Guru Merdeka Belajar di Pesisir Selatan

Pelatihan guru merdeka belajar yang ke-2 diselenggarakan bersama Komunitas Guru Belajar Pesisir Selatan. Pagi yang cerah dengan awan yang agak gelap dimana dengan semangat yang tinggi. Semangat untuk membangun peradaban bangsa indonesia menuju indonesia emas. Kami berjalan di waktu terbit matahari menuju tempat kami menambah ilmu. Oleh karena itu dengan ilmu yang sangat terbatas yang dimiliki disebabkan fasilitas yang serba kekurangan. Tepat pukul 08.30 guru yang datang hanya beberapa orang. Saya sangat pesimis akan sepi. Dikarenakan guru tidak difasilitasi dengan sertifikat dan biaya transportasi hanya dengan keinginan dari diri guru itu sendiri. Dan alhamdulilah rentang 1 jam ternyata banyak guru yang datang. Akhirnya mencapai 100 orang. Dengan semangat pengawas Kecamatan IV Jurai yang ingin menggerakkan guru untuk hadir dalam rangka menyukseskan pendidikan di Pesisir Selatan. Pukul 09.30 moderator Salmiati dengan membuka kegiatan pelatihan guru merdeka belajar (GMB) dengan mengucapkan Basmallah. Acara dilanjutkan sepatah kata dari ibu Rahmyanti selaku ketua Komunitas Guru Belajar. Kemudian pelatihan Guru Merdeka Belajar dibuka oleh bapak Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Selatan, Suhendri, S.Pd, M.Si. Tiga Dimensi Merdeka Belajar Usai pembukaan dilanjutkan guru berdiskusi terkait materi. Pelatihan difasilitatori oleh bapak Muhammad Abdurrahman Basyaiban yang akrab disapa pak Maman. Ada beberapa poin penting terkait ciri guru merdeka belajar, yaitu Guru yang komitmen akan tujuan terhadap kemajuan pendidikan tidak hanya mengajar tetapi mendidik dan menanamkan pendidikan karakter terhadap anak. Poin kedua mandiri, adalah guru yang mampu mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik, dan berani menghadapi tantangan. Guru yang reflektif, guru yang mengevaluasi dirinya sendiri, terhadap dunia pendidikan yang lebih baik. Kemerdekaan berarti guru mempunyai komitmen pada satu tujuan, dan konsisten pada dunia pendidikan. Guru yang merdeka adalah guru masa depan dengan mengembangkan kompetensi yang dimiliki serta aktif berkolaborasi antara guru dengan pendidik yang lain dan mengembangkan jalur karir yang sesuai dengan potensi dan aspirasinya. Paham akan penting suatu pendidikan yang terbaik, dan bisa menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Guru merdeka tidak mengenal kata sulit dalam menghadapi cobaan di dunia pendidikan terutama terhadap perubahan kurikulum yang saat ini sering merubah pola pikir guru terhadap ketercapaian keberhasilan pendidikan. Baca Juga: Merdeka Belajar Bukan Jargon Kemerdekaan Belajar Sebagai Kunci Kemerdekaan belajar adalah kunci utama untuk guru bisa meningkatkan kompetensi dan menyelesaikan permasalahan pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu guru tidak hanya menerima perintah dari kepala sekolah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh dinas pendidikan. Tetapi seharusnya guru lebih memperluas pengetahuan dan mencari sumber informasi. Menambah pengetahuan di dalam dunia pendidikan dan menjadi sumber inspirasi yang baru. Bekal yang akan digunakan dalam menyampaikan ilmu secara baik dan konsisten dalam mencapai kesuksesan. Nyatanya terjadi dilapangan yang dilihat ternyata guru mengikuti pelatihan dan tanpa diiming-imingi uang maupun sertifikat. Guru mengikuti pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensinya. Aktivitas belajar yang perlu diberi perhatian lebih agar dapat mewujudkan tujuan dengan sistem pendidikan yang lebih terarah yaitu : Guru cenderung ingin belajar karena adanya dorongan lain (godaan sertifikat, insentif, dan sebagainya). Sebut saja ini profesi guru bukan passion guru. Tidak mengakui kelebihan orang lain, terlebih jika bukan seorang ahli atau tokoh terkenal. Guru dengan “How to” hanya terbatas kepada cara atau teknis. Guru perlu lebih ekstrim dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan esensial dan fundamental. Terpaku pada administrasi, seperti Ujian Nasional yang dijadikan alat ukur kecerdasan seseorang hanya dengan tiga hari pelaksanaan.  Guru yang masih bersifat individualis. Guru merdeka belajar harusnya dapat bekerja dengan tim serta mampu berkolaborasi dalam menyatukan atau menyamakan pendapat. Pelatihan kali ini memberikan pengalaman dan ilmu yang luar biasa terhadap guru pesisir selatan. Bermanfaat demi menambah pengetahuan baru dalam rangka memajukan pendidikan di pesisir selatan yang madani. Anda ingin mempelajari praktik Merdeka Belajar? Yuk ikuti pelatihan daring (online)Klik link di bawah ini

