Literasi, Senjata Melawan Berita Hoax

Apa anda tahu bahwa beberapa waktu belakangan ini grup-grup pendidik diramaikan oleh berita hoax tentang kebijakan menteri? Apa Anda tahu siapa penyebar berita hoax tersebut? Jawabannya adalah pendidik itu sendiri. Ketika banyak pendidik sibuk menyebarkan hoax tentang kebijakan pendidikan. KGB Bandung, Cimahi, Pekalongan dan Kampus Guru Cikal, justru sibuk meningkatkan literasi dengan Bedah Buku Literasi Menggerakkan Negeri bersama Pak Bukik dan Pak Suhud di SMKN 5 Bandung. Perilaku pendidik yang kontradiktif sekali bukan? Apa yang menyebabkannya? Apakah karena  literasi yang menyebabkan perilakunya menjadi berbeda? Tak Sekadar Membaca Buku Kelas TPD Karier Bedah Buku kali ini diawali oleh Pak Suhud. Ia menyampaikan bahwa literasi tidak hanya sekadar membaca buku, dengan menunjukkan banyaknya praktik baik dalam meningkatkan literasi, seperti literasi dengan berjalan-jalan, bermain game, bercerita, dll. Diakhir pemaparan, ia bertanya, “Lantas, apa itu literasi?”. Mendengarnya membuat peserta menjadi bertanya-tanya. Selagi peserta bertanya-tanya dalam hati, kelas pun berlanjut dengan pemaparan Pak Bukik. Ia menyampaikan bahwa karya buku kolaborasi KGB dan KGC seperti ini, dapat mendorong berbagai pihak agar menjadi lebih peduli dengan pendidikan. Itulah kekuatan buku ini. “Wow, iya juga ya, dengan begini perubahan kondisi pendidikan bisa menjadi lebih cepat,” bisik salah seorang peserta. Sesi pemaparan berakhir, sesi bertanya pun dimulai. Kelas ini pun menjadi semakin seru dengan pertanyaan yang dilontarkan. Pertanyaan pertama datang dari Bu Nining. Ia menyampaikan bahwa di awal buku ini, Pak Bukik langsung menghujam tentang program membaca senyap 15 menit, hal tersebut membuatnya terkejut. Pak Bukik pun menanggapinya. Ia berkata bahwa di Permendikbud, kegiatan membaca 15 menit memang diwajibkan, namun berdasarkan kenyataan, ketika kita tidak melaksanakannya pun, tidak ada sanksi yang diberikan, terlebih bila kita bisa menunjukkan pengganti kegiatan literasi yang lebih bermakna. Hal seperti itu ia beliau sampaikan dengan maksud membuka besi-besi penjara yang rasanya telah memenjarakan guru selama ini. Ia berharap sebagai guru, kita bisa merdeka, fokus pada tujuan literasi, serta mandiri dan kreatif mencari cara yang tepat untuk murid-murid kita, yang bisa jadi caranya tidak dengan membaca senyap selama 15 menit. Cara Meningkatkan Literasi Pertanyaan berlanjut dengan pertanyaan Pak Yoga, bila bukan dengan membaca senyap 15 menit, lalu bagaimana caranya kita bisa meningkatkan literasi? Pertanyaan tersebut sebenarnya sudah terjawab oleh paparan Pak Suhud di awal kegiatan ini. Pak Bukik menanggapi bahwa akan lebih bermakna apabila murid diberikan kemerdekaan memilih buku yang disukainya dan setiap anak diizinkan memiliki target membaca yang berbeda sesuai kemampuannya. Hal tersebut sesuai dengan 5M yakni memahami konsep, memanusiakan hubungan, membangun keberlanjutan, memilih tantangan dan memberdayakan konteks. Ruangan pun menjadi ramai karena seorang guru menyatakan bahwa faktanya ada anak yang membaca UUD dan ada juga anak yang berulang-ulang membaca buku yang sama dalam satu tahun. Kuat dugaan, hal tersebut terjadi karena kegiatan membaca senyap 15 menit dipandang tidak bermakna oleh murid-murid. Pak Bukik pun menambahkan contoh lain sebagai tanggapan dari pertanyaan Pak Yoga, “Anak dapat diajak berjalan-jalan ke taman, lalu ditanya tentang warna bunga dan jumlah bunga, lalu esok harinya diajak kembali ke taman, lalu ditanya pertanyaan yang sama, dan ditanya tentang perbedaan jumlah bunga hari ini dengan hari kemarin. Ini adalah literasi matematika.” Diskusi mengalir hingga menjawab pertanyaan Pak Suhud di awal tentang “Apa itu literasi?”. Literasi dapat dimaknai sebagai cita, cara, dan cakupan. Sebagai cita, literasi dimaknai sebagai kompetensi. Sedangkan sebagai cara, literasi dicontohkan dengan membaca buku untuk menyelesaikan masalah. Sebagai cakupan, dicontohkan dengan kegiatan membaca senyap 15 menit. Hal-hal yang kedudukannya cakupan, sebenarnya dapat mudah berubah sesuai konteks. Masalah Dalam Praktik Literasi Sekolah Bedah buku kali ini rasanya benar-benar menunjukkan bahwa masalah literasi seperti kegiatan membaca senyap 15 menit itu merupakan masalah nasional yang penting untuk diselesaikan. Kegiatan tersebut mestinya dapat berubah sesuai konteks. Namun mengapa kegiatan tersebut justru diwajibkan? Sebagai guru, apa yang perlu kita lakukan? Jawabannya adalah guru merdeka belajar. Guru yang fokus pada tujuan, mandiri pada cara, dan reflektif. Bicara tentang refleksi, kegiatan tersebut ditutup oleh refleksi salah seorang peserta, dan ditutup oleh moderator. Pak Iwan selaku moderator menyampaikan bahwa praktiknya, “literasi pun dapat dimaknai sebagai ritual”. Mendengarnya, tiba-tiba terasa sesak di dada, karena pemaknaan tersebut nyata ada, namun faktanya kebanyakan ritual yang ada justru membodohkan. Pak Iwan pun mengingatkan, jangan sampai buku ini pun membuat kita terjebak dalam miskonsepsi literasi. Potensi tersebut memang ada. Terima kasih telah diingatkan. Karenanya literasi menjadi sangat penting dimiliki oleh guru, murid, dan semua orang, apalagi di era digital seperti ini. Agar tidak ada lagi realita seperti yang sekilas disampaikan di awal, agar tidak ada lagi pendidik yang dengan mudah membagikan berita hoax. Dapatkah Anda bayangkan bagaimana literasi muridnya, bila pendidiknya mudah termakan hoax? Penasaran Bagaimana Menerapkan Literasi Numerasi di Sekolah Dasar? Yuk ikuti pelatihan online klik tombol di bawah ini

