP Permata Hati di Purwokerto. Kebayang nggak sih, Purwokerto bicara tentang Pendidikan Seksualitas? Bahkan di kota besar saja bicara tentang Seksualitas adalah hal yang tabu. Banyak salah kaprah tentang Seksualitas, Seksualitas seringkali dikaitkan dengan hubungan Laki-Laki dan Perempuan.  Sehingga seringkali orang tua tidak membahas seksualitas dengan alasan “Anak Kecil tidak perlu tahu tentang seks. Nanti malah coba-coba, lho” “Malu ngomongin seks sama anak.  Memangnya dia akan mengerti?” Atau “Pendidikan seksualitas diajarkan di sekolah,  bukan tugas orangtua” Padahal  “Seks itu alamiah, tapi perilaku seks yang bertanggungjawab adalah hasil PROSES belajar secara EKSPLISIT” begitu bu Vitri dan bu Sishi membuka pikiran guru dan wali murid yang datang ke pelatihan hari itu.  Semangat Belajar Seksualitas Hawa semangat belajar  terasa di ruangan kelas yang sederhana tetapi hangat hari itu, semua guru dan wali murid semangat berproses dan belajar bersama. Diantara banyak ibu-ibu datang, ada dua bapak wali murid yang semangat  mengikuti pelatihan dari awal sampai akhir. Beliau bercerita kesulitan beliau saat mendampingi anak perempuannya yang telah menstruasi.  Bisa dibayangkan seorang bapak bersama putrinya datang ke pelatihan Pendidikan Seksualitas,  tidak malu belajar dan menceritakan masalahnya untuk mencari solusi bersama. Purwokerto membuktikan bahwa semangat belajar tidak terbatas faktor umur, gender bahkan dari mana kita tinggal. Pendidikan Seksualitas untuk Anak Berkebutuhan Khusus, memang bisa? Sesuai namanya Permata Hati, SMP Permata Hati memiliki “Permata” yang sehari-hari ikut belajar bersama di kelas, mereka adalah Anak Berkebutuhan Khusus.  Sehingga, pelatihan Pendidikan Seksualitas  yang diadakan di Purwokerto lebih memfokuskan pada Pendidikan Seksualitas untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jadi, Apa bisa Anak Berkebutuhan Khusus bisa diajarkan  Pendidikan Seksualitas? Bisa! Ada tiga prinsip yang ditekankan oleh Bu Vitri dan Bu Sishi sebagai pemateri; Kongkrit, Bertahap, Berulang. Ruang Lingkup membahas Pendidikan Seksualitas tidak hanya sebatas jenis kelamin. Kalau kita ingin membahas Pendidikan Seksualitas sebenarnya apa saja sih yang bisa kita bahas dengan anak? Perkembangan manusia: perkembangan tubuh & perubahannya. Kebersihan & perawatan diri. Kesehatan. Hubungan antar pribadi; daerah pribadi vs umum, lingkaran sosial. Perlindungan diri. Untuk Anak Berkebutuhan Khusus Pendidikan Seksualitas bisa menggunakan media yang bersifat visualisasi, misalnya  gambar, video, dan alat peraga, karena dengan media tersebut memudahkan Anak Berkebutuhan Khusus dalam memahami aspek-aspek yang perlu dipelajari terkait Pendidikan Seksualitas. Totalitas untuk yang tercinta Disaat yang bersamaan orang tua belajar Emosi dan Komunikasi  Efektif dengan Rangkul KeluargaKita, guru belajar membuat  kurikulum Pendidikan Seksualitas yang sesuai dengan kebutuhan anak. Kenapa orang tua dan guru sama-sama belajar? Pendidikan tidak hanya tanggung jawab satu pihak. Orang tua atau hanya Sekolah saja. Pendidikan tanggung jawab semua. Bukan saling menyalahkan, bukan saling menuntut. Itulah yang dibahas oleh Rangkul dari KeluargaKita saat orang tua belajar komunikasi. “Seringkali kita itu suka lupa mengucapkan terima kasih ke guru. Coba deh bapak-ibu sekali saja sebulan ngirim ‘Bu/Pak, Makasih banyak ya sudah mendampingi anak saya’. Saya yakin hal sederhana begini saja berharga lho pak/bu ” Ujar Bu Yulia Rangkul KeluargaKita Di kelas sebelah, guru membuat kurikulum Pendidikan Seksualitas dari hasil diskusi guru dan orang tua tentang kebutuhan aspek dalam Pendidikan Seksualitas. Seringkali guru membuat kurikulum berdasarkan sudut padang guru saja, padahal dengan mencocokan  data dari orang tua, kurikulum bisa dibuat sesuai kebutuhan anak baik di sekolah dan di rumah. “Misalnya kalau anak belum bisa menggunakan pembalut dan di rumah hanya ada bapak. Guru bisa membantu” penjelasan bu Vitri  yang menekankan pentingnya hubungan dua arah antara guru dan orang tua.     Masih merasa tabu bicara tentang seksualitas dengan anak? Mari buka pikiran kita tentang seksualitas, mari buka pembicaraan sederhana dengan anak tentang kebutuhan belajar tentang tubuhnya. 