Disiplin Positif Di Sekolah

Bagaimana cara menerapkan disiplin positif di sekolah?Diskusi dengan topik disiplin positif ini dibuka oleh Moderator Guru Nisa. Moderator memulai dengan mengenalkan Narasumber yaitu Guru Adelia Oktoryta, dari KGB Makassar. Diskusi ini diikuti oleh 105 peserta tercatat di WAG. Profil Narasumber adalah sebagai berikut:  Aktif di Komunitas Guru Belajar dan Relawan Keluarga Kita Adelia Octoryta memulai kariernya sebagai guru sejak tahun 2010 karena ajakan seorang teman yang ingin membuat sekolah dengan cara pengajaran berbeda dengan sekolah pada umumnya. Saat itu diamanahi jadi guru kelas 2 SD, kelas tertinggi di Rumah Sekolah Cendekia kala itu. 2 tahun mengajar di SD kemudian diamanahi sebagai Kepala Sekolah SD Rumah Sekolah Cendekia hingga 2017. Sejak itu Adelia diamanahi sebagai Kepala Sekolah TK Rumah Sekolah Sekolah Cendekia, sekaligus wakasek SD Rumah Sekolah Cendekia. Saat ini sedang membuat kurikulum literasi berjenjang mulai dari Kelompok Bermain hingga SD untuk Rumah Sekolah Cendekia. Kesehariannya, selain sibuk di sekolah juga aktif sebagai Penggerak Komunitas Guru Belajar Makassar serta Relawan Keluarga Kita. Silakan, ikuti beliau di Instagram.com/adeliaoctoryta  Disiplin positif dewasa ini menjadi sebuah praktik pendidikan yang dirasakan memberi efek positif bagi anak-anak. Dengan menerapkan di siplin positif di sekolah, di rumah maupun tempat lain diharapkan anak-anak mampu :  mengembangkan perilaku positif yang bertahan untuk jangka panjang mengembangakan kemampuan untuk mengelola diri dan tahan terhadap godaan/kesulitan mengembangkan motivasi internal dengan pembiasaan sejak dini.  Ketiga hal tersebut dapat dibentuk dengan membangun sebuah komunikasi yang positif antara guru-murid atau orangtua-anak. Komunikasi yang positif ditandai dengan saling memanusiakan hubungan sebagai salah satu pondasinya.  Definisi Memanusiakan Hubungan Istilah memanusiakan hubungan sendiri diadaptasi dari kata “characterized” yang definisinya adalah “describes characters or quality of …” (Merriam Webster) atau “describe the nature or features of …” Dalam konteks sebuah interaksi dan komunikasi, memanusiakan hubungan berarti menyadari bahwa setiap pribadi memiliki keunikan. Dalam setiap keunikannya, setiap pribadi memiliki harapan dan layak mendapatkan kepercayaan. Dengan sebuah interaksi yang memanusiakan hubungan, anak-anak akan mampu menumbuhkan rasa :  Saya baik  Mampu melakukan hal baik  Saya bisa dipercaya dan Mampu menguasai diri  Saya mampu menyelesaikan masalah  Dan saya memiliki solusi  Saya dapat berkontribusi  Guru/orangtua mempunyai peran penting dalam proses memanusiakan hubungan, antara lain dengan :  mengenali karakter, keunikan dan kebutuhan setiap anak  menghargai ide/gagasan/ inisiatif/kebutuhan mereka  memfasilitasinya dengan menemukan sebuah kesepakatan bersama  Contoh nyata antara lain: membuat kesepakatan di kelas, membuat kesepakatan di area bermain serta kesepakatan menggunakan gawai.  Komunikasi positif adalah wujud dari upaya memanusiakan hubungan. Hal ini menjadi pondasi dalam menerapkan disiplin positif di sekolah, rumah maupun tempat lain.  Setelah peserta diskusi membaca materi yang disampaikan, Moderator memberi kesempatan pertama bertanya kepada Guru Adelia.  Keresahan Guru dalam Penerapan Disiplin di Sekolah Pak Syarifuddin: ‘’ Jika ada perbedaan kesepakatan antarmurid saat mencari kesepakatan. Bagaimana cara mengatasinya?  Narasumber: “Yuk simak panduan membuat kesepakatan kelas berikut:  1. Berupa pernyataan positif yang fokus pada hasil jangka panjang2. Batasi jumlah peraturan, utamakan yang menyangkut hubungan antaranggota kelas (3-5 poin)3. Libatkan murid sejauh mungkin dalam membuat kesepakatan kelas4. Implementasi kesepakatan kelas tidak perlu terburu buru5. Jika ada yang melanggar, harus segera ditindaklanjuti6. Refleksi dan tinjau kembali bila perlu ubah aturan yang tidak berfungsi Sudirman: ‘’Bagaimana cara mengukur ketercapaian berhasilnya  penanaman kedisiplinan peserta didik pada sekolah yang memiliki murid banyak. Apa saja indikatornya?’’  Narasumber: Ada di poin 6 dalam panduan membuat kesepakatan kelas, Refleksi bersama murid sangat diperlukan secara berkala. Bisa disepakati setiap bulan atau setiap dua bulan. Atau saat aturan2 itu sudah terlihat kendor dilakukan anak-anak Dhani : “Bagaimana apabila kesepakatan telah dibuat tetapi masih dilanggar oleh beberapa murid?” Narasumber : Saat membuat kesepakatan, harus ditentukan juga konsekuensinya.  “Jika ada yang melanggar bagaimana ya?”“Kalau ternyata kamu yang melanggar kesepakatan kita, apa yang kamu akan lakukan?” Kisah Praktik Disiplin Positif Narasumber di Sekolah Di kelas kami, ada kesepakatan menahan kaki dan tangan untuk dirinya sendiri. Kesepakatan tersebut berisi 1. Menahan diri dari memukul teman lain secara sengaja2. Menahan menendang teman3. Menahan diri dari menjahili teman secara sengaja  Jika melanggar  1. Segera meminta maaf 2. Mengobati dan menghibur teman yang tersakiti 3. Tidak diajak bermain jika belum bisa menahan diri Di sekolah pernah ada perselisihan dua murid sehingga mereka saling dorong dan menyebabkan pelipis salah satu anak berdarah kena lantai.  Yang kami lakukan, mengobati anak yg terluka dan merangkul si pelaku. Apapun masalah yg terjadi pada anak, pasti ada kisah di balik itu, anak2 perlu dibantu untuk menyelesaikannya bukan sekedar diberi sanksi / hukuman.  Jadi kami mencari tau cerita dari versi pelaku dan cerita dari versi korban. Membantunya mencari solusi dan mengobati sakit fisik dan sakit hati diantara mereka. Kalau perlu menanyai juga saksi2 yang melihat kejadian.  Konsekuensi yang akan dikenai ke mereka pun, harus datang dari mereka(pelaku dan korban) juga.  Supaya saat mereka menjalani konsekuensi itu, mereka belajar terhadap perilakunya  Musbah: ‘’Bagaimana cara menerapkan Disiplin Positif di kelas secara menyeluruh jika ada beberapa murid yang selalu melanggar, meskipun telah diperingati dsb tetap melakukan pelanggaran sehingga teman sekelasnya yang lain protes? Narasumber: ‘’ Lakukan refleksi lagi kesepakatan bersama di kelas, mana yang masih relevan dan mana yang tidak’’  Kalimat Penutup Narasumber ‘’Penerapan Konsekuensi logis hendaknya melibatkan murid dengan melakukan refleksi sehingga murid menyadari sendiri kesalahan dan cara memperbaikinya’’  Moderator menutup diskusi dengan mengajak peserta membuat Refleksi. Serta ucapan Terima Kasih kepada Narasumber & Peserta. Masih penasaran dengan penerapan Disiplin Positif? Yuk pelajari Surat Kabar Guru Belajar Edisi 16 Unduh Gratis Disiplin Positif PDFKlik

