Guru Merdeka Belajar dan Berkarier di Sekolah Lawan Corona Al Fityah

Guru Merdeka Belajar di Tengah Pandemi “Merdeka Belajar sering diartikan bebas belajar, dan tanpa aturan. Merdeka belajar itu  terjadi jika kita bisa mengatur sendiri proses pembelajaran, baik itu pihak sekolah, guru, orang tua dan maupun murid. Dan hal tersebut ditunjukkan oleh guru dan pemimpin sekolah di Yayasan Al Fityah saat mengikuti program Sekolah Lawan Corona. Karena belajar adalah kebutuhannya, kemauannya sendiri, rekan-rekan di Al Fityah mencari cara untuk bisa belajar program-program dan menyelesaikannya.”, Ujar Bukik Setiawan yang mewakili Yayasan Guru Belajar pada Perayaan Belajar Sekolah Lawan Corona Yayasan Al Fityah pada Minggu 17 Januari 2020. Program Sekolah Lawan Corona di Yayasan Al Fityah sendiri berjalan mulai pertengahan bulan November, dimulai dengan kegiatan sosialisasi dan pengisian asesmen program untuk mengetahui kebutuhan belajar guru dan pemimpin sekolah. Kemudian pelaksanaan program otomatisasi dan interaksi dilaksanakan hingga awal Desember.  Baca Juga: Sekolah Lawan Corona Jawa Tengah Awal pelaksanaan di Yayasan Al Fityah ada beberapa guru yang mengalami kendala dalam pelaksanaan : ada guru yang harus mengurus bayi sehingga pengerjaan program terhambat, ada kendala sinyal dan banyak tantangan lainnya. Peran mentor untuk terus memberi semangat, mengajak peserta melakukan refleksi, dan kemudian mencari cara sangat membantu terselesaikannya program oleh peserta SLC Al Fityah. Buktinya 100% dari 50 peserta baik guru maupun pemimpin sekolah menyelesaikan program ini. Guru Emi Yayusari salah seorang Guru di SDIT Al Fityah Kota Binjai mengungkapkan bahwa awalnya pembelajaran jarak jauh, murid merasa bosan belajar, orang tua menganggap pembelajaran menjadi beban. Setelah mengikuti Sekolah Lawan Corona saya mendapat ilmu banyak, terutama mengenai pembelajaran jarak jauh. Peran mentor di SLC sangat membantu. Setelah ikut Sekolah Lawan Corona menjadi lebih menyenangkan pembelajarannya, lebih bisa kolaborasi dengan orangtua. Sejalan dengan Guru Emi Yayusari, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang hadir pada Perayaan Belajar tersebut mengatakan bahwa memang banyak sekali tantangan di masa pandemi. Namun banyak yang mulai beradaptasi, salah satunya Yayasan Al Fityah. Pandemi tidak menghalangi kreativitas guru. Guru Meniti Karier Jika program pendidikan lain penanda selesainya program biasanya dengan sertifikat. Lalu program benar-benar selesai. Namun di program Sekolah Lawan Corona ini tidak berhenti setelah program selesai. Di Yayasan Al Fityah awalnya bergerak karena persoalan yang dihadapi selama pandemi ini. Namun setelah mengikuti SLC dan persoalan yang dihadapi bisa terselesaikan, bukan berarti selesai bergerak. Guru dan pemimpin sekolah yang memiliki harapan, dan cita-cita yang tinggi terus akan bergerak menuju merdeka belajar. Ini terbukti dari banyaknya guru yang mulai melebarkan sayapnya dalam bergerak. Ada 4 guru yang menjadi pembicara Temu Pendidik Nusantara (TPN) 7, ada 4 guru yang menjadi pemandu TPN 7, bahkan ada 5 guru yang mendaftarkan diri dan menjadi pendamping guru lainnya di program SLC DKI Jakarta dan juga seorang guru yang mengembangkan kariernya menjadi penulis dengan dipublikasikan tulisannya di Surat Kabar Guru Belajar edisi 26. Baca Juga : a Ingin bergabung di program Sekolah Lawan Corona?Yuk gabung!Klik slc.kampusgurucikal.com