Sudah Jadi Guru Kok Belajar Menulis?

Selepas salat Subuh guru Novi mengambil tas dan meminggulnya, lalu ia menghampiri suami dan anak-anaknya. Ia pamit untuk menuju Painan, sebuah kecamatan di Pesisir Selatan mengikuti pelatihan menulis. Ia harus berangkat Subuh karena memang Kecamatan Tapan, tempatnya tinggal berjarak kurang lebih 140 km dari lokasi pelatihan. “Saya tahu pelatihan ini tidak dapat sertifikat. Saya tahu pelatihan ini tidak menginap di hotel mewah. Saya tahu pelatihan ini tidak dapat uang transport. Tapi saya datang bukan karena itu. Saya datang karena memang ingin bisa menulis” kata Guru Novi di salah satu sesi pelatihan. Tidak hanya guru Novi, rekan-rekan seperjuanganya dari Tapan dan kecamatan lain di Pesisir Selatan pun sama. Harus menempuh ratusan kilometer untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan di pusat kabupaten.  Karena memang Kabupaten Pesisir Selatan adalah kabupaten yang memanjang, sehingga jarak antarkecamatan pun berjauhan.  Kalau saya bisa menganalogikan, jarak Tapan sampai ke Painan, lokasi pelatihan menulis seperti perjalanan saya naik motor dari Tegal hingga Kudus yang melewati 7 kabupaten. Jadi bisa dibayangkan betapa memanjangnya sebuah kabupaten bernama Pesisir Selatan. Akhirnya Guru Novi dan beberapa rekan seperjuanganya sampai di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Pesisir Selatan pukul 08.00 WIB untuk mengikuti pelatihan menulis dari Kampus Guru Cikal. Pelatihan ini merupakan pelatihan pamungkas dari 3 pelatihan sebelumnya : Pelatihan Merdeka Belajar, pelatihan Memanusiakan Hubungan, dan pelatihan Numerasi dan Literasi. Guru Belajar Menulis Di awal, pelatih dari Kampus Guru Cikal, Mahayu Ismaniar mengajak peserta untuk bersepakat tentang tujuan belajar menulis. Peserta diminta untuk membuat kepanjangan dari akronim kata MENULIS. “Menurut saya, M-enulis itu menyampaikan pikiran, E-nak dan tidaknya N-amun selalu dituliskan, U-ntuk diketahui oleh orang lain, L-alu kita curahkan I-si hati pada S-emua pembaca” tulis seorang peserta di kertas yang kami bagikan. Tidak sampai di situ, akronim yang dibuat kepanjanganya tersebut diolah peserta dan kelompoknya menjadi kemasan yang menarik, seperti pantun, nyanyian, puisi, dan sebagainya. Akhirnya kami bersepakat keterampilan menulis penting dimiliki oleh guru. “Saya kadang ketika akan menulis itu sudah kebayang dulu tulisan orang-orang yang bagus, bagus dari segi kebahasaan, ejaan, serta pemilihan kata yang digunakan. Jadi dalam bayang-bayang saya, menulis itu susah.” Kata pak Afdhal saat sesi membongkar salah kaprah menulis. Dalam sesi membongkar salah kaprah menulis ada kejadian yang menarik. Adanyaperdebatan saat pelatih menyampaikan poin “Menulis seperti masak mie instan”.Guru Erna setuju bahwa menulis itu seperti memasak mie instan “Menulis itubukan hal yang sulit. Misalnya kita mendapat pengalaman waktu ini, bisalangsung dituliskan.” Guru