Literasi adalah Cara Menggerakkan Negeri

Tema Temu Pendidik kali ini adalah Literasi Menggerakan Negeri. Diselenggarakan oleh Komunitas Guru Belajar (KGB) Makassar, bertempat di gedung Aula Penerbit PT. Erlangga. Temu Pendidik Daerah (TPD) kali ini diwarnai dengan diskusi menarik antara tim penggerak KGB Makassar dan para guru dari berbagai tingkatan., sekaligus mengajak para guru untuk ikut ambil bagian dalam Temu Pendidik Nasional yang akan berlangsung di Jakarta pada tanggal 25 -27 Oktober 2019. Literasi adalah … Temu Pendidik Daerah kali ini bertindak sebagai moderator ibu Anita Taursia Putri, dengan narasumber Ibu Erni Marlina dari SMKN 7 Makassar dan Ibu Andi Olle Mashurah guru dari sekolah Cendikia. Oleh ibu Erni Marlina mengatakan bahwa literasi bukan hanya sekadar membaca. Beliau memberikan contoh bahwa menulis ilmiah populer kita bisa menulis apa saja yang kita pikirkan dan ingin kita tulis. Pesannya, ‘mari kita bersama-sama mengikuti kegiatan TPN 2019. Ada banyak kelas dengan 4 kelas kompetensi, silahkan memilih. Dalam komunitas Guru belajar tidak ada tuntutan wajib masuk dan memilih kelas sesuai keinginan panitia akan tetapi setiap peserta diberi kebebasan memilih kompetensi sesuai  kebutuhannya. Teman-teman harus memahami bahwa banyak hal yang bisa kita lakukan.  KGB sangat fleksibel dan salah satu keunikan di KGB adalah kita menginap di rumah orang tua murid Cikal.  Mari memaknai literasi dengan baik karena literasi itu luas, literasi berasal dari murid dan berakhir di murid. Ada teknis bagaimana membuat murid penasaran dan KGB mengajarkan bagaimana  wujud dari sebuah kemandirian.  Berbagi Pengalaman di Temu Pendidik Tidak jauh berbeda dengan ibu Andi Olle Mashurah, belia dalam materi “Rakit Atraktif” beliau membagi pengalamannya ikut TPN awalnya karena penasaran saat melihat di komunitas Guru Belajar di Facebook,. Ia mengatakan bahwa saya tidak mengenal siapapun dan menjadi peserta murni di tahun 2017 akhirnya tahun 2018 mendaftar menjadi pemateri dan lulus. Tahun 2019 mendaftar lagi dan lolos kelas kemerdekaan dan kelas kolaborasi. Tahun ini saya membawa materi dengan tema ‘Rakit Atraktif “. Produk ini membutuhkan waktu kurang lebih 6 tahun dalam proses pembuatannya hingga bisa menjadi sebuah karya yang bisa dinikmati semua orang.  Lanjut  ibu Olle mengatakan bahwa literasi  membuat kemampuan menerima makna, baik kata maupun kalimat. Contohnya, membaca sebuah bacaan dan belajar mencerna makna kalimatnya.  Bisa membaca bukan berarti bisa memaknai. Kemampuan memahami bukan hanya  dari sisi  kemampuan berbahasa saja. Pemilihan kata mengikut pola,  dimana kunci dari Rakit Atraktif adalah pola dari kata. Oleh moderator Anita Taurisia Putri, kata kuncinya adalah bahwa literasi adalah memahami, memaknai apa yang ada di sekitar kita.  Permata Hati, membagi pengalaman,  bahwa hal yang membuat saya tertarik di Komunitas Guru Belajar adalah keaktifan para guru dalam berdiskusi untuk membagi pengalamannya serta praktek mengajarnya tidak hanya lewat tatap muka langsung akan tetapi hampir setiap saat melalui diskusi online (daring). Hal tersebut adalah sebuah motivasi yang sangat jarang ditemukan di kalangan guru ataupun komunitas guru lainnya. Menemukan banyak orang hebat yang tidak pernah merasa lebih pintar akan tetapi memiliki prinsip semua murid semua guru, prinsipnya siapapun boleh membagi ilmu dan pengalamannya, semua belajar dan semua sama serta punya tujuan yang sama. Kalau di KGB saja seperti itu bagaimana dengan TPN ada ratusan guru yang ikut berkumpul dan bertemu untuk membagi ilmu dan pengalamannya, dan hal tersebut meyakinkan rasa penasaran saya untuk ikut Temu Pendidik Nasional di tahun 2019. Persepsi Guru Terhadap Literasi Sama halnya oleh salah satu penggerak bapak Luktfi Alam, beliau mengatakan bergabung dengan KGB di tahun 2016, persepsi guru sangat mengkhawatirkan.  Setelah bergabung di KGB, saya merasakan kelas seperti sesuatu yang berharga buat saya. Hanya 15 menit  berbicara di depan kelas. Sebelum bergabung di KGB saya menjadi guru yang superior dan saya menyesal telah melakukan kesalahan selama kurang lebih 8 tahun.  Selama ini yang kita pahami tujuan sebagai guru reaktif adalah tujuan jangka pendek. Hampir semua energi kita tersalurkan. Sekarang kita perlu memahami bahwa penting memberikan apresiasi pada anak, misalnya dengan mengucapkan Alhamdulillah pada apa yang anak raih.  Kegiatan Temu Pendidik Daerah ini ditutup oleh bu Adel dengan ajakan “ mari ikut Temu Pendidik Nasional, karena dalam kegiatan ini banyak sekali tawaran praktik mengajar terbaik yang akan dibagi oleh ratusan guru dan pakar pendidikan. Mari memaknai  literasi menggerakkan negeri dengan tidak hanya memaknai membaca tetapi maknailah dalam banyak hal dan lebih luas, seperti yang dikatakan oleh erni Marlina literasi bukan hanya berbicara tentang membaca tetapi literasi sangat luas, salah satu contohnya adalah literasi bisa dimaknai dalam budaya, seni,  berhitung dan lain-lain. Gerakan Literasi untuk Menggerakkan Negeri  Sebagaimana diketahui bahwa Gerakan Literasi Menggerakkan Negeri adalah sebuah gerakan literasi di lingkungan Komunitas Guru Belajar. Gerakan yang juga merupakan bagian dari literasi nasional. Literasi merupakan kemampuan seorang guru untuk menggunakan potensi dan keterampilan. Literasi digunakan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas  membaca menulis, berhitung serta memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan budaya literasi di tengah-tengah masyarakat secara luas. Sehingga meningkatkan kualitas penggunaan waktu seseorang lebih bermanfaat.  Literasi Menggerakkan Negeri bukan pada seberapa banyak kita membaca. Akan tetapi bagaimana kita mampu memaknai segala sesuatunya dalam melahirkan generasi penerus bangsa. Reporter by Maurensyiah (SMK Darussalam Makassar ) #Literasi Menggerakkan Negeri#Guru Belajar#Komunitas Guru Belajar Makassar# Kampus Guru Cikal.  Penasaran Bagaimana Menerapkan Literasi Numerasi di Sekolah Dasar? Yuk ikuti pelatihan online klik 

Program Literasi Sudah Terlaksana, Anak Mahir Baca, Namun Tak Paham Artinya

Sudah mengadakan banyak program Literasi di kelas. Niatnya sih meningkatkan kemampuan literasi anak. Mulai dari membuat pojok baca, kegiatan membaca 15 menit di kelas, membaca bersama di pagi hari, berkunjung ke perpustakaan. Waktu dites sih bisa baca eh kok waktu dikasih soal pertanyaan bacaan salah semua hasilnya. Sebelum kita masuk ke materi , saya akan memperkenalkan narasumber kita pada malam hari ini. Guru Indah Nova Ida Manurung dari penabur Internasional Jakarta, KGB Jakarta Barat. Tulisannya telah terbit di media lokal dan nasional  dan Guru Ari Wibowo, Sekolah Cikal Cilandak, KGB Jakarta Selatan. Menggeluti bidang videografi dan menjadi youtuber channel pendidikan. Untuk materi yang pertama kita persilahkan pak ari untuk menyampaikannya dan dilanjutkan oleh bu Indah. Program Literasi Digital yang Memanusiakan Hubungan Ari Wibowo Malam kita akan mengelaborasi literasi. Saya akan berbagi area literasi digital. Materi yang saya sampaikan saya ambil dari buku memanusiakan hubungan dan saya sesuaikan dengan perkembangan kurikulum abad 21.  Terkait dengan literasi digital yang akan saya bagi malam ini saya akan mulai dari pengalaman belajar saya di awal karir menjadi guru di Sekolah Cikal. Apa reaksi anda jika anda bukan seorang yang berlatar belakang pendidikan dengan gelar ahli teknologi / ICT dan anda diminta untuk mengajar atau membawakan materi ajar dengan menempatkan penggunaan teknologi di ruang kelas anda? Atau sebaliknya. Tantangan inilah yang 9 tahun terakhir sampai sekarang terus saya alami di sekolah. Sejak awal, Sekolah sangat terbuka untuk memasukan teknologi dalam basis kurikulumnya. Terasa sekali waktu itu ketika tahun 2010 administrasi sekolah dan pelaporan hasil belajar siswa/i setelah kita buat dengan program Ms, Excel kita laporkan ke kepala sekolah untuk mendapat persetujuan lalu kita cetak (itu jika laporannya 100% benar maka bisa langsung cetak). Saya dan guru-guru lainnya kemudian terbantu dengan sistem akademik sekolah berbasis online yang tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menguasai program tersebut. Yang mau saya sampaikan adalah ketika label Digital immigrant melekat di diri kita , itu membuat saya termotivasi untuk belajar, Iya, belajar mengenai teknologi yang khususnya akan bersentuhan di lingkungan sekolah dan tentunya murid-murid. Namun, pertanyaanya apakah proses pendidikan terjadi begitu saja di depan layar komputer atau ipad? Apakah murid-murid akan mendapatkan pengalaman yang sama seperti di ruang kelas ketika mereka sedang mengakses Gawai mereka? Lalu bagaimana dengan orang tua yang notabene memberikan pengaruh besar kepada murid ketika mengakses teknologi dirumah? Hubungan-hubungan inilah yang juga menjadi tantangan besar saya sebagai pengajar di abad 21 ini. Tak pernah terbayangkan dalam hidup saya bahwa profesi sebagai seorang guru yang saya jalani sekarang begitu menyenangkan dan menantang. Institusi pendidikan tempat dimana saya bernaung jika saya boleh memberikan dua jempol, kenapa? Karena selama 9 tahun saya mengajar di Sekolah ini saya sangat merasakan perubahan perubahan signifikan terhadap diri saya sebagai seorang pendidik. Oh iya, di kalimat kedua saya katakan profesi saya sebagai guru sangat menyenangkan sekaligus menantang. Kenapa demikian? Saya sadar bahwa saya hidup di abad 21 dan berhadapan dengan situasi pendidikan yang juga berevolusi dan beradaptasi dengan teknologi pendidikan yang pastinya saya dan murid-murid saya temui setiap hari. Saya sadar bahwa saya ini dikategorikan sebagai Digital immigrant sebutan untuk orang-orang yang lahir dibawah tahun 2000-an yang masa hidupnya berlangsung sebelum berkembangnya teknologi komputer seperti sekarang dan murid-murid yang saya ajar konon disebut Digital natives atau mereka sejak lahir sudah akrab dengan teknologi canggih seperti komputer, Ipad, animasi dan sebagainya. Lalu bagaimana saya menempatkan diri sebagai pengajar zaman now yang harus dan mau tidak mau meningkatkan kemampuan tidak hanya dalam menerapkan strategi belajar mengajar namun bagaimana menerapkan dan menggunakan teknologi pendidikan di kelas serta mengkomunikasikannya kepada orang tua. Harapanya setelah TPM malam ini bapak ibu bisa menerapkan kembali di lingkungan masing-masing bagaimana menjadi CERDAS DIGITAL  Beberapa “Salah Kaprah” seputar anak dan Dunia Digital Anak tidak perlu belajar keteramoilan di dunia digital, nanti akan mahir sendirinya Etika di dunia maya beda dengan dunia nyata Semua yang dipublikasikan didunia maya akan hilang dengan sendirinya Transisi antara angkatan analog dengan digital Reaksi wajah terhadap hal baru: CEMAS atau ACUH Jadi jika dianalogikan internet itu seperti pasar. Apakah bapak ibu pernah menyuruh anaknya ke pasar sendiri? Iya sendiri. Bayangkan juga jika pasar itu jauh, bayangkan juga di pasar itu ada apa saja?hmmm iyak tentu ada pedagang, pembeli,orang lain yang tidak kita kenal, penjahat, polisi dan lain lain. Bagaimana peran, guru, dan orang tua dipasar itu? Apa yang dapat anak capai di pasar itu? Bagaimana membuat dan mengatur program literasi digital di rumah dan di sekolah? WAKTU DI DEPAN LAYAR DIGITAL Pastikan waktu berimbang antara waktu di depan layar dan tidak di depan layar, serta jenis kegiatan yang dilakukan saat di depan layar. Sebagai contoh, bermain game selama 30 menit tentu berbeda dengan Skype bersama eyang selama 30 menit, walaupun sama-sama di depan layar. Selain itu membuat suasana belajar di kelas menyenangkan itu bukan datang dari teknologinya saja loh, tapi itu hasil kerja keras kita para guru dalam mempersiapkan materi ajar berminggu-minggu sebelumnya, butuh diskusi panjang untuk merencanakan kegiatan  serta memikirkan media belajar yang sesuai. Dalam memilih dan mencari video pembelajaran misalnya, saya paling sering menggunakan portal youtube untuk mencari video-video pembelajaran dan butuh waktu untuk melihat serta mensortir isi video tersebut apakah layak untuk dimasukan ke rencana pengajaran atau tidak. Murid akan sangat senang memang jika materi ajar disampaikan dan ditambah dengan adanya video tadi karena saya yakin tidak semua murid betah untuk didongengi gurunya tentang Bencana alam, Komunikasi visual, Ekonomi dan lain lain tanpa adanya bantuan teknologi visual. Dalam literasi digital ada istilah 4K dalam proses belajar efektifnya (CERDASDIGITAL.COM) yaitu: KRITIS : Berpikir sebelum berbicara/posting/kirim pesan/gambar Benar : Memeriksa apa yang dibaca, didengar, dan dilihat, di Internet (Nami, 8 tahun) Memberikan dan menyebarkan informasi dengan sadar, siapa yang meminta dan kenapa diperlukan (Liam, 13 tahun) Salah: Sekadar melarang dan berkata tidak, tanpa menjelaskan alasan atau membantu meluruskan tindakan yang tidak tepat (Fia, ibu 2 anak usia 11 tahun dan 9 tahun)  KEAMANAN: Bertanggung jawab dengan menghormati privasi, reputasi, dan etika Benar : Tidak memalsukan usia saat bermain media sosialSalah: Mengirim video/foto untuk mengejek dan mempermalukan orang lain di grup chat/pesan singkat (Amel, 13 tahun)  KOLABORASI: Bertanggung … Read more