Menumbuhkan Kemandirian Anak

Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi pribadi yang memiliki kemandirian. Akan tetapi terkadang justru sikap over protektif orang tua dalam mendidik anak menjadikan anak menjadi pribadi yang manja. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kebutuhan anak yang dipenuhi orang tua. Orangtua pasti berdalih ini bentuk kasih sayang. Bagaimana Komunitas Guru Belajar Solo Raya memandang kemandirian anak ini? Orangtua Ingin Anak Mandiri Selamat malam sahabat Ria di manapun berada, kami dari komunitas guru belajar (KGB) Solo Raya melihat fakta yang sama di lapangan, bahwa terkadang justru over protective kita sebagai orangtua dalam mendidik anak akan menjadikan mereka pribadi yang manja dan jauh dari kemandirian. Tidak ada yang salah sebenarnya, asalkan tidak over (berlebihan). Seperti pada pertemuan di bulan Juni tentang generasi Z dan Alfa, bahwa sebenarnya anak-anak zaman sekarang ini sudah memiliki naluri untuk hidup mandiri. Tetapi kita sebagai orangtua juga tetap harus melatih anak-anak kita menjadi pribadi yang mandiri agar mereka siap menghadapi apapun tantangan hidup saat mereka jauh dari kita. Sehingga kami memandang bahwa kemandirian sangat penting untuk dilatih ke anak-anak. Ciri – Ciri Anak Sudah Mandiri Kemandirian sangat penting untuk dilatihkan sejak dini. sejauh mana kita bisa mengetahui bahwa anak-anak sudah mandiri? Apakah ada ciri-ciri yang menunjukkan hal tersebut? Kita bisa mengenali bahwa seorang anak menunjukkan kemandirian berdasarkan beberapa hal. Menurut banyak ahli ada hal-hal yang kasat mata bisa kita lihat sebagai ciri kemandirian anak, antara lain: Kepercayaan pada diri sendiri. Rasa percaya diri, atau dalam kalangan anak muda biasa disebut dengan istilah ‘PD’ ini sengaja ditempatkan sebagai ciri pertama dari sifat kemandirian anak, karena memang rasa percaya diri ini memegang peran penting bagi seseorang, termasuk anak usia dini, dalam bersikap dan bertingkah laku atau dalam beraktivitas sehari-hari. Anak yang memiliki kepercayaan diri lebih berani untuk melakukan sesuatu, menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya sendiri dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang ditimbulkan karena pilihannya. Kepercayaan diri sangat terkait dengan kemandirian anak. Dalam kasus tertentu, anak yang memiliki percaya diri yang tinggi dapat menutupi kekurangan dan kebodohan yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan, sikap percaya diri perlu ditanamkan dan dipupuk sejak awal pada anak usia dini ini. Motivasi intrinsik yang tinggi. Motivasi intrinsik adalah dorongan yang tumbuh dalam diri untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik biasanya lebih kuat dan abadi dibandingkan dengan motivasi ekstrinsik walaupun kedua motivasi ini kadang berkurang, tapi kadang juga bertambah. Kekuatan yang datang dari dalam akan mampu menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang diinginkan. Keingintahuan seseorang yang murni adalah merupakan salah satu contoh motivasi intrinsik. Dengan adanya keingintahuan yang mendalam ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang memungkinkan ia memperoleh apa yang dicita-citakannya. Dengan keinginan dan tekad yang kuat, orang biasanya menjadi lupa waktu, keadaan, dan bahkan lupa diri sendiri. Mampu dan berani menentukan pilihan sendiri. Anak mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam menentukan pilihan sendiri. Misalnya dalam memilih alat bermain atau alat belajar yang akan digunakannya. Kreatif dan inovatif. Kreatif dan inovatif pada anak usia dini merupakan ciri anak yang memiliki kemandirian, seperti dalam melakukan sesuatu atas kehendak sendiri tanpa disuruh oleh orang lain, tidak ketergantungan kepada orang lain dalam melakukan sesuatu, menyukai pada hal-hal baru yang semula dia belum tahu, dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru. Bertanggung jawab menerima konsekuensi yang menyertai pilihannya. Di dalam mengambil keputusan atau pilihan tentu ada konsekuensi yang melekat pada pilihannya. Anak yang mandiri dia bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya apapun yang terjadi tentu saja bagi anak Taman Kanak-kanak tanggung jawab pada taraf yang wajar. Misalnya tidak menangis ketika ia salah mengambil alat mainan, dengan senang hati mengganti dengan alat mainan yang lain yang diinginkannya. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lingkungan sekolah (Taman Kanak-kanak) merupakan lingkungan baru bagi anak-anak. Sering dijumpai anak menangis ketika pertama masuk sekolah karena mereka merasa asing dengan lingkungan di Taman Kanak-kanak bahkan tidak sedikit yang ingin ditunggui oleh orang tuanya ketika anak sedang belajar. Namun, bagi anak yang memiliki kemandirian, dia akan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Tidak ketergantungan kepada orang lain. Anak mandiri selalu ingin mencoba sendiri-sendiri dalam melakukan sesuatu tidak bergantung pada orang lain dan anak tahu kapan waktunya meminta bantuan orang lain, setelah anak berusaha melakukannya sendiri tetapi tidak mampu untuk mendapatkannya, baru anak meminta bantuan orang lain. Seperti mengambil alat mainan yang berada di tempat yang tidak terjangkau oleh anak. Ciri ciri kemandirian anak berkebutuhan khusus ditambah 2 komponen lagi yaitu: Mandiri sehubungan dengan kekhususannya. Mampu menghadapi tantangan sehubungan dengan kekhususannya. Upaya Menumbuhkan dan Menjaga Kemandirian Anak Melihat banyaknya ciri-ciri yang dapat kita lihat tersebut, bagaimana upaya yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan dan menjaga kemandirian anak? Sahabat ria yang berbahagia, untuk mendorong pertumbuhan dan kemandirian anak, Tracy Hogg dan Melinda Blau dalam bukunya “Secrets of the Baby Whisperer for Toddlers” memperkenalkan konsep baru yang disebut dengan HELP (Hold yourself back, Encourage exploration, Limit, and Praise), menjelaskan lebih lanjut bahwa:  Dengan menahan diri kita akan mengumpulkan banyak informasi dengan memperhatikan, mendengarkan, dan menyerap seluruh gambar untuk menentukan apa dan siapa anak kita, sehingga kita dapat mengantisipasi kebutuhan dan memahami bagaimana respon anak tersebut pada lingkungan sekitar. Dengan menahan diri, kita juga dapat mengirimkan sinyal bahwa ia kompeten dan kita mempercayainya anak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Dengan mendorong penjelajahan, kita menunjukkan pada anak bahwa kita percaya pada kemampuannya untuk mengalami apa yang ditawarkan oleh kehidupan yang ia alami, dan kita ingin agar anak kita bereksperimen dengan benda-benda, orang, dan pada akhirnya ide-ide yang baru. Dengan demikian anak akan lebih terdorong untuk melakukan semua tindakan tanpa merasa takut dihantui oleh kita sebagai orang tuanya. Kegiatan membatasi (limit), orang tua mengemukakan dengan benar peran kita sebagai orang dewasa, menjaga anak dalam batas aman, membantunya membuat pilihan yang tepat, dan melindungi anak tersebut dari situasi berbahaya baik secara fisik maupun secara emosional. Dengan memuji (praise), kita mengukuhkan pembelajaran yang telah kita berikan, pertumbuhan, dan perilaku yang bermanfaat bagi anak ketika ia memasuki dunia dan berinteraksi dengan anak-anak dan orang dewasa lainnya. Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang diberikan pujian dengan benar, ia semakin terdorong untuk belajar lebih, dan dapat menikmati kerjasama yang terjalin antara dirinya dengan orang tuanya.  Tips Melatih … Read more