Sekolah Lawan Corona Bantaeng : Program Pengembangan Guru di Masa Pandemi

Sekolah Lawan Corona telah berjalan hampir 1 bulan di Kabupaten Bantaeng, guru dan kepala sekolah telah mengikuti kurikulum dasar Guru Merdeka Belajar yang terdiri dari berbagai 5 level. Program diikuti guru secara otomatisasi di platform Sekolah.mu. Para peserta dari 16 sekolah ditemani oleh rekan-rekan guru dari KGB Bantaeng sebagai pendamping. Seminggu setelah kegiatan peluncuran program Sekolah Lawan Corona pada 18 September 2020, peserta mulai mengikuti program dari pengenalan platform yang digunakan dan kegiatan nonton bareng Guru Merdeka Belajar. Pada saat kegiatan nonton bareng, peserta diajak untuk berefleksi sebagai guru. “Melihat video guru Wanti, saya melihat guru Wati adalah seorang guru yang mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk membuat perubahan.” tutur guru Dharmawati, seorang peserta guru dari SDN Inpres Loka. Tidak hanya terinspirasi dengan perjuangan guru Wanti, saat kegiatan nonton bareng banyak guru yang merasa diingatkan dengan miskonsepsi guru belajar. Ada beberapa miskonsepsi yang sering guru lakukan selama ini. Misalnya Guru Amir dari SD Inpres Jatia, yang selama ini masih terjebak pada miskonsepsi belajar perlu insentif eksternal (sertifikat, uang transport), dan belajar harus dari ahli. Dari kegiatan nonton bareng Guru Merdeka Belajar ini juga, Guru dan Kepala Sekolah peserta program Sekolah Lawan Corona mendapatkan inspirasi tentang 3 elemen pada merdeka belajar yaitu Komitmen pada tujuan, mandiri terhadap cara, dan refleksi. Banyak yang menyetujui pendapat tersebut. Misalnya guru Ramli dari SDN Borong Tarampang setuju tentang elemen-elemen merdeka belajar karena belajar tanpa tujuan tidak ada arah yang akan kita capai dengan adanya tujuan yang pasti kita dapat merefleksikan kegiatan berikutnya dan dapat mengetahui kekurangan yang kita lakukan sebelumnya. Setelah kegiatan nonton bareng dan pengenalan platform, para peserta langsung dihadapkan pada level-level program otomatisasi. Tidak mudah melaksanakan program secara daring, ada beberapa kendala yang dihadapi peserta. Dari masalah sinyal, hingga kesulitan mengakses program. Namun peserta menyerah dengan adanya kendala-kendala tersebut. Para peserta mencari cara agar tetap bisa menyelesaikan program hingga level 5, dan selanjutnya mengikuti sesi mentoring. Komitmen peserta dibantu oleh pendamping membuat peserta dari 16 sekolah banyak yang telah menyelesaikan program hingga level 5.  “Dari program Sekolah Lawan Corona ini banyak manfaat yang didapatkan guru-guru di Bantaeng : Guru bisa bertambah wawasannya tentang ilmu pedagogi, kompetensi guru meningkat, guru bisa menjadi guru merdeka belajar dan juga sekolah bisa mengembangkan diri menjadi Sekolah Merdeka Belajar.” tutur Drs. Muhammad Haris, M.Si selaku kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bantaeng. Selain itu, juga banyak peserta yang merasa terbantu dengan adanya program Sekolah Lawan Corona di Bantaeng. “Alhamdulilah setelah mengikuti program SLC kesulitan-kesulitan dalam melakukan pembelajaran dapat teratasi termasuk cara membuat RPP, saya juga mulai membuat kesepakatan dalam kelas.” tutur guru Syariffudin dari SDN 38 Janna Jannaya. Setelah melaksanakan program otomatisasi, peserta akan mengikuti program mentoring dan kurikulum kedua yaitu Sekolah Merdeka Belajar. Ingin sekolah Bapak Ibu mengikuti program Sekolah Lawan Corona juga?Yuk daftar! klik tombol di bawah ini:

Peluncuran Sekolah Lawan Corona di Kabupaten Bantaeng

“Saya besar di Papua. Bila orang membicarakan pendidikan daerah, maka saya mengalaminya sendiri. Saya mengalami sendiri kesulitan mencari buku bacaan. Saya mengalami sendiri kesulitan mencari guru dan sekolah berkualitas. Saya mengalami sendiri arti keterbatasan. Karena itu ketika menjadi seorang bapak, saya bermimpi mendirikan sekolah agar anak saya bisa mendapatkan kualitas pendidikan yang layak  Tapi setelah terjun menjadi aktivis pendidikan,  saya merevisi impian itu. Saya bermimpi ekosistem pendidikan yang kolaboratif agar anak-anak Indonesia mendapatkan kualitas pendidikan yang layak.” ujar Bukik Setiawan Ketua Yayasan Guru Belajar. Pada hari itu memang terjadi peristiwa seperti yang Bukik Setiawan ucapkan pada pidato pembukaan. Bahwa ada kolaborasi antara pemerintah daerah, organisasi profesi guru, lembaga pengembangan guru, lembaga pendidikan keluarga dan penyedia layanan sekolah  digital. Langkah awal yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan pembelajaran pada masa Covid 19 ini. Langah awal itu bernama Sekolah Lawan Corona. Sekolah Lawan Corona Bantaeng Setelah berhasil mengajak 128 sekolah yang terdiri atas 256 guru dan 128 Kepala Sekolah dari berbagai daerah di Jawa Tengah (baca juga Sekolah Lawan Corona Jawa Tengah) Kali ini program Sekolah Lawan Corona hadir di Bantaeng, dan akan diikuti kurang lebih 80 guru dan kepala sekolah dari 16 sekolah di Bantaeng. “Tuntutan guru yang memiliki kreativitas dan inovasi tidak hanya untuk masa pandemi saja, kita menghadirkan program Sekolah Lawan Corona untuk membantu guru membuat pembelajaran yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan keseharian.” ujar Bupati Bantaeng, Ilham Azikin dalam sambutannya. Kurikulum Sekolah Lawan Corona memang bertujuan untuk : Membantu kepala sekolah dan guru melakukan pembelajaran jarak jauh yang merdeka belajar. Membantu kepala sekolah dan guru melakukan strategi pembelajaran dan kepemimpinan berdasarkan prinsip cara 5M (Memanusiakan Hubungan, Memahami Konsep, Membangun Keberlanjutan, Memilih Tantangan dan Memberdayakan Konteks) Membangun jejaring sekolah merdeka belajar yang mempraktikkan pembelajaran dan kepemimpinan merdeka belajar secara berkelanjutan. Harapannya setelah program Sekolah Lawan Corona lahir Guru dan Kepala Sekolah Merdeka Belajar yang mampu menggerakkan pendidikan di Bantaeng. “Saya berharap jangan ada sekolah unggulan di Bantaeng. Yang saya mau semua sekolah unggul dengan kelebihannya masing-masing,” ujar Bupati di akhir sambutannya. Dalam peluncuran program Sekolah Lawan Corona Bukik Setiawan juga menekankan pentingnya berpihak pada anak. “Makna kita sebagai pendidik adalah anak-anak. Mau sehebat apa pun pendidik, tanpa anak-anak maka tak ada artinya. Mau sehebat apa pun sekolah, tanpa anak-anak pun kehilangan artinya. Bahkan sekolah yang jumlah muridnya yang terus menerus menurun akan ditutup. Tidak peduli sekolah swasta maupun sekolah negeri. Karena itu, wajar dan sudah pada tempatnya kita selalu mengingat-mengingat peran utama anak-anak dalam ekosistem pendidikan. Untuk apa kita mengajar? Untuk apa kita mendidik? Untuk apa kita bersusah payah di sini? Tidak lain dan tidak bukan untuk anak-anak, khususnya anak-anak Bantaeng.” Sekolah Anda ingin mengikuti Sekolah Lawan Corona?KLIK DISINI