Literasi Menantang: Dari Aksara ke Sinema

Yeay senangnya!Mengangkat topik literasi, Komunitas Guru Belajar (KGB) Depok mengadakan TPD (Temu Pendidik Daerah) lagi. setelah 3 bulan off. Kali ini TPD berlokasi di kediaman Pak Pandji (salah satu pembicara yang juga anggota KGB) yakni di Kebun Biru, Jl. H. Suaib, Krukut, Limo Depok dengan jumlah peserta 14 orang yang berasal dari TK dan SD di Depok. Seperti biasanya kami juga menyepakati untuk potluck, yakni membawa makanan masing-masing untuk dimakan bersama. TPD yang ke-15 ini kami mengangkat dua materi. Materi pertama adalah “Literasi Menantang: Dari Aksara ke Sinema“. Materi ini dibawakan oleh Pak Uhan Subhan dari SMP Islam Fitrah Al Fikri. Yang kedua berjudul “Keterlibatan Orang Tua dalam Kegiatan Belajar di PAUD”. Dibawakan oleh Pak Pandji Widya dari TK Islam Dian Didaktika. Namun, sebelum materi pertama dan kedua, ada sekilas info tentang TPD dan TPN (Temu Pendidik Nusantara) yang dibawakan oleh Pak Arifin dari SD Binakheir. Dan, yang membuat TPD kali ini makin seru, setelah materi inti selesai ada sesi sharing tentang pendidikan di Finlandia bersama Pak Muhammad Tholchah yang merupakan kandidat Doktor di Tampere University Finland. Wow! Acara dimulai pukul 08.55 WIB dan selesai pukul 12.50 WIB (padahal rencana awal jam 12.00 selesai, karena saking asyiknya diskusi jadi kebablasan, hehe ☺ ) dengan dipandu oleh Bu Handayanih dari SDIT Mutiara Islam sebagai MC. Pembukaan oleh MC dan Pembacaan Ayat suci Al Qur’an oleh Pak Faiz Biamrillah dari SD Islam Kamila Insan Cita hingga jam 09.15. Setelah itu dilanjutkan dengan info TPD dan TPN hingga jam 09.50. Saat memberikan info-info Pak Arifin menggunakan slide yang diantaranya terdapat foto-foto yang membuat peserta tertarik. Salah satu info yang disampaikan adalah bahwa TPN 2019 diadakan tanggal 25-27 Oktober 2019 di Sekolah Cikal, temanya adalah . Aktivitas Literasi dengan Komik dan Youtube Akhirnya materi inti yang pertama pun digelar, yakni tentang Literasi Menantang yang disampaikan berdasarkan pengalaman Pak Uhan di sekolahnya yang notabene adalah siswa SMP. Di awal materi, beliau memaparkan literasi dalam pandangan awam, diantaranya adalah: membaca bukan aktivitas penting, membaca hanya membuang waktu, dan membaca adalah aktivitas berbahaya. Beliau pun memaparkan tahapan menjadikan bacaan menjadi sebuah film yang bisa dinikmati oleh lebih banyak orang dan bernilai seni tinggi serta membuat bangga orang-orang yang berkontribusi di dalamnya. Diawali dengan membaca semua novel yang berjudul sama, siswa kemudian diminta untuk membuat alur grafis dalam sebuah kertas besar, lalu dibuat menjadi komik. Setelah itu, siswa menjadikan komik itu sebuah film pendek dengan produser, sutradara, pemeran, dan semua kru berasal dari siswa dan diunggah ke youtube. Apakah berakhir sampai disini? Oh tidak! dewan guru masih ingin memberikan tantangan pada siswa dengan mengadakan festival dan mengundang banyak orang. Selain itu tiap ada kegiatan di luar para siswa juga mempertontonkan film hasil karyanya hingga membuat mereka bahagia. Pak Uhan memberikan inspirasi baru bagi kita semua, ternyata dari sebuah bacaan dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang jauh lebih menarik. Beliau juga menekankan pentingnya guru hingga mencoba membuat buku sebagai sebuah karya. Melibatkan Orangtua di Sekolah Pemaparan materi kedua dimulai pukul 10.45 hingga 11.15, yakni tentang pengalaman Pak Pandji selama bergelut dengan dunia PAUD dan TK. Beliau memberikan banyak tips pada para peserta bagaimana caranya agar orangtua dapat terlibat aktif di sekolah. Tips diantaranya: saat pertemuan awal dengan orang tua ada akad (perjanjian). Salah satu isinya tentang kewajiban orang tua hadir saat ada kegiatan parenting. Menugaskan kordinator kelas (korlas) sebagai seksi dokumentasi saat ada kegiatan. Berikan wewenang pada mereka untuk menyebarkan hasilnya ke orang tua siswa yang lain; memberikan tantangan pembelajaran di rumah untuk siswa bersama orang tuanya. Tips dan trik dari Pak Pandji sangat membantu kami mendapatkan ide-ide baru dalam upaya merangkul orang tua. Sehingga orangtua bisa terlibat aktif dan membantu dalam proses pendidikan anak-anak. Sesi terakhir adalah sharing dari teman pak Pandji, pak Tholchah. Beliau tinggal di Finlandia dan saat ini sedang pulang ke Indonesia. Selama 3 bulan di Indonesia melakukan penelitian tentang guru TK laki-laki. Beliau memberikan pencerahan pada kami tentang pendidikan di sana. Banyak hal yang selama ini belum kami ketahui terutama tentang tidak mudahnya negeri kita mengikuti sistem seperti di sana. Karena banyak perbedaan antara Indonseia dengan Finlandia. Ada beberapa hal yang bisa kita adopsi namun ada juga yang tak bisa. Dan tentu saja kita harus bersyukur dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh bangsa ini. Insyaallah bisa menjadi modal untuk kemajuan pendidikan kita ke depannya. Alhamdulillah, setelah sekian lama tidak mengadakan TPD, di hari itu kami semua merasa puas. Dan mendapat banyak pencerahan dan inspirasi. Terima kasih Bu Widhya dan Pak Arifin sebagai Koordinator. Terima kasih kepada panitia, terima kasih para pembicara, dan terima kasih pada semua peserta. Mari senantiasa semangat belajar untuk menjadi Guru yang Merdeka Belajar! Ingin Memahami Tentang Literasi Lebih Lanjut? Yuk pelajari Surat Kabar Guru Belajar Edisi 19Miskonsepsi LiterasiUnduh Gratis klik