Literasi Menantang: Dari Aksara ke Sinema

Yeay senangnya!Mengangkat topik literasi, Komunitas Guru Belajar (KGB) Depok mengadakan TPD (Temu Pendidik Daerah) lagi. setelah 3 bulan off. Kali ini TPD berlokasi di kediaman Pak Pandji (salah satu pembicara yang juga anggota KGB) yakni di Kebun Biru, Jl. H. Suaib, Krukut, Limo Depok dengan jumlah peserta 14 orang yang berasal dari TK dan SD di Depok. Seperti biasanya kami juga menyepakati untuk potluck, yakni membawa makanan masing-masing untuk dimakan bersama. TPD yang ke-15 ini kami mengangkat dua materi. Materi pertama adalah “Literasi Menantang: Dari Aksara ke Sinema“. Materi ini dibawakan oleh Pak Uhan Subhan dari SMP Islam Fitrah Al Fikri. Yang kedua berjudul “Keterlibatan Orang Tua dalam Kegiatan Belajar di PAUD”. Dibawakan oleh Pak Pandji Widya dari TK Islam Dian Didaktika. Namun, sebelum materi pertama dan kedua, ada sekilas info tentang TPD dan TPN (Temu Pendidik Nusantara) yang dibawakan oleh Pak Arifin dari SD Binakheir. Dan, yang membuat TPD kali ini makin seru, setelah materi inti selesai ada sesi sharing tentang pendidikan di Finlandia bersama Pak Muhammad Tholchah yang merupakan kandidat Doktor di Tampere University Finland. Wow! Acara dimulai pukul 08.55 WIB dan selesai pukul 12.50 WIB (padahal rencana awal jam 12.00 selesai, karena saking asyiknya diskusi jadi kebablasan, hehe ☺ ) dengan dipandu oleh Bu Handayanih dari SDIT Mutiara Islam sebagai MC. Pembukaan oleh MC dan Pembacaan Ayat suci Al Qur’an oleh Pak Faiz Biamrillah dari SD Islam Kamila Insan Cita hingga jam 09.15. Setelah itu dilanjutkan dengan info TPD dan TPN hingga jam 09.50. Saat memberikan info-info Pak Arifin menggunakan slide yang diantaranya terdapat foto-foto yang membuat peserta tertarik. Salah satu info yang disampaikan adalah bahwa TPN 2019 diadakan tanggal 25-27 Oktober 2019 di Sekolah Cikal, temanya adalah . Aktivitas Literasi dengan Komik dan Youtube Akhirnya materi inti yang pertama pun digelar, yakni tentang Literasi Menantang yang disampaikan berdasarkan pengalaman Pak Uhan di sekolahnya yang notabene adalah siswa SMP. Di awal materi, beliau memaparkan literasi dalam pandangan awam, diantaranya adalah: membaca bukan aktivitas penting, membaca hanya membuang waktu, dan membaca adalah aktivitas berbahaya. Beliau pun memaparkan tahapan menjadikan bacaan menjadi sebuah film yang bisa dinikmati oleh lebih banyak orang dan bernilai seni tinggi serta membuat bangga orang-orang yang berkontribusi di dalamnya. Diawali dengan membaca semua novel yang berjudul sama, siswa kemudian diminta untuk membuat alur grafis dalam sebuah kertas besar, lalu dibuat menjadi komik. Setelah itu, siswa menjadikan komik itu sebuah film pendek dengan produser, sutradara, pemeran, dan semua kru berasal dari siswa dan diunggah ke youtube. Apakah berakhir sampai disini? Oh tidak! dewan guru masih ingin memberikan tantangan pada siswa dengan mengadakan festival dan mengundang banyak orang. Selain itu tiap ada kegiatan di luar para siswa juga mempertontonkan film hasil karyanya hingga membuat mereka bahagia. Pak Uhan memberikan inspirasi baru bagi kita semua, ternyata dari sebuah bacaan dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang jauh lebih menarik. Beliau juga menekankan pentingnya guru hingga mencoba membuat buku sebagai sebuah karya. Melibatkan Orangtua di Sekolah Pemaparan materi kedua dimulai pukul 10.45 hingga 11.15, yakni tentang pengalaman Pak Pandji selama bergelut dengan dunia PAUD dan TK. Beliau memberikan banyak tips pada para peserta bagaimana caranya agar orangtua dapat terlibat aktif di sekolah. Tips diantaranya: saat pertemuan awal dengan orang tua ada akad (perjanjian). Salah satu isinya tentang kewajiban orang tua hadir saat ada kegiatan parenting. Menugaskan kordinator kelas (korlas) sebagai seksi dokumentasi saat ada kegiatan. Berikan wewenang pada mereka untuk menyebarkan hasilnya ke orang tua siswa yang lain; memberikan tantangan pembelajaran di rumah untuk siswa bersama orang tuanya. Tips dan trik dari Pak Pandji sangat membantu kami mendapatkan ide-ide baru dalam upaya merangkul orang tua. Sehingga orangtua bisa terlibat aktif dan membantu dalam proses pendidikan anak-anak. Sesi terakhir adalah sharing dari teman pak Pandji, pak Tholchah. Beliau tinggal di Finlandia dan saat ini sedang pulang ke Indonesia. Selama 3 bulan di Indonesia melakukan penelitian tentang guru TK laki-laki. Beliau memberikan pencerahan pada kami tentang pendidikan di sana. Banyak hal yang selama ini belum kami ketahui terutama tentang tidak mudahnya negeri kita mengikuti sistem seperti di sana. Karena banyak perbedaan antara Indonseia dengan Finlandia. Ada beberapa hal yang bisa kita adopsi namun ada juga yang tak bisa. Dan tentu saja kita harus bersyukur dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh bangsa ini. Insyaallah bisa menjadi modal untuk kemajuan pendidikan kita ke depannya. Alhamdulillah, setelah sekian lama tidak mengadakan TPD, di hari itu kami semua merasa puas. Dan mendapat banyak pencerahan dan inspirasi. Terima kasih Bu Widhya dan Pak Arifin sebagai Koordinator. Terima kasih kepada panitia, terima kasih para pembicara, dan terima kasih pada semua peserta. Mari senantiasa semangat belajar untuk menjadi Guru yang Merdeka Belajar! Ingin Memahami Tentang Literasi Lebih Lanjut? Yuk pelajari Surat Kabar Guru Belajar Edisi 19Miskonsepsi LiterasiUnduh Gratis klik