Menginspirasi Murid di New Normal, Bisakah?

Berdiam di dalam rumah ini denganmuDari malam hingga malam lagiTerkungkung langkah ragu tak ke mana-manaDari Rabu hingga Rabu lagi Tulus menyanyikan sepotong lirik lagu terbarunya Adaptasi di sesi akhir Seminar Wardah Inspiring Teacher 2020 di aplikasi Zoom. Lirik tersebut seakan mewakili kondisi saat ini. Saat di mana berbagai aktivitas terpaksa dikerjakan di rumah. Salah satunya adalah event tahunan Wardah Inspiring Teacher. Kegiatan yang pada tahun-tahun sebelumnya diadakan secara tatap muka, karena Corona terpaksa diadakan secara online. Lagu Adaptasi dari Tulus menggambarkan hal tersebut. Bagaimana membuat kegiatan belajar di Wardah Inspiring Teacher bisa bermakna walau dilakukan secara online? Bagaimana menjadi guru yang menginspirasi murid di masa pandemi ini? Itulah tantangan kami di Kampus Guru Cikal selaku lembaga pelatihan yang ditunjuk oleh Wardah untuk mendampingi guru-guru di Wardah Inspiring Teacher 2020. Seminar WIT 2020 “Wardah Inspiring Teacher 2020” “Memberi inspirasi untuk negeri.” Tagline tersebut sudah menjadi bagian Wardah Inspiring Teacher dari tahun-tahun sebelumnya. Namun terasa berbeda di tahun 2020 ini. Mungkin akan timbul pertanyaan seperti di atas, “Bagaimana memberi inspirasinya?”“Bagaimana memberi inspirasi di masa seperti ini?” “Mengajar aja susah, kendalanya banyak banget. Boro-boro memberi inspirasi..” Itu pulalah yang kami dapatkan saat sesi awal Wardah Inspiring Teacher 2020. Saat membuka slide presentasi dan memunculkan judul Menginspirasi Murid Belajar di New Normal banyak peserta yang bertanya-tanya. Dan benar saja, saat kami melakukan asesmen di awal mengenai pembelajaran jarak jauh, banyak yang merasa kesulitan. Berikut adalah kata  yang menggambarkan perasaan guru melakukan  pembelajaran di masa pandemi, Guru Merdeka Belajar Selain itu, di asesmen awal kami juga mengajak guru untuk berbagi mengenai kendala apa saja yang dihadapi guru saat melakukan pembelajaran jarak jauh. Ternyata banyak kendala yang guru hadapi, dari kuota, sinyal, pelibatan orangtua, hingga motivasi internal murid. Dari asemen ini, ternyata memang guru perlu dibantu. Memang prosesnya akan sulit, namun kami percaya Guru #MerdekaBelajar akan mencari cara untuk mencapai suatu tujuan. Seminar tahap 1 dan 2 yang dilaksanakan pada tanggal 18 dan 19 Juni 2020 itu mengajak guru untuk bercerita mengenai pembelajaran sebelum dan sesudah pandemi, selain itu narasumber dari Kampus Guru Cikal yaitu Rizqy Rahmat Hani menceritakan praktik baik guru yang tetap bisa menginspirasi walau di tengah pandemi. Para Guru yang Menginspirasi Ada cerita Guru Titis yang menginspirasi muridnya dengan membuat pembelajaran di Radio Republik Indonesia di Sanggau. Guru Dynna yang menginspirasi dengan melibatkan murid dan orangtua dalam merancang RPP. Guru Titik yang menginspirasi dengan refleksi dan memahami muridnya. Cerita tersebutlah membuat sekitar 200 guru yang mengikuti sesi tersebut seperti mendapatkan AHA moment. Terlihat di kolom komentar, “Benar juga ya, harusnya dari awal melibatkan orangtua dan murid.” “Ternyata asesmen yang beragam bisa juga ya, dan malah membantu murid.”“Ceritanya hampir sama dengan cerita saya, sangat menginspirasi Guru Titis!” Saya melihat walau dilakukan secara online, antusias peserta luar biasa, terlihat dari jumlah yang mengikuti sesi Seminar dari awal hingga akhir. Pada sesi Seminar WIT 2020 tersebut juga ada sesi talkshow bersama alumni Wardah Inspiring Teacher tahun 2019. Untuk tahap 1, ada guru Titik Nur Istiqomah dari Magelang, untuk tahap 2 ada Eki Nur Wulandari dari Pekalongan. Dua guru tersebut menceritakan bagaimana mereka mengikuti WIT 2019, dan apa saja yang didapatkan oleh keduanya. Guru yang Membangun Empati Pada Murid “Saya belajar tentang empati sebelum merancang di Wardah Inspiring Teacher. Salah satunya saat merancang board games aksara Jawa ini (sambil menunjukkan ke layar kamera).” ungkap Guru Titik. Dari talk show tersebut peserta lebih sadar akan tujuan mereka mengikuti Wardah Inspiring Teacher. “Saya jadi lebih semangat mengikuti Wardah Inspiring Teacher setelah mengikuti sesi talk show ini.” ungkap salah satu peserta di kolom komentar. “What an amazing  experience! Senangnya bertemu dengan guru dari berbagai daerah dan juga bersyukur bisa belajar dari pemateri yang luar biasa.” tutur @nisrinaqey di akun Instagramnya. Wardah Inspiring Teacher tahun 2020 ini ada 5500 guru yang direkomendasikan, 2300 mendaftar dan hanya 1800 yang mengikuti Wardah Inspiring Teacher 2020 ini. Setelah Seminar Wardah Inspiring Teacher, kira-kira selanjutnya tahap apa lagi ya? Ingin tahu ada apalagi? Yuk follow instagram @kampusgurucikal dan @wardahinspiringteacher. 