Afdhal memiliki persepsi lain tentang menulis, bahwamenjadi penulis yang profesional tidaklah mudah. Butuh waktu untuk mengasahtulisannya menjadi bagus. Namun diakhir pendapatnya guru Afdhal berucap “Nah perbedaan pendapat dengan Bu Erna pun ini salah satu yang harus penulis punya, yakin dengan apa yang dituliskannya.” Setelah bersepakat tentang tujuan, membongkar salah kaprah menulis akhirnya kami menawarkan sebuah formula menulis yang biasanya kami gunakan untuk formula penulisan di Surat Kabar Guru Belajar, yaitu formula ATAP. ATAP memiliki kepanjangan awal, tantangan, aksi dan perubahan. Mahayu Ismaniar menganalogikan ATAP dengan bentuk gunung. Diawali dengan awal yang biasa saja, kemudian mulai menanjak ketika mendapati tantangan, lalu mulai menurun kembali ketika menemukan aksi untuk mengatasi tantangan sebelumnya, dan kembali normal saat adanya perubahan. Peserta mulai belajar formula ATAP dengan membuat tulisan singkat 4 kalimat proses mereka menuju lokasi pelatihan. Dilihat dari tulisan, peserta sudah mulai mengerti mengenai ATAP. “Saya senang dengan dengan formula ATAP ini. Mudah untuk diaplikasikan. Saya yang sebelumnya tidak suka menulis terbantu dengan formula ini.” Jelas Guru Son di akhir pelatihan. Memang jika dilihat format ATAP bisa dijumpai di alur sebuah novel, pada struktrur jurnal, dan sebagainya. Tantangan mulai menanjak, kalau di awal peserta hanya diminta menulis proses mereka menuju lokasi pelatihan. Di sesi siang peserta diminta mengidentifikasi topik pengajaran yang berhubungan dengan literasi dibantu oleh peserta lain dalam satu kelompok. Setelah mendapat topik yang berkaitan, peserta membuat ATAP 4 kalimat. Saat sesi ini setelah dikoreksi, banyak peserta yang masih kesulitan membedakan antara bagian awal dan tantangan. Di bagian awal peserta banyak yang menuliskan permasalahan yang mereka hadapi, bukan tujuan yang akan dituju atau tanggung jawab sebagai guru. Setelah diberi umpan balik, peserta memperbaikinya. Formula ATAP tersebut dikembangkan menjadi tulisan yang utuh oleh peserta dengan cara didiskusikan bersama kelompok. Peserta menyampaikan 4 kalimat ATAP-nya kemudian peserta lain dalam satu kelompok bertanya apapun untuk menggali tulisan tersebut. Dalam hal ini dimaksudkan agar peserta mengetahui bahwa proses menulis dan pencarian ide juga bisa dilakukan dengan mengobrol dengan orang lain. Akhirnya peserta mengembangkan 4 kalimat ATAP yang mereka buat. Peserta antusias dalam menulis, dalam waktu 30 menit beberapa guru menyerahkan tulisannya. Dan terlihat sudah mulai paham mengenai ATAP. “Pelatihan kali ini membuka pikiran saya, ternyata menulis itu adalah sebuah proses yang memang harus dimulai saja dulu. Saya jadi tahu formula yang memudahkan saya dalam menulis. Saya akan lebih banyak menulis setelah ini.” Kata Guru Rini di sesi akhir pelatihan. Anda Guru, kapan terakhir Anda menulis? Yuk ikut Klub Guru Menulis yuk !