Definisi Merdeka Belajar

Berawal dari pertanyaan teman tentang kegiatan saya bersama beberapa teman di Komunitas Guru Belajar. Definisi Guru Merdeka Belajar beberapa kali menjadi topik pembicaraan kami. Karena mau mememenuhi rasa ingin tahu teman saya, saya pun memberanikan diri untuk menawarkan nonton bareng (nobar) video Guru Merdeka Belajar. Video berisi pembahasan definisi Merdeka Belajar yang disampaikan oleh ibu Najelaa Shihab. Senin, 27 Januari 2020 atas nama Komunitas Guru Belajar (KGB) Sijunjung saya dan teman teman mengadakan Nonton Bareng bertempat di SMP Negeri 28 Sijunjung. Kegiatan dilaksanakan setelah proses belajar mengajar yaitu jam 13.30 sampai dengan 16.30. Kegiatan ini dipandu oleh saya sendiri Desy Delarosa dan Alia Yovica sebagai moderator. Peserta yang hadir 15 orang, seluruhnya berasal dari SMP Negeri 28 Sijunjung, guru maupun pegawai TU. Tiga komponen yang menjadi penanda merdeka belajar dibahas dalam video Merdeka Belajar tersebut. Peserta nobar oun merefleksikan kembali bahwa tiga komponen Merdeka Belajar tersebut adalah Komitmen pada tujuan, Mandiri dengan cara dan refleksi untuk memantau proses belajar. Merdeka Belajar menjadi dambaan guru dan siswa, karena merdeka belajar siswa dapat mengemukakan hasil maksimalnya.  Baca Juga: Merdeka Belajar Bukan Jargon Selain nobar juga disampaikan tentang Komunitas Guru Belajar Sijunjung dan kegiatannya. Pada Komunitas Guru Belajar kita berjejaring dengan sesama guru lintas sekolah dan jurusan. Kegiatan dalam Komunitas Guru Belajar menularkan praktik baik pembelajaran, membangun kolaborasi antar anggota dan luar anggota, berbagi dan saling dorong untuk dapat meniti karier dan selalu berusaha meningkatkan kompetensi guru. Komunitas Guru Belajar membuat guru bisa menjadi pembelajar dengan bergantian menjadi narasumber untuk teman. Dengan memperkenalkan Komunitas Guru Belajar sekaligus mengajak kawan kawan di SMP Negeri 28 Sijunjung untuk bergabung di Komunitas Guru Belajar Nusantara. Miskonsepsi Belajar Guru Dengan kegiatan Nonton Bareng video merdeka belajar ibu Najelaa Shihab, diharapkan guru memahami miskonsepsi belajar guru. Beberapa miskonsepsi guru belajar yang disebutkan adalah kegiatan belajar hanya untuk mengetahui how to nya saja, dimotivasi dengan adanya insentif, hanya bisa belajar dari pakar, belajar dengan target, perubahan terjadi seketika dan capaian hanya dinilai secara individual. Bu Imma, kepala SMP Negeri 28 Sijunjung mengatakan “Miskonsepsi yang dia alami adalah belajar harus dari ahli dan hari ini saya sadar bahwa belajar bisa dengan siapa saja, terutama sesama guru”. “Kita harus patahkan dengan belajar dengan siapa saja, dengan murid juga dengan teman guru,” sambung beliau. Bu Deri juga menyampaikan “Pencerahan dari video ini diharapkan dapat memberikan perubahan bagi saya nantinya”. “Perubahan yang sangat penting bagi saya adalah belajar tidak mengharapkan sertifikat atau uang”, kata bu Deri. Ada juga yang berpendapat berbeda dan sedikit menggelitik yang disampaikan oleh guru senior bernama pak Jasril. Pak Jasril berkata, “ Boleh merdeka asal jangan kebablasan.”Saya menanggapi bahwa definisi merdeka belajar yang dimaksud memiliki tiga komponen merdeka belajar. Saya pun mengulangi penjelasan tentang iga komponen tadi. Komitmen terhadap tujuan dengan mengetahui mengapa tujuan (kompetensi) itu harus dicapai. Mandiri menentukan cara mencapainya dan merefleksi sejauh mana cara tersebut telah mencapai tujuan. Peserta ingin Menjadi Guru yang Belajar Lagi Terakhir sebelum kegiatan berakhir, bu Imma menyampaikan bahwa sangat berterima kasih dengan adanya kegiatan Nobar guru merdeka belajar ini. Beliau  merasakan pentingnya untuk saling berbagi sesama guru untuk memecahkan masalah di kelas.  Peserta juga menyampaikan masih penasaran dengan merdeka belajar dan kaitannya dengan RPP satu lembar. Bagaimana merancang pembelajaran yang merdeka belajar. Kita menawarkan untuk bergabung di komunitas guru belajar Sijunjung dan mendaftar di KGBN melalui link .  Harapannya peserta dapat mengikuti kegiatan komunitas guru belajar secara luring maupun daring. Anda masih penasaran tentang apa itu merdeka belajar?