Sekolah Lawan Corona Jawa Tengah

Corona membuat tidak sedikit guru merasa kebingungan untuk melakukan pembelajaran. Karena Corona pembelajaran tidak lagi dilakukan Sekolah. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai Pembelajaran jarak jauh, berikut adalah kendala-kendala yang guru hadapi : 67,11 % kendala guru terkait kemampuan mengoperasikan perangkat digital, 29, 45% kendala guru terkait sarana dan prasarana, 14,47% terkait faktor internal murid dan sebagainya. Melihat masalah tersebut Kampus Guru Cikal dan Komunitas Guru Belajar sejak awal menunjukkan komitmennya dalam membantu guru. Komitmen tersebut bisa dilihat dari inisiasi yang dibuat, yaitu Sekolah Lawan Corona yang mulai berjalan sejak 16 Maret 2020. Inisiasi ini memulai dari pembuatan kegiatan rutin yaitu Temu Pendidik Spesial, membuat panduan pembelajaran jarak jauh hingga membuat surat kabar guru belajar yang berisi praktik baik pembelajaran jarak jauh para guru. Namun seiring berjalannya waktu, kami melakukan refleksi. Temu Pendidik Spesial yang kami adakan rutin setiap pukul 18.30 – 20.30 tiap harinya masih kurang efektif, kurang membangun keberlanjutan bagi para guru yang mengikuti. Banyak peserta yang mengulang-ulang pertanyaan, ada yang memulainya dari awal juga walaupun materi sudah sampai pada level tertentu. Dari refleksi ini, kemudian kami berpikir, bagaimana membantu guru belajar dari hal yang paling dasar, hingga ia bisa membuat pembelajaran jarak jauh yang bermakna untuk murid? Akhirnya dari refleksi tersebut, lahirlah kurikulum Sekolah Lawan Corona yang bisa dilihat di bawah. Kurikulum ini dimulai dari asesmen, tujuannya agar mengetahui pemahaman dan kompetensi guru mengenai pembelajaran jarak jauh. Jika dari asesmen guru tersebut berada pada level 1, maka guru masih perlu mengembangkan kompetensinya dalam penguasaan teknologi, seperti Whatsaap, Gmail, Google Meet, dsb. Sehingga para guru tidak memulai kurikulum Sekolah Lawan Corona ini pada level yang sama, ada yang memulai dari level 2, 3, bahkan ada yang bisa mulai dari level 5 jika guru tersebut melalui asesmen menunjukkan kompetensi yang perlu dimiliki guru level 5. Kurikulum Sekolah Lawan Corona pertama kali dijalankan yaitu di Jawa Tengah, hal tersebut dilakukan karena Wakil Gubernur Jawa Tengah, Bapak Taj Yasin Maimoen beserta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah sangat mendukung inisiasi ini. Program Sekolah Lawan Corona di Jawa Tengah Sendiri dibuka langsung oleh bapak Wakil Gubernur dan Bu Najelaa Shihab selaku inisiator pada tanggal 19 Mei 2020. “Inisiatif Sekolah Lawan Corona ini sebetulnya diluncurkan sebagai gerakan oleh Komunitas Guru Belajar, Kampus Guru Cikal, SekolahMu dan Keluarga Kita yang akan berlangsung di berbagai daerah.” tutur Najelaa Shihab dalam kegiatan launching tersebut. Najelaa Shihab juga menambahkan bahwa Jawa Tengah adalah daerah pertama yang mendapatkan kesempatan mengikuti Sekolah Lawan Corona, adapun pelaksanaanya akan dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan keaktifan dan keberdayaan Komunitas Guru Belajar dalam berkolaborasi dan menggerakkan ekosistem pendidikan, yang bisa dilihat pembagiannya sebagai berikut. “Saya mendukung Sekolah Lawan Corona di Jawa Tengah ini, inisiasi ini akan membantu guru dalam beradaptasi dengan budaya baru pembelajaran.” ungkap Wakil Gubernur Jawa Tengah.  Pelaksanaan Sekolah Lawan Corona Setelah dibuka secara formal oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah, inisiasi Sekolah Lawan Corona mulai dijalankan di 5 daerah yaitu Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Semarang, Kota Semarang dan juga Kota Surakarta. Adapun jumlah peserta yang mendaftar dari 5 daerah tersebut berjumlah 881 peserta, dan dibagi ke dalam 3 tahap. Tahap 1 dimulai bulan Juni, tahap 2 dimulai Juli bersama daerah yang berada pada tahap berkembang dan tahap 3 dimulai Agustus dimulai bersama daerah yang berada pada tahap perluasan. Di tahap 1 sendiri ada 392 peserta yang memulai program dengan mengisi asesmen, dari asesmen yang diisi peserta, ternyata ada beberapa peserta di 5 daerah tersebut memulai program dari level 1, 2, 3 bahkan ada yang memulai dari level 5. Peserta yang memulai program dari level 1 mendapat pendampingan khusus oleh fasilitator melalui grup Whatsapp. Ada sebuah cerita menarik dari fasilitator Kota Surakarta, karena peserta di grup ini mengalami kesulitan koordinasi melalui Whatsapp, maka diadakan pertemuan langsung dengan mematuhi protokol kesehatan. Dalam pertemuan tersebut, Guru Nasrudin mendampingi 5 guru yang ingin menyelesaikan level 1. Ada dua tipe program dalam kurikulum Sekolah Lawan Corona, yang otomatisasi dan program diperlukan interaksi. Selain program level 1, program level 3B, 4A, dan juga 5B membutuhkan interaksi. Sehingga peserta-peserta yang sudah melewati level tersebut, akan mendapat pendampingan langsung dari fasilitator. 3B misalnya akan mendapatkan sesi refleksi mengenai pembelajaran, sesi 4A akan mendapatkan pendampingan tentang pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan sesi 5B akan mendapat pendampingan bagaimana membuat program di SekolahMu. “Saya senang sekali dengan modul 4B, karena di sini saya belajar banyak mengenai karakter, kebutuhan anak, dan belajar mengajak murid bertanya. Pembelajaran akan lebih aktif nantinya.” tutur guru Ambar. Yuk unduh GRATISSurat Kabar Guru Belajar EdisiSekolah Lawan CoronaKlik link di bawah ini Ingin sekolah Bapak Ibu mengikuti program Sekolah Lawan Corona juga?Yuk daftar! klik 👉 Daftar Sekarang!