Perjuangan dan Kesenangan Belajar Temu Pendidik Regional Jawa Timur

Apakah bisa kegiatan pengembangan guru dilakukan tanpa iming-iming uang transportasi dan surat penugasan dari dinas atau sekolah? Apa ada guru yang mau ikut kegiatan di hari libur dan jauh dari tempat tinggalnya? Mungkin dua pertanyaan di atas yang terkadang membuat kita pesimis untuk melakukan kegiatan pelatihan atau pertemuan guru, karena asumsi sebagian orang bahwa guru hanya akan mengikuti pelatihan jika ada uang transportasi dan surat penugasan, guru kurang punya semangat untuk mengembangkan kompetensi dan mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang bergerak begitu pesat. Untuk menjawab keraguan itu, komunitas guru belajar mengadakan Temu Pendidik Regional Jawa Timur. Temu Pendidik Regional Jawa Timur adalah pertemuan tahunan yang mempertemukan pendidik di wilayah Jawa Timur untuk berbagi praktik baik pengajaran, mengembangkan kompetensi, membangun kolaborasi dan merintis karier. Kegiatan ini berawal dari inisiasi Komunitas Guru Belajar Surabaya yang ingin mengadakan “pemanasan” sebelum kegiatan besar tahunan komunitas guru belajar yaitu Temu Pendidik Nusantara 2018. Kegiatan ini terdiri dari 5 sesi, yaitu kelas kemerdekaan, kelas kolaborasi, kelas kompetensi, kelas karier dan acara puncak. Acara diselenggarakan pada Sabtu, 1 september 2018 di Sekolah Cikal Surabaya, dalam pertemuan ini ada 36 kelas yang dihadiri oleh 180 guru yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur. Perjuangan mereka untuk mengikuti acara ini sangat besar, selain meluangkan hari libur selama 1 hari untuk belajar bersama, ada 8 orang guru yang harus berangkat jam 04.00 WIB dari rumahnya untuk dapat hadir tepat waktu, dan ada sekitar 15 orang guru dari berbagai daerah yang karena jarak kegiatan yang jauh mereka harus berangkat satu hari sebelum acara dimulai dan sampai di Surabaya jam 23.00 WIB. Mereka berbagi dan bercerita tentang perkembangan Komunitas Guru Belajar di wilayahnya, setelah itu mereka menginap di lokasi acara, tidur di dalam kelas menggunakan kantung tidur bersama-sama. Ya.. Anda tidak salah baca, tidur di dalam kelas menggunakan kantung tidur bersama rekan guru merdeka belajar lainnya. Kenapa merdeka belajar? Karena para guru tahu tujuan mengikuti Temu Pendidik Regional. Mereka sadar bahwa dalam kegiatan ini mereka akan bertemu rekan-rekan guru lainnya yang memiiki semangat belajar internal, bukan dari pihak eksternal yang memaksa mereka untuk hadir. Para guru mandiri terhadap cara, tidak tergantung keadaan atau fasilitas yang disiapkan. Mereka juga memiliki pilihan, bukan hanya sebagai peserta, namun beberapa dari mereka juga menjadi narasumber dari kegiatan ini, mereka tidak hanya disodorkan kelas-kelas apa saja yang harus mereka harus ikuti, tapi mereka bisa memilih topik apa yang mereka anggap sesuai dengan kebutuhan, Dan setelah mengikuti acara ini, mereka berkomitmen untuk membagikan semangat dan pengetahuan yang mereka dapatkan ke rekan di komunitas guru belajar daerahnya sambil berefleksi. Acara ditutup oleh penampilan “GBN”, singkatan dari Guru Bisa Nge-band yang anggotanya adalah anggota Komunitas Guru Belajar Surabaya, mereka membawakan beberapa lagu bertema pendidikan, para peserta bahkan sampai beranjak dari tempat duduknya dan berkumpul di depan panggung, untuk ikut bernyanyi bersama. https://www.instagram.com/p/BnQYTAih0pd/?tagged=tprjatim2018 Kegiatan ini menjawab keraguan tentang guru belajar. Ternyata motivasi internal itu lebih kuat dan abadi dari iming-iming yang tanpa disadari meracuni dan merusak kesenangan yang kita dapatkan dari proses belajar, ternyata belajar itu bukan hanya dari para ahli yang terkadang tidak menginjakkan kaki di kelas seperti para guru, tapi rekan seperjuangan yang memiliki semangat yang sama untuk perbaikan pendidikan yang dapat menjaga api semangat untuk terus belajar sepanjang hayat.