Apakah Merdeka Belajar Itu?

Apakah merdeka belajar adalah jargon baru?Tidak dipungkiri setelah Mas Menteri membumikan merdeka belajar banyak guru yang masih asing meskipun sebenarnya bukan hal yang baru lagi. Merdeka belajar ini sudah pernah dibumikan oleh Ki Hajar Dewantara. Dengan penggantian UN menjadi asesmen belajar banyak guru yang mulai bertanya-tanya apakah merdeka belajar itu?. Oleh karena itu, untuk menjawab ini KGB Tulungagung mengadakan temu pendidik daerah yang mengangkat topik merdeka belajar ini. Selanjutnya penggerak dan rekan guru sepakat mengadakan temu pendidik pada Minggu 22 Desember 2019 di MI Sakti modern. Mudik hari ini dihadiri 19 guru. Alhamdulillah guru yang bisa hadir di mudik hari ini bisa bertambah dari sebelumnya. Hal ini menambah motivasi kami untuk saling berkolaborasi dengan rekan seperjuangan yang mempunyai misi yang sama yaitu menjadi guru yang merdeka belajar. Perlukah Kompetisi Pada Proses Belajar? Pemantik diskusi dimulai oleh pak Anam dengan Learning is not about competition. Pak Anam memulai diskusi dengan menceritakan pendidikan di Singapura dan Finlandia. Selanjutnya pak Anam mengajak guru guru untuk berefleksi apakah pendidikan yang diwarnai dengan kompetisi bisa membuat murid bahagia dan mengerti tujuan belajarnya? Kompetisi memiliki banyak dampak diantaranya lemahnya kolaborasi murid. Kompetisi tidak selalu buruk, kompetisi juga dapat melatih murid dalam hal menghadapi tantangan. Namun, value itu tidak bisa dapat dirasakan oleh semua murid. Murid yang berhasil melalui kompetisi dianggap berhasil sedangkan murid yang gagal melalui kompetisi dianggap tidak sukses selain itu hanya murid tertentulah yang dapat mengikuti kegiatan kompetisi ketika di sekolah. Di sini letak miskonsepsi itu, semua murid berhak belajar dan berhasil setelah gagal. Kompetisi adalah satu bagian kecil dari proses belajar tentang tantangan. Sekarang saatnya guru-guru bisa mengajak murid-muridnya untuk memperbanyak kolaborasi daripada kompetisi diantaranya merancang kegiatan pembelajaran yang mendukung kerjasama antara murid yang satu dengan yang lainnya, mengadakan kegiatan belajar bersama dengan instansi atau kegiatan berbasis proyek. Tentunya kegiatan kegiatan seperti ini tidak hanya menantang murid, menyenangkan dan bermakna tentunya juga dapat melatih siswa untuk dapat survive dengan memahami bahwa keberhasilannya dalam belajar tidak semata karena usaha mandirinya tetapi teman, guru dan keluarga juga ada keterlibatan disana. Jadi murid pun juga mengerti makna bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak cukup hidup sendiri dan hanya mengedepankan kompetisi. Apakah Merdeka Belajar Itu? Pemantik diskusi kedua oleh bu Evy Ramadina dengan topik merdeka belajar. Diskusi topik kedua ini bu Evy mengajak teman teman guru menuliskan apa yang telah diketahui tentang apakah merdeka belajar yang saat ini hangat dibicarakan se Indonesia. Menarik, ternyata sangat beragam jawaban dari teman guru. Ada yang menjawab “Merdeka belajar itu bebas, tidak ada aturan, santai, menyenangkan dsb.” Selanjutnya bu Evy memulai diskusi dengan memaparkan apa poin penting dari merdeka belajar yaitu komitmen pada tujuan, mandiri terhadap cara dan mau berefleksi. Tiga hal ini merupakan suatu siklus yang saling terhubung. Selanjutnya, kami mendiskusikan contoh pembelajaran di kelas seperti apakah yang merdeka belajar itu?. Merdeka belajar bukan tanpa aturan tetapi melibatkan anak anak dalam membangun kesepakatan untuk komitmen pada tujuan belajar. Merdeka belajar merupakan pembelajaran yang mandiri terhadap cara yang memungkinkan setiap murid bahagia dengan caranya dan tetap dijalan kesepakatan bersama. Baca Juga: Merdeka Belajar Bukan Jargon Acara terakhir rekan rekan guru melakukan refleksi bersamaApakah selama ini masih berkutat di kompetisi murid saja?Lalu apakah murid murid sudah diajak saling berkolaborasi dengan rekannya?Apakah pembelajaran di kelas selama ini sudah merdeka belajar?Dan apakah gurunya sudah merdeka belajar?Dari sini kami sepakat bahwa guru yang merdeka belajar bisa mendampingi muridnya untuk merdeka belajar. Jadi, berikutnya guru guru kembali ke sekolahnya masing masing dan menerapkan merdeka belajar di kelas. Anda masih penasaran tentang apa itu merdeka belajar?