Program Literasi di Sekolah yang Bermakna

Sudah membuat program literasi sekolah, namun nyatanya kegiatan tidak meninggalkan jejak pada murid. Murid sudah membaca buku tapi masih tetap saja tidak paham isinya. Atau sudah paham tentang literasi tetapi minim ragam kegiatan yang bermakna. Ternyata memang masih banyak kerikil  miskonsepsi tentang literasi. Termasuk di dalamnya bahwa literasi hanya berkutat pada buku, teks, kegiatan membaca atau menulis. Lalu apa pentingnya literasi untuk murid jika tidak memberikan perubahan bahkan tidak memberikan daya. Karena seharusnya literasi yang bermakna akan menjadikan murid semakin berdaya. Nah, dari persepsi inilah kita akan mengurai tentang miskonsepsi literasi yang nyatanya telah membudaya berakar bertahun tahun dalam persepsi pendidik. Temu Pendidik Daerah Kegiatan Temu Pendidik Daerah (TPD) adalah sebuah pertemuan antarpendidik di daerah Tulungagung. Peserta dari berbagai jenjang mulai PAUD, TK, SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi. Dalam pertemuan ini kami saling berkolaborasi membahas tentang tema yang kami angkat yaitu Literasi untuk Berdaya. Tema ini kami angkat berkaitan dengan masih banyak miskonsepsi tentang apa itu literasi? Bagaimana program literasi? TPD dilaksanakan pada hari minggu tanggal 6 Oktober 2019. Bertempat di Omah Dolan Pelangi, Jln. Teuku Umar, Dusun, Gluduk, Desa Ariyojeding, Kec. Rejotangan. Kab.Tulungagung. Pemantik diskusi adalah Bunda Ilmi yang merupakan Penggerak KBG Blitar dan Bunda Pelangi Penggerak KGB Tulunggagung. Peserta yang hadir ada 7 orang. Di antara mereka memiliki motivasi ikut karena memang belum pernah mendengar adanya Komunitas Guru Belajar. Adapula yang sudah dengar tetapi belum pernah mengikuti kegiatannya. Maka menjadi lumrah saat baru datang di lokasi peserta masih malu-malu untuk berinteraksi dan komunikasi. Untuk mencairkan suasana Bunda Ilmi mengajak peserta untuk memperkenalkan diri. Kemudian peserta diajak saling bertukar informasi tentang aktivitas dan motivasi mengikuti agenda TPD. “Motivasi saya ikut adalah tertarik pada tema yang diangkat, karena kebetulan di sekolah saya belum ada program literasi.” Ungkap Bu  Gilang yang merupakan guru SD Sentul Blitar. “Saya sebelumnya belum pernah mendengar ada KGB makanya saya datang karena saya penasaran.” Kata Bu Nur yang rumah dan tempat mengajarnya cukup dekat dengan lokasi TPD. Miskonsepsi Literasi Sebelum pemantik diskusi menyampaikan pemaparan tentang praktik baik literasi yang berdaya, para peserta diajak mengemukakan pendapatnya tentang apa itu literasi Jawabannya pun beragam seperti kata pak Satrio Guru SD di Buntaran “Literasi itu ya kegiatan membaca buku.” Berbeda dengan Pak Denny mengungkapkan “Literasi itu adalah kegiatan belajar yang tidak hanya dari buku tetapi juga dalam aktivitas berkreasi.” Setelah  merangkum pendapat peserta, bu Ilmi kemudian memulai mengurai tentang miskonsepsi literasi. Bahwa literasi bukan hanya berkutat pada diktat, buka selalu dengan buku, bukan tentang kegiatan membaca dan menulis saja. Tetapi semua aktivitas mencari informasi, mengolah informasi kemudian mengkomunikasikannya kembali dalam bentuk yang lebih bermakna. Dari pemaparan bu Ilmi sedikit terbukalah paradigm peserta. Ada yang kaget juga karena konsep tentang literasi yang mereka pahami selama ini masih keliru. Ada juga yang kemudian tersenyum lega karena ternyata kegiatan literasi bukan hanya membaca buku. Maklum ternyata ada beberapa peserta yang tidak menyukai kegiatan membaca. Setelah Bu Ilmi memantik diskusi tentang Miskonsepsi Literasi, Bunda Pelangi yang merupakan pemilik Omah Dolan Pelangi memaparkan tentang Praktik baik Literasi yang bermakna di jenjang dasar ( PAUD, TK,SD ). Salah satunya adalah dengan sosiodrama. Kemudian permainan Board Game karakter baik, belajar cerita dan dongeng. Literasi yang berbasis eksplorasi sains. Mengaitkan pembiasaan atau kegiatan sehari hari dengan literasi. Baca Juga: Miskonsepsi Literasi Refleksi Kegiatan Dari hasil diskusi peserta mulai ada ide baru untuk membuat ragam kegiatan literasi yang bermakna. Semuanya dimulai dari pemahaman pendidiknya terlebih dahulu, pada sesi penutupan bu Ilmi menyampaikan “Keterampilan yang harus dimiliki baik pendidik maupun murid di era 4.0 adalah keterampilan berkomunikasi dan berpikir kritis dan inilah bagian dari sebuah literasi yang berdaya.” Sementara Bunda Pelangi menyampaikan “Bukan bagaimana anak itu bisa membaca akan tetapi bagaimana anak itu suka membaca, untuk kegiatan literasi yang bermakna perlu adanya kegiatan pasca membaca.” Sebuah refleksi juga diberikan salah satu peserta TPD yaitu Bu Reza “Kegiatan siang hari ini sangat bermanfaat, membuka pikiran yang selama ini literasi saya anggap hanya tentang membaca. Sangat santai sehingga bisa lebih enjoy dalam memahami. Semoga bulan depan ada agenda lagi dengan teman yang lebih banyak.” Kami tawarkan kepada peserta tentang tema pada pertemuan TPD yang selanjutnya. Dari berbagai masukan dan pendapat ternyata banyak diantara peserta yang ingin berbagai praktik baik pembelajaran literasi. Maka Call to Action nya adalah peserta TPD akan mendapatkan tantangan membuat skenario pembelajaran literasi yang bermakna . Tidak lupa juga kami agendakan awal  bulan depan untuk TPD lagi dengan bahasan Ragam Kegiatan Literasi yang Bermakna, kami rencanakan akan berbagi praktek baik tentang literasi dari semua jenjang sekolah. Penasaran Bagaimana Menerapkan Literasi Numerasi di Sekolah Dasar? Yuk ikuti pelatihan online klik 

Banyak Program Gemar Membaca, Murid Masih Sulit Mengeja, Solusinya?