Membaca & Menulis, Terampilkah Kita? Mari Belajar Mengembangkannya

Narasumber : Rosmayanti Mutiara & Elisabet Indah SusantiHari, Tanggal : Jum’at – Sabtu, 24-25 Agustus 2018Tempat : Rumah Kreatif Wadas Kelir & SMP Permata Hati, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Membaca dan menulis merupakan kegiatan yang selalu ada sejak kita membuka mata pagi hari hingga sebelum kita tertidur kembali. Mulai dari membaca dan menulis pesan melalui gawai, membaca koran media cetak, membaca iklan yang terpampang di sepanjang jalan, membaca jurnal, menulis surat elektronik, menulis catatan singkat, dan masih banyak lagi aktifitas membaca dan menulis dalam kehidupan keseharian kita. Bahkan mulai sebelum kita sekolah dan hingga kini bekerja, baik membaca dan menulis sudah dilakukan sejak dahulu. Karena merupakan kegiatan harian yang selalu ada sejak dahulu, maka mudahkah membaca dan menulis itu? Apakah tetap diperlukan keterampilan untuk membaca dan menulis? Kembali, Kampus Guru Cikal yang diprakarsai oleh NusantaRun memberikan pelatihan kepada guru-guru di SMP Permata Hati Purwokerto. Topik yang diangkat kali ini adalah keterampilan membaca dan menulis. Selama dua hari kegiatan pelatihan ini, tepatnya, 24-25 Agustus 2018, mulai pukul 08.00 – 15.30 WIB. Pelatihan ini dipandu oleh rekan-rekan guru Sekolah Cikal, yaitu Ibu Rosmayanti Mutiara & Ibu Elisabet Indah Susanti. Sedikit mengulas tentang Ibu Rosmayanti, yang kerap disapa Yanti yang kini menjabat sebagai kepala sekolah di Sekolah Cikal Serpong yang memiliki pengalaman mengajar selama kurang lebih 19 tahun, sedangkan Ibu Susan merupakan pengajar di Sekolah Cikal Serpong dan telah memiliki pengalaman mengajar hampir 15 tahun. Selain itu, belajar kali ini sangatlah berbeda, dengan mengambil tempat belajar di Rumah Kreatif Wadas Kelir (RKWK), sehingga kami harus mengendarai transportasi umum “angkot” untuk menuju ke sana. Biasanya kami hanya berjalan kaki ke Sekolah Permata Hati. Kurang lebih 30 menit menuju lokasi RKWK dan tibalah kami di sana. Langsung disambut hangat oleh Bapak Heru Kurniawan M.A, sebagai penggagas RKWK. Didirikan pada tahun 2013 karena keprihatinan pada pendidikan masyarakat sekitar. Dengan fokus pada dunia pendidikan, RKWK menyelenggarakan berbagai kegiatan edukatif pada masyarakat secara berkesinambungan. Dari kegiatan-kegiatan inilah, RKWK kemudian berkembang dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan yang dikelola oleh Relawan, Remaja, dan Masyarakat. RKWK terus melakukan berbagai kegiatan pendidikan setiap harinya tanpa henti dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui pendidikan. Harapannya, dengan memberikan pendidikan terbaik pada masyarakat, semoga kelak dari Rumah Kreatif Wadas Kelir akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa yang akan memajukan bangsa kita tercinta: Indonesia.   