Program Literasi di Sekolah yang Bermakna

Sudah membuat program literasi sekolah, namun nyatanya kegiatan tidak meninggalkan jejak pada murid. Murid sudah membaca buku tapi masih tetap saja tidak paham isinya. Atau sudah paham tentang literasi tetapi minim ragam kegiatan yang bermakna. Ternyata memang masih banyak kerikil  miskonsepsi tentang literasi. Termasuk di dalamnya bahwa literasi hanya berkutat pada buku, teks, kegiatan membaca atau menulis. Lalu apa pentingnya literasi untuk murid jika tidak memberikan perubahan bahkan tidak memberikan daya. Karena seharusnya literasi yang bermakna akan menjadikan murid semakin berdaya. Nah, dari persepsi inilah kita akan mengurai tentang miskonsepsi literasi yang nyatanya telah membudaya berakar bertahun tahun dalam persepsi pendidik. Temu Pendidik Daerah Kegiatan Temu Pendidik Daerah (TPD) adalah sebuah pertemuan antarpendidik di daerah Tulungagung. Peserta dari berbagai jenjang mulai PAUD, TK, SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi. Dalam pertemuan ini kami saling berkolaborasi membahas tentang tema yang kami angkat yaitu Literasi untuk Berdaya. Tema ini kami angkat berkaitan dengan masih banyak miskonsepsi tentang apa itu literasi? Bagaimana program literasi? TPD dilaksanakan pada hari minggu tanggal 6 Oktober 2019. Bertempat di Omah Dolan Pelangi, Jln. Teuku Umar, Dusun, Gluduk, Desa Ariyojeding, Kec. Rejotangan. Kab.Tulungagung. Pemantik diskusi adalah Bunda Ilmi yang merupakan Penggerak KBG Blitar dan Bunda Pelangi Penggerak KGB Tulunggagung. Peserta yang hadir ada 7 orang. Di antara mereka memiliki motivasi ikut karena memang belum pernah mendengar adanya Komunitas Guru Belajar. Adapula yang sudah dengar tetapi belum pernah mengikuti kegiatannya. Maka menjadi lumrah saat baru datang di lokasi peserta masih malu-malu untuk berinteraksi dan komunikasi. Untuk mencairkan suasana Bunda Ilmi mengajak peserta untuk memperkenalkan diri. Kemudian peserta diajak saling bertukar informasi tentang aktivitas dan motivasi mengikuti agenda TPD. “Motivasi saya ikut adalah tertarik pada tema yang diangkat, karena kebetulan di sekolah saya belum ada program literasi.” Ungkap Bu  Gilang yang merupakan guru SD Sentul Blitar. “Saya sebelumnya belum pernah mendengar ada KGB makanya saya datang karena saya penasaran.” Kata Bu Nur yang rumah dan tempat mengajarnya cukup dekat dengan lokasi TPD. Miskonsepsi Literasi Sebelum pemantik diskusi menyampaikan pemaparan tentang praktik baik literasi yang berdaya, para peserta diajak mengemukakan pendapatnya tentang apa itu literasi Jawabannya pun beragam seperti kata pak Satrio Guru SD di Buntaran “Literasi itu ya kegiatan membaca buku.” Berbeda dengan Pak Denny mengungkapkan “Literasi itu adalah kegiatan belajar yang tidak hanya dari buku tetapi juga dalam aktivitas berkreasi.” Setelah  merangkum pendapat peserta, bu Ilmi kemudian memulai mengurai tentang miskonsepsi literasi. Bahwa literasi bukan hanya berkutat pada diktat, buka selalu dengan buku, bukan tentang kegiatan membaca dan menulis saja. Tetapi semua aktivitas mencari informasi, mengolah informasi kemudian mengkomunikasikannya kembali dalam bentuk yang lebih bermakna. Dari pemaparan bu Ilmi sedikit terbukalah paradigm peserta. Ada yang kaget juga karena konsep tentang literasi yang mereka pahami selama ini masih keliru. Ada juga yang kemudian tersenyum lega karena ternyata kegiatan literasi bukan hanya membaca buku. Maklum ternyata ada beberapa peserta yang tidak menyukai kegiatan membaca. Setelah Bu Ilmi memantik diskusi tentang Miskonsepsi Literasi, Bunda Pelangi yang merupakan pemilik Omah Dolan Pelangi memaparkan tentang Praktik baik Literasi yang bermakna di jenjang dasar ( PAUD, TK,SD ). Salah satunya adalah dengan sosiodrama. Kemudian permainan Board Game karakter baik, belajar cerita dan dongeng. Literasi yang berbasis eksplorasi sains. Mengaitkan pembiasaan atau kegiatan sehari hari dengan literasi. Baca Juga: Miskonsepsi Literasi Refleksi Kegiatan Dari hasil diskusi peserta mulai ada ide baru untuk membuat ragam kegiatan literasi yang bermakna. Semuanya dimulai dari pemahaman pendidiknya terlebih dahulu, pada sesi penutupan bu Ilmi menyampaikan “Keterampilan yang harus dimiliki baik pendidik maupun murid di era 4.0 adalah keterampilan berkomunikasi dan berpikir kritis dan inilah bagian dari sebuah literasi yang berdaya.” Sementara Bunda Pelangi menyampaikan “Bukan bagaimana anak itu bisa membaca akan tetapi bagaimana anak itu suka membaca, untuk kegiatan literasi yang bermakna perlu adanya kegiatan pasca membaca.” Sebuah refleksi juga diberikan salah satu peserta TPD yaitu Bu Reza “Kegiatan siang hari ini sangat bermanfaat, membuka pikiran yang selama ini literasi saya anggap hanya tentang membaca. Sangat santai sehingga bisa lebih enjoy dalam memahami. Semoga bulan depan ada agenda lagi dengan teman yang lebih banyak.” Kami tawarkan kepada peserta tentang tema pada pertemuan TPD yang selanjutnya. Dari berbagai masukan dan pendapat ternyata banyak diantara peserta yang ingin berbagai praktik baik pembelajaran literasi. Maka Call to Action nya adalah peserta TPD akan mendapatkan tantangan membuat skenario pembelajaran literasi yang bermakna . Tidak lupa juga kami agendakan awal  bulan depan untuk TPD lagi dengan bahasan Ragam Kegiatan Literasi yang Bermakna, kami rencanakan akan berbagi praktek baik tentang literasi dari semua jenjang sekolah. Penasaran Bagaimana Menerapkan Literasi Numerasi di Sekolah Dasar? Yuk ikuti pelatihan online klik 

Pelatihan Guru Merdeka Belajar – Sudahkah Kita Merdeka Belajar?