Suhud Rois  Jauh sebelum gerakan literasi menjadi viral, di awal menjadi guru (awal dekade 2000-an), untuk kelas yang saya pegang, saya sudah punya program membaca setiap pagi. Persis seperti sekarang yang banyak dipraktikkan, yakni sebelum mulai jam reguler. Waktu itu saya sangat yakin akan pentingnya kebiasaan membaca. Tentu saja sampai saat ini saya pun masih tetap yakin. Begitu bersemangatnya, saya sampai membawa beberapa koleksi pribadi ke kelas dan selalu menyempatkan berburu koleksi bacaan yang cocok bagi anak-anak. Tak ketinggalan, saya mengerahkan orang tua –lewat anak-anak tentu saja― untuk merelakan sebagian buku bacaan disimpan di kelas. Mendapat beragam bacaan, anak-anak tentu saja antusias. Menceritakan hal-hal asyik dari sebuah buku menjadi sarana efektif memantik rasa penasaran anak-anak, yang mendorong mereka membaca dan membaca lagi. Tentu saja hati saya berbunga-bunga. Keinginan saya menyebarkan kegemaran membaca tercapai sudah. Wow! Sama sekali tidak ada yang salah dengan kegiatan membaca. Namun apa yang saya lakukan, seiring berjalannya waktu, memunculkan titik-titik jenuh. Semakin lama, titik-titik itu semakin banyak dan membesar. Awalnya saya berpikir itu sebuah kejenuhan yang wajar. Untungnya, saya cepat sadar. Ada sesuatu yang salah. Bukan semua. Bukan kegiatan membacanya yang salah. Sesuatu yang lain. Apa itu? Saya belum tahu.  Suhud Rois  Fenomena itu membuat saya harus berhenti sejenak. Saya perlu jeda untuk melangkah lebih jauh. Jeda yang saya maksud tidak dengan menghentikan kegiatan membaca. Alih-alih menghentikan, saya justru mencari kegiatan lagi yang dilakukan setelah membaca. Ide-ide beterbangan. Muncul sangat banyak dan dari berbagai sumber. Saya sangat bergairah kalau sudah begini. Maka, kegiatan membaca bertambah. Bukan sekadar membaca, ada kegiatan setelahnya. Menuliskan kembali isi buku tidak saya masukkan sebagai alternatif kegiatan. Itu sudah sangat mainstream dan punya potensi besar membuat kebosanan. Saya cari ide-ide yang lebih “gila”. Menurut saya, hal terpenting membaca bukan mengerti apa yang dibaca. Saya ulangi: hal terpenting membaca bukan mengerti apa yang dibaca. Kok? Ada yang lebih penting dari mengerti apa yang dibaca, yaitu mendapatkan ide baru. Ini bukan lagi penting, tapi sangat penting. Setidaknya menurut saya. Ide adalah barang mahal. Tidak semua kelas dan sekolah bisa menghadirkan ide-ide baru dalam proses belajarnya. Nah, membaca harus menghasilkan ide. Itu yang saya pikirkan. Bahkan membaca cerita fiksi pun harus membuat anak berkembang kreativitasnya. Ternyata, ketika satu pintu terbuka, maka pintu-pintu yang lain akan terlihat dan terbuka. Kita tinggal memasukinya. Ketika saya mencoba sebuah kegiatan setelah membaca, maka saya menemukan alternatif kegiatan yang semakin beragam. Dimulai dengan meneruskan cerita versi anak-anak, saya punya ide-ide lain. Misalnya, dibalik ceritanya. Misalnya bagaimana jika tokoh antagonis menjadi tokoh protagonis, dan sebaliknya. Mendapat sesuatu yang baru, anak tertantang. Mereka antusias dan bebas mengembangkan imajinasinya. Satu hal lagi yang saya pelajari, yakni tantangan. Anak-anak perlu tantangan.  Sadar bahwa anak-anak selalu butuh tantangan dan hal baru, maka kegiatan setelah membaca pun beragam. Beberapa yang saya ingat adalah:1. Merancang kaus sesuai dengan karakter tokoh2. Membuat menu makan siang kesukaan tokoh3. Menulis surat kepada penerbit tentang buku yang dibaca4. Membuat cover baru5. Kalau ceritanya difilmkan, siapa aktor dan aktris yang cocok memerankan tokohnya?6. Kalau kamu jadi tokohnya, apa yang kamu lakukan? Mengapa?7. Kalau kamu jadi penulisnya, bagaimana membuat akhir ceritanya lebih dramatis?8. Membuat boneka9. Membuat buku pintar10. Tidak mungkin saya sebutkan semuanya. Semua kegiatan itu ada benang merahnya. Benang merahnya adalah hal tersebut tidak akan dapat dilakukan kalau anak sekadar mengerti apa yang dibacanya. Anak harus punya ide baru, seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Ini saya sebut mengikat makna. Sesuatu ada maknanya kalau mempunyai daya guna. Sebuah bacaan akan bermakna kalau mempunyai daya menggerakkan pembacanya. Membaca akan bermakna bila setelahnya muncul kekuatan untuk bergerak dan produktif. Ketika di usia sekolah dasar mereka mendapatkan stimulasi seperti di atas, perubahan besarnya tidak akan tampak dalam waktu singkat. Yang jelas kelihatan adalah kegembiraan dan antusiasme saja. Namun, dampaknya akan terlihat beberapa tahun ke depan. Saya yakin. So, kegiatan literasi tidak boleh berhenti pada titik membaca dan melaporkan isi bacaan. Membangun generasi literat harus dimulai dari dini, dengan kegiatan yang lebih terstruktur. Jadikan membaca sebagai kegiatan literasi yang menumbuhkan, bukan sekadar prestise yang diukur dengan kuantitas semata tapi miskin kualitas. Itu baru dalam tataran membaca. Keterampilan literasi yang lain juga harus dikembangkan. Literasi bukan sekadar membaca tulisan, tetapi juga membaca tanda-tanda. Tanda yang dimaksud bisa berupa papan petunjuk atau peringatan, bahasa tubuh, mimik muka, gejala-gejala sosial, sampai tanda-tanda (gejala-gejala) alam.  Rofiqoh Wah benar-benar membuka mata kita bahwa keterampilan literasi tidak hanya sebatas membaca saja Sepertinya bapak ibu disini sudah tidak sabar ingin bertanya kepada narasumber kita malam ini.  Rofiqoh  Untuk itu, bagi bapak ibu yang ingin bertanya kami persilahkan untuk 3 penanya terlebih dahulu.. Boleh acungkan tangannya🖐  Makhmudah .  Saya mengajar di kelas 1 jumlah siswanya Ada 15 anak. Ada 6 anak yang belum bisa baca dan tulis. Namun, berjalannya waktu saya coba lebih fokus untuk belajar menulis terlebih dahulu kemudian membaca. Perlahan-lahan kemampuan menulisnya membaik. Namun, dalam membaca untuk membuat anak menghafal a b c d (abjad ) ini saya masih kebingungan bahkan susah membedakannya dan cenderung lupa. Karena, ada beberapa anak yang sulit fokus. Bagaimana ya bu/bapak untuk menangani dan membantu anak-anak supaya kemampuan membaca dan menulis menjadi berkembang lebih baik?  Rofiqoh Untuk Pak Suhud, saya persilahkan untuk bisa langsung menjawab pertanyaan dari bu Makhmudah terlebih dahulu  Pupu Siti Marpuah  Assalamualaikum selamat malam Pak senang bisa bergabung disini. tahun ini saya mendapat kepercayaan untuk mengajar kelas 1 dan semenjak 8 tahun mengajar baru kali ini mengajar kelas 1. di kelas saya ada 24 anak.. pertanyaan yang saya ajukan.. lebih baik manakah qt lebih memfokuskan belajar menulis atau membaca dan pertanyaan kedua ada beberapa murid yang sudah lancar membaca bacalah 2 tapi ketika diperintahkan untuk menulis satu kata dia seperti kebingungan bahkan bertanya hurufnya apa saja.. saya jadi bingung sendiri Pak kenapa bisa begitu apakah menggunakan bacalah sudah tepat atau seperti apa yang lebih baik dalam mengajarkan membaca.. terima kasih Pak😊  Suhud Rois  Kalau pengalaman saya, di rumah maupun di kelas, ketika anak sudah bisa membaca, maka ia bisa juga menulis. Kemampuan membaca dan menulis tiap anak tidak sama. Ini yang harus dipahami. Penyebabnya pun ada beberapa hal. Bisa jadi ada hambatan khusus, disleksia … Read more