Tulisan yang Melipatgandakan Dampak

Saya memikirkan tentang dampak tulisan, ketika saya ingat memiliki rekan guru yang pengajarannya bermakna. Melihatnya mengajar, saya tertarik untuk menerapkan apa yang guru tersebut lakukan untuk saya duplikasi di kelas saya. Cara guru tersebut memulai pengajaran, berkomunikasi dengan murid sampai strategi pengajaran yang ia gunakan saya praktikkan dan sesuaikan di kelas saya. Saya pun merasakan perubahan yang terjadi pada murid saya. Saya membayangkan, jika teman saya tersebut menuliskan praktik pengajarannya lalu menyebarkannya lewat media sosial, banyak guru seperti saya yang akan terbantu. Mungkin bukan teman saya saja, banyak guru lain di luar sana yang memiliki pengajaran bermakna namun hanya di simpan untuk dirinya sendiri. Publikasi praktik baik pengajaran menurut saya penting bagi guru. Selain bisa menginspirasi guru lain, juga akan membantu guru yang melakukan publikasi tersebut menjadi berdaya, salah satunya menjadi guru penulis. Di Kampus Guru Cikal dalam mengembangkan Komunitas Guru Belajar memiliki siklus Guru Belajar untuk membiasakan publikasi di kalangan guru. Siklus Guru Belajar bisa dilihat di gambar di bawah ini : Kalau dilihat dari gambar di atas, maka bagian publikasi adalah salah satu yang penting. Jika tidak ada publikasi, maka bagian yang lain tidak akan berjalan. Di awali guru MENEMUKAN praktik baik pengajaran guru lainnya, dari proses menemukan tersebut, guru melakukan PENALARAN, mempelajarinya dan menyesuaikan untuk kelasnya. Setelah itu, guru melakukan PRAKTIK pengajaran di kelasnya, dari praktik itulah guru melakukan PUBLIKASI. Publikasi tersebutlah yang akan ditemukan lagi oleh guru lainnya. Dari satu yang menulis publikasi, bisa banyak guru yang mempraktikkan dan mempublikasikannya ulang. Semakin melipatgandakan dampak. Namun, sekali lagi, masih banyak yang belum mengetahui manfaat dari publikasi praktik baik pengajaran. Terlihat dari media sosial guru-guru. Pelatihan Menulis Praktik Baik PengajaranTantangannya adalah mengajak guru membiasakan menulis praktik baik pengajaran. Ini salah satu yang dilakukan Kampus Guru Cikal, memasukkan pelatihan menulis praktik baik pengajaran pada tiap program. Salah satunya adalah program Pendidikan untuk Semua. Program Pendidikan untuk Semua merupakan program yang sudah berjalan hampir satu tahun. Program ini berfokus pada pengembangan murid penyandang disabilitas di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sebelumnya Kampus Guru Cikal sudah beberapa kali melakukan pelatihan guru, seminar orangtua, dan audiensi ke perguruan tinggi hingga pemerintah provinsi terkait. Oleh karena itu, di fase akhir program diadakan pelatihan menulis, agar praktik-praktik guru yang didapatkan dari pelatihan sebelumnya bisa terpublikasi dan berdampak tidak hanya kepada guru tersebut, tetapi kepada guru lainnya. Pelatihan diadakan di BP2KLK Jawa Tengah yang terletak di kompleks SLBN 1 Semarang pada 10 Maret 2020. Pelatihan ini diisi oleh 3 pelatih dari Kampus Guru Cikal, yaitu Guru Rizqy, Guru Ratno dan Guru Fatrica. Ternyata banyak peserta yang memang jarang bahkan belum pernah menulis praktik baik pengajaran. Ini salah satu tantangan kami, para pelatih untuk menyampaikan materi tentang menulis. Oleh karena itu, di awal kami ajak peserta untuk memahami konsep mengenai menulis praktik baik dengan formula ATAP (Awal, Tantangan, Aksi dan Pelajaran). Kami kaitkan dengan keseharian guru-guru. “Coba amati cerita membeli donat ini..” kataku pada peserta. Saya membuat kerangka ATAP dengan contoh membeli donat, dan meminta peserta mengidentifikasikan bagian ATAP. Senang rasanya, dengan analogi seperti ini membuat peserta lebih bisa memahami konsep. Lalu mereka mencoba menulis formula ATAP dari permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang menulis tentang permasalahan dalam membuat masakan, perjalanan ke lokasi pelatihan, hingga permasalahan melakukan permainan dengan anak di rumah. Setelah itu, kami ajak peserta lebih dalam, yaitu ke proses menulis praktik baik pengajaran. Kami mendetailkan konsep ATAP, kami kenalkan kanvas menulis ATAP, dan akhirnya para peserta praktik serta memberi umpan balik tulisan peserta lain. Senang rasanya membaca tulisan praktik baik guru-guru tersebut. Guru yang awalnya merasa menulis adalah kegiatan yang membosankan, menyulitkan, setelah ikut pelatihan merasa menulis bukan untuk orang berbakat saja. Berikut adalah testimoni guru-guru yang telah mengikuti pelatihan menulis. Saya jadi ingat salah satu kutipan dari Pramoedya Ananta Toer yaitu,“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” – Pramoedya Ananta Toer.

Beasiswa Murid Penyandang Disabilitas

Beasiswa Murid Penyandang Disabilitas yang diberikan oleh NusantaRun melalui program Pendidikan untuk Semua tidak seperti membalikkan telapak tangan. Ada serangkaian aktivitas sebelum murid mendapatkannya. Ada proses pelatihan guru, agar murid yang akan menerima beasiswa murid penyandang disabilitas ini bisa mendapatkan asesmen dan intervensi yang tepat pula. Beasiswa ini juga tidak sekadar menuntuk guru untuk melakukan sesuatu, juga mengajak orangtua untuk peduli. Karena sebelumnya banyak orangtua tidak tahu akan karier murid penyandang disabilitas setelah lulus nanti. Setelah melakukan seleksi terhadap 175 murid yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan beasiswa murid penyandang disabilitas. Maka diputuskan sebanyak 80 murid yang akan mendapat kesempatan ke tahap berikutnya. Delapan puluh murid inilah yang akan mengikuti pelatihan keterampilan belajar. Silakan bisa diunduh undangan serta pengumuman di tautan di bawah ini. PENGUMUMAN JAWA TENGAHPENGUMUMAN YOGYAKARTA