Menulis Dengan RasaTeriknya Kota Purwokerto saat itu tidak menyurutkan keinginan kami untuk belajar bersama. Pelatihan keterampilan membaca dan menulis ini diperuntukkan bagi guru yang kesulitan membantu anak untuk membaca dan menulis, belum memahami tujuan dari kegiatan membaca dan menulis, memaknai membaca sebagai tugas perkembangan yang hanya selesai pada usia sekolah dasar, demikian pula halnya dengan menulis, serta tidak memiliki atau mengetahui strategi apa saja yang bisa digunakan untuk membaca dan menulis bersama anak di kelas.Selama kurang lebih 3 jam, Pak Guru begitu sapaan bersahabat rekan relawan kepada Pak Heru, mengemukakan tentang dasar-dasar penulisan. Beliau mengemukakan standar tulisan berliterasi harus memiliki 4 syarat, yaitu benar, baik, bermanfaat dan menginspirasi. Ke empat hal ini wajib dalam sebuah tulisan esai. Tulisan dapat membahas suatu masalah di sekolah dari sudut pandang penulis dan dielaborasi dengan pengalaman dan pengetahuan penulisnya. Tambahnya lagi, bawah dalam menulis tidak lupa untuk memasukan unsur rasa, sehingga pembaca dapat pula mengalami atau turut merasakan apa yang dialami atau rasakan oleh penulisnya. Hal ini dialami oleh Bu Yani, salah seorang peserta sampai tidak sanggup membacakan hasil tulisannya karena tulisannya sanggup menyentuh rasa bagi diri dan orang lain yang mendengarnya, sehingga harus dibantu oleh Ibu Gayuh dalam membaca tulisan tersebut. Kegiatan belajar bersama pak guru pun berakhir. Sedangkan Ibu Yanti dan Ibu Susan menambahkan, bahwa ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam menulis, yaitu: Pra-writing: gagasan atau ide tulisan. Drafting: gagasan atau ide tulisannya dibuat dalam bentuk draft (pengorganisasian gagasan/ide). Sharing: penulis mendapat masukan dari pembaca/pendengar terhadap draft kasar yang dibuatnya. Revising: melakukan refleksi terhadap draft dan melakukan perubahan berdasarkan ciri-ciri penulisan. Editing: mengkoreksi tulisan yang meliputi pengecekan tanda baca, huruf besar dan kecil, ejaan, paragraf dan penggunaan grammar. Publishing: tulisan yang sudah dikemas dengan baik Dalam kesempatan pelatihan menulis ini dipaparkan pula tentang salah kaprah dalam menulis dan tingkatan kemampuan anak dalam menulis, sebagai berikut: Emerging/Scribble:  Anda mungkin tidak dapat memahami gambar ini; namun Anda perlu menaruh perhatian pada tahap awal anak mulai menggambar. Pictoral: Anak mulai menggambar lebih jelas dan memiliki arti. Anak mulai dapat mengimitasi gambar. Pre-communicative: Mulai dapat menulis huruf secara acak, namanya, maupun bentuk lain yang dilihat di sekitarnya. Mencoba menuliskan pesan yang tidak dapat dimengerti karena belum memiliki makna. Semi-phonetic: Mulai menggunakan dan menuliskan huruf untuk disamakan dengan bunyinya. Biasanya menulis dari kiri ke kanan. Masih menulis huruf dengan terbalik. Phonetic: Dapat mengeja dan menuliskan kata dengan awalan dan akhiran bunyi konsonan. Anak mungkin menambahkan huruf vokal. Pada tahap ini tulisan anak mulai dapat dimengerti. Transitional: Dapat menuliskan kata sesuai bunyinya. Terkadang menuliskan huruf yang sama dua kali.Dapat menulis lebih dari satu kalimat. Dapat membuat spasi antar kata dan dapat mengeja banyak kata dengan benar. Conventional: Dapat mengeja banyak kata dengan benar; meskipun masih berdasarkan dasar bunyi fonik.Dapat mengeja kata yang sudah dipelajari. Mulai menggunakan huruf kapital, huruf kecil serta tanda baca seperti tanda titik dan tanda tanya. Traditional: Dapat mengeja kata dan  menggunakan banyak kosa kata.  