Guru Penggerak, Mencari Alternatif Cara untuk Temu Pendidik

Bisa mengadakan Temu Pendidik di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Selatan adalah satu hal yang sudah saya impikan bersama teman-teman sejak lama. Tapi entah mengapa setiap akan melaksanakan niat tersebut ada saja kendala seperti kejadian dua bulan lalu ketika itu kami akan melaksanakan TPD ke 9 undangan telah disebar, informasi sudah ramai di grup dan di beberapa medsos teman-teman tetapi tidak disangka mendapat kabar bahwa Aula akan dipakai untuk kegiatan lain, padahal ketika itu H-1 sebelum acara, kami kelabakan mencari tempat untung ada seorang teman yang menyelamatkan. Dua bulan kemudian tepatnya TPD ke 10 kami kembali mengupayakan untuk mengadakan acara di Kantor Dinas Pendidikan. Atas saran Ibu Muldifia Rajab saya datang menemui  Pak Kabid GTK dan mengutarakan keinginan saya untuk menggunakan Aula Dinas untuk acara pertemuan TPD. Alhamdulillah keinginan tersebut disambut baik oleh Dinas Pendidikan. Ada lima orang narasumber yang rencananya akan tampil di acara itu. Tapi malang kembali menghampiri kami, tidak satu pun narasumber yang bisa hadir di acara tersebut disebabkan berbagai urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan. Banyak yang mengusulkan supaya acara dimundurkan dengan pertimbangan siapa yang akan menghadiri karena banyak teman-teman yang aktif di KGB tidak bisa datang tapi saya berpikir ini tidak mungkin dilakukan, sulit sekali mendapat kesempatan ini dan meski sendiri acara harus dilanjutkan apapun yang terjadi, saya minta ibu Salmiati untuk melanjutkan membuat poster. Kabar baik datang dari Bu Wiwik Maladerita bahwa kepsek beliau akan mengirim seluruh guru di sekolahnya, dan beliau juga sudah berkoordinasi dengan Korwil Dikcam serta berniat mengikuti acara ini, kabar baik kedua datang dari ibu Muldifia Rajab beliau bersama teman-teman Kepsek di MKKS sepakat mengirim guru-gurunya pada kegiatan tersebut, dengan semangat beliau bolak balik ke kantor dinas pendidikan untuk mengkonfirmasi acara ini dengan Kabid Kasi dan Pengawas. Di tengah kegembiraan itu rasa kecewa kembali kami rasakan Kabid GTK yang rencananya akan mendampingi sekaligus membuka acara tidak bisa hadir karena beliau ke Jakarta bersama Bapak Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Disela-sela kejadian tersebut saya tetap berharap terjadi keajaiban. Tiba-tiba Bu Muldifia Rajab menelpon saya bahwa beliau diperintahkan menghadap Bapak Sekretaris Dinas Pendidikan Bapak Suhendri, M.Pd. walau sedikit was-was apakah gerangan kami dipanggil? Tapi menurut saya ini adalah kesempatan baik untuk meminta beliau membuka acara. Ternyata apa yang kami takutkan benar-benar tidak  terjadi beliau sangat mendukung acara ini dan beliau sendiri yang mengatakan akan membuka acara ini. Tepat pukul dua acara di mulai ada 100 orang peserta yang hadir tidak hanya guru ada kepala Sekolah beberapa pengawas juga hadir disini ini ini benar-benar diluar dugaan, dan yang membuat saya terharu ada sekolah yang menyumbang air mineral untuk kegiatan ini. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ketika memberikan sambutan saya menyampaikan gambaran tentang KGB dan menyampaikan Kompetensi apa yang telah saya dapatkan bersama teman-teman selama bergabung dengan KGB serta bagaimana Menjadi Guru Merdeka Belajar, belajar tanpa harus diperintah atasan, belajar tanpa mengharapkan iming-iming sertifikat dan transportasi, bagaimana kita bisa belajar bersama guru-guru tidak melulu harus dengan ahli, karena guru adalah orang yang paling tahu dengan kondisi di kelasnya, bahwa guru tidak harus mengetahui How To saja tapi guru perlu memahami Why dengan begitu guru akan menemukan inovasi dan beragam cara menyelesaikan persoalan-persoalan di kelas, menjelaskan bahwa guru tidak bisa belajar secara instan guru perlu mencoba setelah gagal kemudian mencoba lagi sampai kemudian berhasil, bahwa guru tidak bisa kompeten sendiri guru butuh teman, teman berbagi dan saling berkolaborasi. Dilanjutkan dengan sambutan Bapak Sekretaris Suhendri, M.Pd di awal pembicaraan beliau mengatakan coba kalau saya tahu lebih awal tentang acara ini pasti akan saya memfasilitasi dan akan memberikan snack untuk acara ini dalam hati saya bergumam ini pertanda baik. Selanjutnya  beliau mengatakan guru harus terus berinovasi kalau tidak mau ditinggalkan peserta didik, kalau guru tetap bertahan dengan gaya mengajar masa lalu maka bersiap siaplah untuk ditinggalkan peserta didik. Teknologi semakin canggih mudah sekali bagi peserta didik mendapatkan informasi- dengan teknologi untuk itu guru harus terus menerus mengupdate ilmu, guru juga perlu mengupdate cara mengajar karena cara mengajar murid hari ini tidak sama lagi dengan mengajar tahun lalu. Acara dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang “Mengasah Kemampuan Literasi dengan Lingkaran membaca” pada tahap awal saya ajak guru-guru menuliskan di kertas sticky note tentang pemahaman awal mereka tentang literasi.  Ada peristiwa yang membuat saya harus berpikir cepat karena peserta yang hadir di luar ekspektasi saya, kegiatan membentuk kelompok yang semula saya rencanakan menggunakan gulungan kertas yang berisi perintah melakukan gerakan olahraga tidak bisa terlaksana karena menurut saya tidak efektif dengan anggota yang begitu banyak. Akhirnya saya minta lima belas orang ke depan menjadi sampel bagi teman-teman guru lain. membentuk 3 kelompok, masing-masing beranggotakan 5 orang. Kemudian saya membagi peran masing-masing menjadi lima peran. Ada kejadian lucu seorang guru membuat kami semua tertawa kebetulan beliau mendapatkan peran sebagai super seniman ketika diminta untuk memperlihatkan gambar yang beliau buat beliau malah menari menggambarkan apa yang ada di dalam buku. Terakhir saya mengajukan pertanyaan penutup apa yang akan dilakukan setelah ini bersama KGB dan menanyakan perubahan apa yang akan dilakukan di kelas. Teman-teman berharap bisa belajar lagi di lain waktu.  Alhamdulillah semua berakhir dengan baik kelas di tutup dengan foto bersama mudah-mudahan kegiatan hari ini memberi kesan yang mendalam terhadap peserta. Semoga kegiatan ini bisa merubah pola pikir guru bahwa belajar bisa dibuat menyenangkan dan lebih bermakna sehingga siapapun menjadi candu untuk belajar maka tidak perlu lagi berpikir menunggu perintah dulu baru belajar.

Literasi di Kelas Matematika?

Bagaimana sih penerapan literasi di kelas Matematika? Yuk simak liputan Temu Pendidik Daring KGB Semarang berikut ini. Ika RizqiyaSaya perkenalkan Narasumber kita kali ini ya. Beliau Pak Teguh, Alumni Unnes. Sekarang beliau merupakan seorang Guru di SDIT Bina Insani. Pengalaman beliau luar biasa sudah mengajar 8 tahun. Domisili di Tembalang dan alhamdulillah sudah dikarunia 3 anak. Ika RizqiyaSilakan Pak Teguh bisa membagikan ilmunya tentang tema diskusi kita malam ini Teguh PrasetyoBapak Ibu semua luar biasa, baru saya temui komunitas yang spirit belajarnya sekuat ini. Tanpa surat tugas, tanpa uang perjalanan dinas, dan tanpa paksaan dari pimpinan sekolah. Merdeka Belajar. Kata literasi sangat familiar sekali baik di media online maupun di pertemuan diskusi guru di beberapa tempat.  Literasi seringkali dikaitkan dengan tuntutan zaman di abad 21. Yang mana kita diberi tanggung jawab untuk mengondisikan peserta didik kita memiliki 4C. Teguh PrasetyoLalu dimanakah posisi matematika? “Mathematics is the queen as well as the servant of all sciences” Matematika adalah ratu sekaligus pelayan semua ilmu pengetahuan. Matematika itu punya landasan, pondasi untuk dirinya sendiri, dan di sisi lain matematika juga membantu disiplin ilmu lainnya untuk semakin berkembang. Baik dalam riset dan penelitian kuantitatif disiplin ilmu lainnya, maupun terkait data dan statistiknya.Matematika memiliki simbol-simbol angka, matematika itu kumpulan konsep. Yang sering kali simbol dan konsep matematika muncul dalam tulisan/ berita di surat kabar. Ika RizqiyaMenarik Pak materinya, waktu zaman kecil dulu sampai sekarang paling malas belajar matematika, berharap semoga kemalasan saya ini tidak tertular pada anak-anak dengan penyampaian matematika yang menarik dan tidak membosankan, anak-anak bakal tertarik seperti kata pak Teguh “Mathematics is the queen as well as the servant of all sciences” Pentingnya Literasi Numerasi Teguh PrasetyoDi surat kabar kita sering mendapati tabel, grafik, prosentase yang mengandung makna.  Dan disinilah literasi numerasi di kelas matematika dibutuhkan. Apa jadinya jika murid kita katakanlah kelas 6, belum kenal cara membaca tabel, belum tahu arti perubahan diagram batang. Mereka tidak bisa bertahan dalam dinamika informasi zaman dan teknologi. Bahkan kita sebagai guru perlu belajar lebih cepat tentang apa itu 6 literasi dasar. Untuk menunjang kecakapan di abad 21. Dikabarkan Indonesia akan mengalami “bonus demografi”. Banyaknya usia produktif, dan mereka adalah murid kita yang saat ini masih duduk manis  (jika gurunya cool). Duduk bolak balik kesamaan kemari jika gurunya kreatif dan inovatif. Masa depan mereka ada di tangan bapak ibu sekalian. Pembelajaran matematika pun menjadi menarik untuk diperbincangkan. Pemerintah telah menyelaraskan desain pembelajaran matematika terhadap kebutuhan ke arah skill abad 21 melalui kurikulum 2013 (tematik). Ika RizqiyaMateri pembukanya sangat menarik agar teman KGB semakin semangat dan penasaran. Materi pembuka diskusi mungkin sampai sini dulu. kayaknya teman-teman KGB sudah tak sabar bertanya. Teguh PrasetyoAda beberapa hal yang perlu kita tekankan dalam mengajarkan matematika. Matematika berhubungan dengan konsep materi, konteks masalah, dan konten. Murid akan mudah menyelesaikan soal manakala paham akan konsep, paham bahasa yang ada dalam soal (tahu maksudnya) dan tertantang/ tertarik menyelesaikannya. Dalam memberikan soal kita perlu bertahap. Mulai dari konsep yang mudah dahulu, sedang, dan perlu berfikir beberapa tahap. Contoh Penerapan Literasi di Matematika Ika RizqiyaMungkin bisa dikasih contoh yang pernah Pak Teguh terapkan. Teguh PrasetyoPerlunya literasi adalah murid punya pemahaman tentang konten kosakata yang ada dalam soal tersebut. Mati artinya berkurang, membeli lagi artinya bertambah. Contoh literasi di matematika yang saya terapkan tentang perkalian, langkahnya: Beri tahu judul materi Kebermanfaatannya dalam kehidupan sehari hari Berikan contoh implementasi materi Masuk ke materi Misal begini ya, anak-anak  (kelas 2 SD) hari ini pak teguh akan mengajak kalian bermain. Tapi tidak sembarang bermain kita di sana akan belajar. Anak: di sana mana?Saya: ada deh, tempatnya asik, sejuk.Kita hari ini akan belajar perkalian, mudah sekali. Cukup menambah berulang.Anak: tapi aku belum hafal perkalian pak.Saya: oh tidak papa, yang penting ikut bermain dan ikuti instruksi pak guru Kita ajak mereka ke suatu objek yang dapat mengantarkan materi pada konteks benda konkret yang bisa dikalikan.  Untuk pembelajaran matematika kita bisa mendekatkan murid pada objek konkret. Atau benda yang konkret yang kita dekatkan pada murid. Apalagi kalo objeknya makanan, saya pernah menerapkan dengan kacang atom. Setelah pembelajaran saya nyatakan selesai, mereka boleh makan sepuasnya, asal tidak berebut. Arti Literasi WiwinJika kita mengajarkan anak-anak  matematika yang bentuknya soal cerita apakah itu sudah termasuk literasi? Contoh:  Tentang hitung campur. Maya mempunyai 5 ekor ikan kemudian mati 3 lalu ia membeli lagi 15 ekor ikan. Berapa seluruhnya? ( Ini soal blum HOTs ya). Seperti yang tadi pak teguh paparkan ada anak yang belum bisa menghafal perkalian. Jika guru meminta anak menuliskan kembali semacam refleksi apakah itu jg termasuk literasinya pak? Teguh PrasetyoYa literasi itu artinya bagaimana kita menjadikan yang kita pahami sebagai bekal untuk memecahkan problem. Literat. Literasi (melek) memahami konteks pembicaraan, memahami esensi informasi, untuk memecahkan masalah yang kita hadapi. Kekeliruan pengajaran matematika adalah kita menghafal rumus tanpa paham konsep. Misal Masalah kita orang dewasa, kita mau ke luar kota besok siang tapi naik kereta ke Surabaya. Apa yang kita lakukan? Orang yang tidak literat dia akan datang ke stasiun, kemudian bertanya pada bagian tiket. Saya mau ke Surabaya, besok siang, apakah ada kereta kesana? Tapi jawaban petugas adalah tidak ada, atau ada tapi sudah habis. Ada tapi uang anda tidak cukup. UN menjadi horor manakala kemampuan literasi (melek kalimat cerita, melek konsep, melek operasi hitung matematika kurang dimatangkan) Oleh karena itu perlu dipahamkan secara berangsur-angsur tentang konten matematika (paham konsep, tahu objek yang diperhitungkan, masalah dan keputusan yang perlu diambil bila soalnya penalaran). Kolaborasi sifatnya pengulangan materi. Berlatih untuk Meningkatkan Kompetensi AhyuniKetika anak konsep sudah memahami, tetapi waktu untuk mengerjakan soal mereka itu butuh waktu yang lama dalam menyelesaikan hitungannya. Apa yang harus kita lakukan pak? Teguh PrasetyoYang kita lakukan adalah melatih kecepatan dengan banyak latihan, misal: anak-anak, pak teguh kasih kertas kecil (F4 dibagi 4). Lihat ada 10 soal perkalian. Dalam waktu 5 menit siapa yang berhasil mengumpulkan dengan hasil yang tepat. 28 murid kita bagi dalam waktu yang sama. Kita jelaskan ini latihan kecepatan, yang sudah segera taruh di meja pak guru. Hitung. Setelah hitungan 3 baru boleh dikerjakan, satu, dua, Siap, Tii, belum. Tiiii ga. Ika RizqiyaTernyata ada prasyaratnya … Read more