Kunci Pengembangan Guru di Wardah Inspiring Teacher 2019

Namanya Ernawati, beliau adalah guru SMP 1 Wates, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Guru Erna merupakan salah satu peserta program Wardah Inspiring Teacher 2019 yang diadakan di Yogyakarta. Saat kegiatan berlangsung, Guru Erna tampak antusias mengikuti sesi belajar berempati dengan murid sebelum membuat media ajar. Beberapa kali menyampaikan pendapatnya, antusias menyampaikan idenya, dan lincah bergerak saat pelatihan. Hal yang membuat kami kaget adalah ketika mengetahui beliau sudah berusia 53 tahun dan masih menjalani serangkaian perawatan penyakit kankernya. Apa sebenarnya yang bisa membuat guru Ernawati bisa antusias mengikuti program? Kalau di Kampus Guru Cikal, kami percaya 4 kunci pengembangan guru : Kemerdekaan, Kompetensi, Kolaborasi dan Karier.  Kampus Guru Cikal dan Wardah diawal sepakat bahwa kegiatan Wardah Inspiring Teacher bukan kegiatan kompetisi antarguru. Tidak ada arahan pada guru untuk mengalahkan guru yang lain, tapi lebih pada arahan agar guru menetapkan dan mencapai penguasaan kompetensi yang lebih tinggi. Tidak ada sogokan dan hukuman bagi guru agar termotivasi mengikuti program, tapi lebih pada kesempatan lebih pada guru yang belajar lebih cepat dan dukungan pada guru yang butuh waktu belajar lebih banyak. Peserta mengikuti kegiatan bukan karena ada hadiahnya, bukan karena perintah dari atasan, namun karena kemauan dari diri sendiri. Inilah yang disebut kunci Kemerdekaan.  Kemerdekaan, itulah yang menjadi alasan mengapa guru Ernawati semangat mengikuti kegiatan Wardah Inspiring Teacher. Guru Erna sadar akan tujuan, tahu tujuan belajarnya, tidak mudah menyerah menghadapi tantangan, tidak cepat menyalahkan keadaan dan selalu mencari cara yang lebih efektif mencapai tujuan. Dalam pelatihan Wardah Inspiring Teacher, Kampus Guru Cikal di awal pelatihan tidak langsung memberikan materi tentang “Bagaimana Membuat Media Ajar A, B, atau C?” . Kami mengajak peserta untuk memahami “Why”-nya. Kami ajak peserta untuk bisa berempati kepada murid. “Jika kondisi muridnya seperti ini, media seperti apa yang sesuai?” Karenanya, guru bisa lebih inovatif di beragam situasi. Karena kompetensi harus bisa ditunjukkan di mana saja, kepada murid yang bagaimana dan dalam hal mengerjakan apa. Dari sini kami melihat beragam media yang diciptakan peserta. Guru Wahyu Hidayat seorang guru Sekolah Menengah Atas membuat papan permainan yang terinspirasi dari game online yang marak dimainkan remaja. Papan permainan tersebut dibuat karena banyaknya murid yang lebih tertarik bermain game online daripada mengikuti pengajarannya. Guru Helvira membuat buku untuk meningkatkan kemampuan fungsional murid-murid berkebutuhan khusus yang diajarnya. Guru Anas membuat alat yang membantu murid SD yang diajarnya memahami dengan mudah langkah-langkah berwudhu. Guru Anggi yang mengamati muridnya lebih suka bergaul dengan tukang mainan daripada gurunya, oleh karenanya, kemudian ia memulai menciptakan permainan untuk muridnya. Guru Dina melihat banyak murid yang lebih suka audio visual, oleh karena itu ia membuat film dokumenter dalam materi biografi. Guru-guru tersebut alih-alih menyalahkan muridnya, memilih untuk mencari cara agar muridnya bisa belajar. Dalam proses pembuatan media, kami mengajak peserta untuk membuat prototipenya terlebih dahulu. Dari prototipe tersebut kemudian diuji cobakan kepada peserta lainnya, murid, dan lainnya. Dari hasil uji coba, didapatkan beberapa umpan balik yang kemudian digunakan guru-guru peserta program sebagai acuan memperbaiki media yang dibuatnya. Kolaborasi inilah yang membuat media yang awalnya biasa saja, bisa lebih baik. Masukkan guru lain, murid bahkan narasumber ahli membantu guru dalam menyempurnakan medianya. “Murid-muridku merasa permainannya kurang menantang, cepat selesai” “Lagu ciptaanku buat pengajaran ternyata sekadar membantu murid menghafal, sehingga perlu dikombinasikan agar bisa lebih bermakna.” “Ide media ajar yang aku buat prototipenya dipoles oleh temanku seorang desainer grafis.” Pengalaman kolaborasi ini membuat guru mendapat inspirasi dan praktik baik yang sudah teruji.  Kunci pengembangan guru yang keempat adalah karier.  Selama ini karier yang tersedia melalui jalur formal adalah kepala sekolah, itupun terbatas tidak untuk semua guru. Kami di Kampus Guru Cikal mendorong karier guru yang protean. Guru bisa terus menjadi guru, tetapi juga mengembangkan karier di bidang yang beragam. Guru bisa menjadi pelatih guru lain, penulis, pembuat media ajar, pendongeng, dsb.  Di Wardah Inspiring Teacher 2019 ini, Kampus Guru Cikal merancang kegiatan Temu Inovasi yaitu kegiatan pameran media guru. Harapannya dari pameran ini, banyak guru yang mulai berinisiatif mengembangkan kariernya walaupun kegiatan Wardah Inspiring Teacher sudah selesai.  “Di Temu Inovasi saya memasang media saya dan poster ‘How to Play’, tidak disangka ternyata banyak yang tertarik, dan kemudian saya jelaskan bagaimana proses membuat media ini. Mereka semakin tertarik dan kemudian membeli media saya. Dan laku sekitar 20 buah Pak. Tidak berhenti sampai di situ, banyak yang repeat order melalui Instagram@kadoka_edu …” Itulah cerita dari Guru Puspita Demy Amalia, seorang guru dari Homesantren Kebaikan Surabaya yang menjadi salah satu peserta Wardah Inspiring Teacher 2019.  Guru Imam Setiawan dari Sekolah Alam Atifa Bogor pun sama, setelah pameran Guru Imam memoles kembali media ajar yang ia buat untuk dipasarkan. Saat ini, media yang ia buat yaitu berupa buku, masih dalam tahap pengurusan ISBN. Anda sudah siap untuk Wardah Inspiring Teacher 2020?