Memakai tanda baca seperti tanda tanya, tanda koma dan tanda seru secara tepat. Membuat paragraf dengan baik. Membaca memahami makna Sejenak beristirahat, kami pun melanjutkan kegiatan pelatihan berikutnya, yakni keterampilan membaca. Ibu Yanti dan Ibu Susan menanyakan kepada para peserta, apa sebenarnya membaca dan peserta kemudian menuliskan serta mengemukakan pendapatnya mengenai membaca. Dipaparkan pula, bahwa masih terdapat konsepsi yang tidak tepat terhadap konsep membaca. Membaca, selain menambah kosakata dan perbendaharaan kata, namun sesungguhnya membaca adalah memahami makna. Untuk memahami makna tersebut ada tahapan-tahapan dalam membaca sehingga pengamalan membaca jadi semakin menyenangkan. Agar pengalaman membaca menjadi menyenangkan, maka dibutuhkan pula strategi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: bercerita  membaca tanda dan simbol di sekitar sekolah, bermain drama, visualisasi (tulisan ke gambar), atau juga dapat mengajukan pertanyaan yang cukup kompleks untuk melatih dan meningkatkan pemahaman (sebelum, ketika, dan setelah membaca). … Read more

Kebutuhan Belajar

Sewaktu SMA saya tidak berani ke ibukota sendirian, karena kabar-kabar dari televisi, dari omongan orang bahwa ibukota kejam, tidak aman, macet dan sulit tranportasinya. Namun beberapa tahun belakangan ini, banyak murid saya seusia SMA yang sudah bolak-balik ke ibukota. Ketakutan-ketakutan saya dulu sepertinya sudah mulai berkurang. “Kamu kok berani ke Jakarta sendirian?” tanyaku.“Sekarang apa-apa mudah kok Pak. Kemarin beli tiket kereta saja tidak perlu ke stasiun. Kalau udah sampai Jakarta juga mudah Pak, ada banyak ojek online, langsung sampai rumah orangtua di Jakarta”, jawabnya. Apa yang menjadi masalahku sewaktu SMA dulu ada jawabannya sekarang. Masyarakat butuh kenyamanan, kemudahan dan keamaan dalam memakai transportasi umum, muncullah aplikasi transportasi online. Masyarakat butuh kemudahan dalam pembelian tiket, pemesanan hotel muncullah Traveloka, Airbnb,dsb. Masyarakat butuh kemudahan berbelanja, muncullah tokopedia, bukalapak, shopee dan sebagainya. Startup-startup di atas memahami masalah yang ada pada masyarakat dan kemudian menciptakan solusi, menjawab persoalan kebutuhan yang selama ini tidak terpikirkan. Ya, kebutuhan! Seringkali kita lupa hal yang mendasar yaitu kebutuhan. Sebagai guru contohnya : Menghabiskan uang untuk membeli media-media pembelajaran, sampai berjuta-juta. Namun nyatanya hanya untuk pajangan di kelas. Membeli rencana pelaksanaan pembelajaran, yang nyatanya apa yang ada di dalamnya tidak sesuai dengan murid yang diajar. Ikut-ikutan trends tidak memberikan tugas di rumah, ikut-ikutan cara mengajar guru di suatu sekolah yang nyatanya tidak pas diterapkan di lingkungan tempat kita mengajar. Tidak pernah bertanya pada diri sendiri “Apa sekolahku butuh ini ya?”, “Apa kelasku butuh ini ya?” “Apakah murid yang aku ajar benar-benar butuh?” Para pendiri strartup-startup tahu benar apa yang dibutuhkan masyarakat, melakukan riset bertahun-tahun, memetakkan apa yang dibutuhkan, menciptakan jawaban dari kebutuhan itu. Pertanyaanya adalah sudahkah kita melakukan riset di kelas? Memetakkan apa yang menjadi kebutuhan belajar murid?