Membangun Kemampuan Literasi dengan Komikstrip, Memahami Murid dengan Bahasa Cinta

Pagi itu matahari begitu terik, padahal waktu baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Satu persatu orang mulai berdatangan sambil membawa tentengan di tangan, yang sepertinya berisi jajan. Ya, pagi itu adalah kegiatan Temu Pendidik (mudik) pertama Komunitas Guru Belajar (KGB) Pekalongan setelah libur lebaran. Ada sekitar tiga puluh peserta yang hadir dalam kegiatan mudik itu.  Sekitar pukul 09.30, semua peserta sudah siap dan duduk melingkar. Sebelum acara dimulai, terlebih dahulu dibuka oleh Guru Anifah, sebagai moderator yang memandu perkenalan antar anggota. Cukup unik metode perkenalan yang dipakai. Setiap anggota wajib memperkenalkan namanya, tempat mengajarnya, dan teman yang sebelumnya. Jika sebelumnya ada empat teman yang sudah memperkenalkan diri, maka kita harus menyebutkan nama empat orang tersebut. Misalnya saya yang duduk di lingkaran agak tengah, maka saya harus menyebutkan cukup banyak teman sebelum saya. Begini bunyinya : nama saya Lilik – saya mengajar les private khusus anak SD – saya adalah temannya Bu Anif, Pak Lukman, Pak Septiar, Pak Wahyu, Pak Maman Basyaiban, Bu Laily, dan Bu Zidnil. Begitupun bila posisi duduk berada di ujung lingkaran, artinya harus menyebutkan semua teman-teman yang sudah memperkenalkan diri sebelumnya. Sebuah perkenalan yang cukup esensial untuk mencapai target tahu nama dan orangnya sekaligus. Selesai perkenalan, moderator langsung memperkenalkan dua narasumber yang sudah hadir dan siap berbagi praktik baik pengajaran. Mudik kali ini dikemas dalam konsep kelas kemerdekaan, sehingga tanpa pertanyaan dan praktik. Komikstrip Untuk Literasi Berbicara tentang miskonsepsi literasi, telah kita ketahui bersama bahwa media literasi bukan hanya buku saja. Banyak media yang bisa kita jadikan bahan penunjang literasi, salah satunya adalah komikstrip.  Komikstrip adalah komik singkat. Guru Lukman Hakim (Ukluk) memaparkan, berbeda dengan komik yang kita kenal pada umumnya, komikstrip hanya terdiri dari 4 / 5 / 6 panel saja. Bahkan ada komikstrip yang tanpa percakapan sama sekali, namun tetap bisa dipahami oleh pembaca. Hal ini dikarenakan bentuk komikstrip memiliki gambar yang berbeda dan berurutan, sehingga bisa memberikan penjelasan meskipun tanpa tulisan.  Komikstrip bisa digunakan sebagai media untuk menyampaikan poin-poin pembelajaran, khususnya pembelajaran yang memiliki materi yang lumayan kompleks. Penggunaan komikstrip akan memudahkan guru untuk menampilkan bentuk sederhana penjelasan tersebut.  “Lalu bagaimana penerapannya di pembelajaran ? apakah guru yang membuat kemudian menyampaikan ke murid, atau murid diajak untuk membuat komikstrip ?” Karena komikstrip ini adalah media ajar, maka bentuk penerapannya adalah dimulai dari guru. Guru yang membuat komikstrip untuk membantu mempermudah penjelasan atau untuk memberikan visualisasi kepada murid tentang materi yang sedang disampaikan. Cara membuat komikstrip tidak harus menggunakan gambar manual dengan tangan. Bisa juga menggunakan foto dan kemudian diedit dengan menambahkan pitch bentuk balon untuk menampilkan dialog. Demikian penyampaian penggunaan komikstrip untuk menunjang pembelajaran di kelas oleh Guru Ukluk. Sebelumnya, Guru Ukluk juga sudah membuka kelas komikstrip dalam acara Ransel yang digelas Bulan Ramadhan kemarin oleh Komunitas Guru Belajar Pekalongan. Kelas komikstrip lumayan diminati oleh peserta yang terdiri dari siswa SMP dan SMA di Pekalongan. Bahasa Cinta Untuk Murid Di sesi bahasa cinta, Guru Muchamad Arifin (Ipin) memberikan peserta sepuluh lembar sticky notes dengan warna yang berbeda. Masing-masing warna memiliki makna yang berbeda sesuai dengan aturan pemateri. Kuning 🡪 berkumpul  Hijau 🡪 motivasi  Pink 🡪 pelukan  Jingga 🡪 pelayanan  Peserta diajak untuk bermain menggunakan sticky notes yang sudah dibagikan. Aturan mainnya sebagai berikut : Peserta harus berkeliling dan menanyakan kepada peserta lainnya tentang apa yang menjadi kebutuhannya  Bila jawaban peserta yang ditanyai itu sesuai dengan warna yang dipegang oleh penanya, maka penanya wajib memberikan satu sticky notes kepada penjawab Dilakukan terus untuk menanyai peserta lainnya hingga sticky notes habis.  Para peserta nampak sangat menikmati permainan tersebut. Bertanya dan ditanya oleh peserta lainnya tentang kebutuhannya. Bukankah sebuah kebahagiaan jika kita ditanya tentang apa yang menjadi kebutuhan kita ? semacam ada yang mau memperhatikan kita begitu.  Sepuluh menit permainan selesai. Yang baru saja dilakukan bersama adalah simulasi menanyakan kebutuhan murid. Dalam profesi kita sebagai guru, menanyakan apa yang menjadi kebutuhan murid adalah hal yang sangat penting untuk kita dilakukan sebelum kita memulai proses belajar mengajar. Kebutuhan murid adalah input utama bagi kita sebagai guru untuk menyusun bahan belajar. Dengan begitu, rencana dan proses belajar yang kita buat benar-benar berangkat dari murid. Setiap murid pasti memiliki satu kebutuhan dominan. Entah itu kebutuhan berkumpul, motivasi, pelukan, atau pelayanan.  Penerapan bahasa cinta ini membutuhkan latihan dan kecerdasan guru. Jangan sampai setelah melakukan pemetaan kebutuhan ini kemudian kita menjadi terjebak, tidak bisa menjadikannya sebagai formulasi bahan belajar mengajar. Misalnya ada anak yang kebutuhan dominannya adalah motivasi, kemudian dia hanya mau belajar dengan diberikan cerita-cerita motivasi saja dan mata pelajaran lainnya diabaikan. Hal ini tidak boleh. Kebutuhan dominan adalah inputan bagi kita untuk memberikan penyikapan yang tepat sesuai dengan kondisi murid, bukan untuk mengikuti apa maunya murid kemudian mengabaikan proses belajar. Dengan mengetahui kebutuhan dominan, kita akan tahu kemampuan murid dan bagaimana kita memposisikan diri untuk menjadi teman belajar murid kita, tanpa memaksa atau memberikan target belajar yang jauh dari kondisi realistis murid.  Sepintar dan sekreatif apapun, bila kita tidak menggunakan cinta maka proses belajar tidak akan diterima dengan baik oleh murid.  Mudik kali ini memberikan wawasan baru kepada kita tentang media literasi, yaitu komikstrip. Komikstrip yang selama ini hanya kita kenal hanya sebagai media hiburan atau meme di media sosial, ternyata bisa juga kita gunakan sebagai media untuk proses pembelajaran kita di kelas.  Di sesi kedua, Guru Ipin kembali mengingatkan kita untuk memulai awal tahun ajaran baru dengan membuat pemetaan tentang kebutuhan murid. Dengan mengetahui kebutuhan murid, kita akan bisa membuat sistem pembelajaran yang memanusiakan hubungan di kelas, yang berangkat dari murid. 