Temu Inovasi Karya : Langkah Awal Meniti Karier Guru

Saya pernah mengikuti lomba guru berprestasi dan menjuarai kejuaraan tersebut. Namun setelah saya mendapat piala dan beberapa hadiah, tidak ada proses setelah itu. Apa yang saya ciptakan sekadar untuk lomba tersebut. Lomba selesai, kegiatan berinovasi selesai. Membuat inovasi pengajaran lagi ketika ada lomba lagi. Seakan inovasi pengajaran bukan berdasar kepada kebutuhan belajar murid, tapi keinginan saya mendapat piala. Saya tidak memiliki kemerdekaan dalam merancang inovasi pengajaran, saya hanya fokus kepada track record juri, sejarah pemenang inovasi pengajaran tahun-tahun sebelumnya, hadiah yang jumlahnya tentu tidak sedikit.  Saat Kampus Guru Cikal diajak Wardah untuk merancang Wardah Inspiring Teacher 2019 hal yang paling pertama dibicarakan adalah bagaimana agar kegiatan ini dihilangkan kesan kompetisinya. Maka sedari awal walau ada hadiah studi banding ke New Zealand bagi 2 guru di akhir program, kami tidak pernah menyampaikan hal tersebut. Kami ingin guru yang mengikuti program ini bukan semata-mata karena hadiahnya. Awalnya sih sangsi, apakah kegiatan tanpa iming-iming dan akan berlangsung cukup lama (Maret – September) peserta akan bertahan hingga akhir? Jangan-jangan di tengah peserta berguguran dan tidak melanjutkan hingga akhir program? Proses demi proses kami jalani, dari pelatihan dasar yang mana guru diajak berempati kepada murid untuk membuat media. Pra pelatihan lanjutan, guru dikenalkan kepada berbagai jenis media, canvas media ajar hingga diajak untuk membuat prototipe. Menariknya pada pra pelatihan lanjutan ini dilakukan secara online, namun peserta masih saja antusias mengikuti dan mengirimkan tugas demi tugas. Dilanjutkan pelatihan lanjutan mengenai validasi karya. Peserta diajak membuat poin-poin penilaian dari karya yang dibuat, dan melakukan uji coba kepada beberapa pihak, terutama kepada murid. Dari proses uji coba ini membuat media yang dibuat guru peserta program mendapat umpan balik baik dari narasumber ahli, murid, dsb. Tidak disangka sampai tahap akhir ada sekitar 60 guru yang masih bertahan. Kami melihat 60 guru ini mewakili guru-guru yang memiliki kemerdekaan. Mereka sadar akan tujuan, merasa apa yang dilakukan sesuai kebutuhan belajar. Bukan semata-mata karena hadiahnya.  Di sesi akhir sebagai apresiasi, kami undang sekitar 40 guru untuk melakukan pameran karya di Temu Pendidik Nusantara 2019, dimana banyak guru dari berbagai daerah datang ke sini. Harapannya dari sini, guru-guru peserta Wardah Inspiring Teacher 2019 bisa mengenalkan media ajar yang dibuatnya dan awal guru-guru memulai karier protean. Pameran digelar di Gedung Serba Guna Sekolah Cikal Cilandak pada tanggal 26-27 Oktober 2019. Berbagai media guru yang dibuat dipamerkan beserta poster proses pembuatan media tersebut. Banyak guru dari berbagai daerah berdatangan untuk mencoba media yang dipamerkan. “Di Temu Inovasi saya memasang media saya dan poster ‘How to Play’, tidak disangka ternyata banyak yang tertarik, dan kemudian saya jelaskan bagaimana proses membuat media ini. Mereka semakin tertarik dan kemudian membeli media saya. Dan laku sekitar 20 buah Pak. Tidak berhenti sampai di situ, banyak yang repeat order melalui Instagram@kadoka_edu …” Itulah cerita dari Guru Puspita Demy Amalia, seorang guru dari Homesantren Kebaikan Surabaya yang menjadi salah satu peserta Wardah Inspiring Teacher 2019.  Guru Imam Setiawan dari Sekolah Alam Atifa Bogor pun sama, setelah pameran Guru Imam memoles kembali media ajar yang ia buat untuk dipasarkan. Saat ini, media yang ia buat yaitu berupa buku, masih dalam tahap pengurusan ISBN. Kampus Guru Cikal percaya kunci pengembangan guru ada 4 yaitu kemerdekaan, kompetensi, kolaborasi dan karier. Tidak berhenti saat guru mendapat piala, namun mengajak guru untuk mengembangkan kariernya sebagai guru.