Apakah Kegiatan Literasi di Sekolah Bisa Berdampak pada Murid?

Hari Minggu adalah hari yang ditunggu bapak/ibu guru, karena ada mudik (temu pendidik) dengan konsep yang asik dan menarik. 17 Maret 2019, pagi itu gerimis datang tetapi tidak menyurutkan semangat bapak/ibu guru untuk belajar di SD Muhammadiyah 02 Bendan Pekalongan bersama guru Nazilatul Khusna dan guru Zidnil Karomah. Temu pendidik dengan tema “Kegiatan Literasi Bermakna” merupakan temu pendidik yang ke-23 yang dilaksanakan oleh KGB (Komunitas Guru Belajar) Pekalongan. Nazilatul Khusna adalah guru di SD Baitussalam 01 Pekalongan yang menyampaikan materi tentang “Membangun Budaya Literasi di Sekolah.“ Tahun 2018 yang lalu, di sekolah saya baru memulai kurikulum 2013. Tetapi dengan adanya kurikulum tersebut, justru menjadi keresahan bagi guru. Terlebih guru kelas satu dan empat, karena di dalam kurikulum 2013, terdapat program yang mewajibkan anak setiap harinya harus membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Okey, jika membaca 15 menit diterapkan di kelas empat, ya memungkinkan saja, karena murid-murid sudah bisa membaca dengan lancar. Namun, jika hal itu diterapkan di kelas satu, bagaimana? Susah! Apalagi untuk murid yang belum bisa membaca. Jangankan membaca, hampir keseluruhan murid belum hafal huruf. Duh, bagaimana coba?!”, paparnya. Peserta mudik sangat antusias mendengarkan pemaparan bu Nazil tentang keresahannya dalam menghadapi kurikulum K13. Mengenai program literasi, beliau tidak menggembar-gemborkan apa itu literasi kepada murid-muridnya. Tetapi, sebisa mungkin beliau mencoba untuk memperkenalkan program literasi di sekolah. “Apa sih literasi itu? Apakah hanya sekedar membaca? Apakah dengan membaca 15 menit sebelum memulai pelajaran akan berdampak pada murid?” Guru Nazil memulai materinya dengan bertanya tentang literasi dan membuka sudut pandang peserta mudik tentang literasi. “Tantangan terbesar di kelas bagi saya adalah menjelaskan materi. Terlebih masih ada beberapa murid kelas dua belum lancar membaca, dan juga ada yang malas sekali menulis. Saya sering kewalahan ketika menyampaikan materi. Suatu hari ketika pelajaran bahasa Indonesia, saya mengajak murid-murid mengunjungi perpustakaan. Kemudian saya menyuruh mereka mengambil buku cerita, lalu menugaskan untuk membuat rangkuman terhadap apa yang sudah mereka baca. Sebelumnya saya telah menjelaskan berkali-kali materinya, tetapi setelah saya menyuruh mereka demikian, hasilnya nihil alias gagal. Hanya beberapa murid saja yang paham. Dari situlah saya mulai berpikir. Aduh bagaimana ya? Apakah ada yang salah dengan cara saya? Atau jangan-jangan macam literasi itu banyak”, kata beliau. Beliau melanjutkan ceritanya: “Saya mencoba menelusuri dengan mengikuti temu pendidik di KGB Pekalongan dan bertanya-tanya kepada guru-guru saya juga. Ternyata, literasi itu sangat luas. Makna literasi sesungguhnya adalah belajar. Literasi tidak hanya sekedar membaca, menulis pun termasuk literasi. Nyatanya kemampuan membaca dan kemampuan menulis sangat erat hubungannya. Membaca tanpa menulis, maka akan mengakibatkan lupa. Sedangkan menulis tanpa membaca, maka proses menuliskannya tidak akan berkembang”. Melalui ilmu yang diperolehnya beliau langsung mencoba mengaitkan antara kemampuan membaca dan kemampuan menulis murid. Dalam materi yang disampaikannya, beliau bercerita tentang salah satu siswanya yang bernama Tiara: “Tiara adalah anak pendiam dan selalu menjadi bahan perbincangan anak-anak karena nilainya selalu saja rendah. Memang, kemampuannya dari awal kelas satu berada di bawah rata-rata teman-temannya. Namun, Alhamdulilah dia bersikap biasa-biasa saja atau cuek ketika diejek temannya. Setelah kelas dua, saya mengamati bahwa dia sudah mengalami perubahan dalam hal membaca. Kemampuan membacanya hingga sekarang cukup baik. Akan tetapi, ketika disuruh menulis dia belum sempurna, walaupun dia hanya menyalin tulisan saya di papan tulis. Mengapa masih saja salah-salah? Ini nih menjadi bagian penting dari literasi. Korelasi antara membaca dan menulis harus diperhatikan”. Beliau berusaha untuk menyelesaikan permasalahan mengenai miskonsepsi literasi selama ini. Beliau melanjutkan ceritanya: “Suatu ketika, mata pelajaran bahasa Indonesia membahas tentang puisi. Setelah selesai menjelaskan dan memberi beberapa contoh puisi, saya mencoba memberikan tugas kepada murid-murid untuk membuat puisi bertema ibu. Membebaskan imajinasi mereka sendiri. Saya berjalan dari meja ke meja guna melihat kreasi murid-murid. Beberapa murid merasa kebingungan menuliskan hingga saya pun akhirnya membantu menyebutkan kata-kata. Akan tetapi, beberapa murid yang lain ada pula yang berusaha sendiri, termasuk Tiara (anak yang mampu membaca tapi tidak mampu menulis dengan benar). Hasil karya Tiara membuat saya takjub. Berikut karyanya: Kemudian beliau mengakhiri ceritanya: “Ternyata dibalik kekurangan Tiara yang demikian, nyatanya dia mampu menuliskan kata-kata mesra untuk ibunya. Disitulah saya tersadar bahwa kemungkinan daya mengarangnya cukup baik. Dia mampu berimajinasi. Nah, itu merupakan proses literasi lhoo…!! Literasi bukan sekedar memahami huruf abjad. Tapi proses merangkai kata pun bisa”. Guru Nazil pun menutup pembahasannya dengan memberikan sebuah kalimat bermakna: “Dunia sekarang cepat sekali berubah. Jika saya tidak MEMULAI, maka saya akan TERTINGGAL”. Peserta temu pendidik sangat antusias mendengarkan pengalaman beliau dalam melaksanakan praktik pembelajaran di kelas. Selanjutnya, materi disampaikan oleh guru Zidnil Karomah yang merupakan guru di SD Muhammadiyah 02 Bendan Pekalongan. Guru Zidnil menyampaikan materi “Literasi Asik, Ajak Anak Aktif”. Literasi sering dihubungkan dengan kegiatan membaca. Membaca merupakan kata kerja yang sering dipasangkan dengan objek berupa buku. Apakah literasi itu lingkupnya hanya kegiatan membaca buku? tentu semua sepakat jawabannya TIDAK. Ketika program literasi di sekolah hanya terpusat pada aktivitas siswa untuk membaca 15 menit di awal pembelajaran saja, kemudian mencatat halaman buku yang telah selesai mereka baca di kartu baca (literasi), maka kegiatan tersebut lama-lama akan membosankan. Guru akan menjumpai siswa yang lebih senang bercerita dengan teman-temannya dibandingkan membaca buku cerita mereka. Bagaimana usaha guru sebagai pendidik untuk membuat kegiatan literasi yang asik, yang bisa mengajak mereka untuk aktif? Beliau menjawab: “ Salah satu usaha yang saya lakukan adalah mengajak siswa untuk membaca tetapi melalui video. Video tersebut berupa cerita pendek (kartun animasi) yang ada subtitlenya dalam bahasa Inggris. Saya mendapatkan video tersebut dari youtube. Banyak sekali jenis videonya, oleh karena itu kita juga harus menyesuaikan dengan tema atau materi yang akan kita sampaikan”. Kemudian beliau menampilkan video dan mengatakan: “Saya menggunakan video yang berjudul “The Old Lion and the Fox”, ketika saya harus mengajarkan materi tentang hewan (animals). Pertama, saya putarkan full video tersebut. Siswa tampak antusias mengamati dan mendengar cerita dari video yang diputar. Setelah itu, saya ajak mereka untuk berdiskusi tentang isi ceritanya, kira-kira tentang apa?” Di awal sebagian jawaban siswa adalah hasil dari pengamatan gambar videonya saja, yaitu siswa belum memahami arti dari bacaan cerita bahasa inggris tersebut. Dari informasi yang siswa dapatkan, semua ditampung untuk selanjutnya dirangkai bersama-sama menjadi cerita yang utuh. Termasuk didalamnya … Read more