KGB Makassar mengadakan kegiatan Pelatihan Guru Merdeka belajar pada Sabtu, 14 September 2019. Pelatihan kali ini dilaksanakan dengan berkolaborasi dengan Yayasan Pendidikan Darussalam Makassar, yang berlangsung di Meeting Room Kenanga SMK Darussalam Makassar. Acara pelatihan ini dimulai tepat pukul 09.00 WITA sampai pukul 17.00 WITA. Dalam pelatihan kali ini tampil pak Baja Seto dan pak Maman Basyaiban dari Kampus Guru Cikal selaku narasumber.  Pelatihan Guru Merdeka Belajar adalah proses belajar bersama para guru. Beberapa guru mengatakan bahwa awalnya sebelum pelatihan mereka mengira bahwa merdeka adalah bebas berekspresi. Awalnya mereka ingin tahu tentang apa itu Guru Merdeka Belajar. Belajar dari Pelatihan Guru Merdeka Belajar Menurut para peserta apa yang mereka pelajari dari Pelatihan Guru Merdeka Belajar adalah bagaimana guru sebagai seorang guru harus bisa merefleksi diri baik melalui kolaborasi sesama pendidik maupun melalui timbal-balik dari peserta didik. Oleh pak Maman mengatakan bahwa terdapat kolaborasi antar siswa  demikian halnya antar guru, jika guru ingin murid berkolaborasi, sebagai teladan, kita sebagai guru juga perlu berkolaborasi antarmata pelajaran. Beberapa guru juga masih mengingat dengan jelas ketika merefleksi hasil pelatihan Guru Merdeka Belajar salah satunya adalah pelajaran Matematika dengan materi bangun datar. Salah satu guru juga dalam refleksi pelatihan ketika pak Baja seto bertanya menyebutkan materi yang mereka dapatkan adalah diantaranya tentang Intentional Learning (Pengajaran langsung) dan Self Regulated learning. Materi lain penilaian diri dalam 4K. Oleh Anita Taurisia Putri salah seorang penggerak mengatakan bahwa dalam keseharian banyak hal yang berkaitan dengan Matematika, akan tetapi kita terpaku pada rumus atau angkanya, kita tidak memasukkan dalam realita kehidupan, sehingga menganggap peralatan Matematika susah, padahal keseharian kita penuh dengan Matematika. Penggerak lain, Erni Marlina mengatakan bahwa selaku guru  Bimbingan & Konseling, anak-anak selalu senang jika belajarnya tidak monoton berupa ceramah, jadi hendaknya belajar selalu diakhiri dengan ungkapan dan keinginan siswa, dan siswa pasti bahagia karena diberikan kesempatan untuk berpendapat.  Baca juga: Merdeka Belajar Bukan Jargon Persoalan dunia pendidikan adalah persoalan kita bersama, kemajuan pendidikan adalah kebanggaan dan sekaligus harapan  kita bersama, oleh karena itu sudah siapkah kita mencetak generasi harapan bangsa? Sudahkah kita merasa merdeka dalam belajar? Jika belum bangunlah dan bangkitlah, mari belajar bersama Komunitas Guru Belajar untuk berkolaborasi dan saling berbagi praktek mengajar,saling menginspirasi satu sama lain. Ingin ikut pelatihannya secara online? Klik link di bawah ini

Murid Diam Karena Takut, Bukan Paham, Guru Perlu Bagaimana?

RodiyantoDi Temu Pendidik Daring #3 KGB Tegal kali ini, kita akan membahas tentang “Strategi Komunikasi : Dari Marah-marah Menjadi Komunikasi Hati”. Berikut profil beliau : Ratno Kumar Jaya. Profesi beliau sebagai guru SMK Muhammadiyah Pekalongan. Mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kegiatan lainnya, beliau aktif di Komunitas Guru Belajar Pemalang. Ratno Kumar JayaBapak ibu guru yang baik, izinkan saya berbagi cerita malam ini ya. Sebelum saya masuk ke cerita, ada gambar nih buat bapak dan ibu. Bisa berikan pendapatnya ya tentang gambar berikut. Apa yang bapak dan ibu pikirkan tentang gambar ini? Boleh kasih pendapatnya ya. Semua hampir sepakat bahwa nomor gambar nomor 1 adalah gambar yang baik. Terlihat jelas ketulusan hati dan cinta seorang guru dalam mendidik muridnya. Lain halnya dengan gambar yang nomor 2. Tampak ada ekspresi kemarahan dan ancaman yang diarahkan ke murid. Dampaknya apa? Tentu akan mempengaruhi keharmonisan hubungan antara guru dan murid dan kegiatan belajar pun akan berlangsung tidak efektif. Persis seperti cerita saya beberapa waktu lalu. Ceritanya begini bapak dan ibu: Berawal dari beberapa murid yang memancing kegaduhan saat ulangan remedial yang saya bagi menjadi dua kloter. Kloter pertama melakukan ulangan dan kloter kedua inilah yang di luar kelas tetapi mengganggu murid yang sedang ulangan remedial. Bukannya belajar mereka malah bermain sok sok peng (himpit-himpitan) di tempat duduk depan kelas sambil teriak-teriak dan tertawa lepas. Sudah saya ingatkan berkali-kali tetapi mereka tidak mempedulikan saya, sampai akhirnya emosi saya sampai pada titik puncaknya. Tak kurang dari sepuluh menit, saya minta semua murid masuk kelas. Saya lampiaskan kekesalan saya di kelas. Saya minta murid-murid tersebut untuk berdiri di depan kelas. Kemudian memintanya maju ke depan meja saya dan menyebutkan namanya satu-persatu, saat itu juga saya coret nama mereka di buku jurnal penilaian dan saya katakan ke mereka “Jangan harap kalian akan tuntas nilainya”. Peringatan ini sekaligus sebagai ultimatum untuk semua murid agar tidak seenaknya berperilaku kurang sopan dengan saya. Seketika kondisi kelas hening semua murid menundukkan kepalanya, sedangkan saya masih terus memarahi mereka hingga mengancam tidak akan naik kelas. Melihat reaksi mereka seperti itu, saya pikir dengan cara seperti ini (marah serta mengancam) akan membuat jera dan mereka tidak akan mengulanginya lagi, serta bisa bersikap lebih sopan dengan saya ataupun guru yang lain. Tergambar tidak bapak ibu galaknya saya dulu?  Ternyata cara yang saya lakukan untuk merespons emosi yang muncul dalam diri saya itu kurang tepat. Emosi marah yang muncul karena ketidaksukaan saya terhadap perilaku yang menyimpang dari murid tidak sepatutnya saya luapkan dengan ancaman-ancaman atau pun menantang murid yang bermasalah. Tidak semua murid bisa terima dan takut dengan ancaman. Kecenderungan meluapkan emosi dengan perkataan-perkataan yang menyakitkan atau menakuti-nakuti murid dilatarbelakangi kurang pahamnya saya bagaimana untuk mengelola emosi. Saat ada hal yang bertentangan saya bersikap reaktif tanpa pikir panjang yang kemudian justru membuat masalah baru. Seperti saat saya memarahi dua anak yang mengulang di kelas sebelas, bisa jadi kedua anak ini sudah terbiasa diancam oleh guru-guru yang lain dan sudah merasakan konsekuensi langsungnya yakni tinggal di kelas sebelas. Alhasil, saat saya nasehati seperti sudah tidak mempan malah mereka menyanyikan cuplikan lagu Iwan Fals “Masalah moral, masalah akhlak biar kami cari sendiri. Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu peraturan yang sehat yang kami mau”. Langsung saya minta mereka keluar kelas tanpa pikir panjang. Ternyata keputusan saya ini berimbas terhadap kondisi kelas yang akan saya ajar. Atmosfer kelas jadi sunyi, tetapi bukan karena tenang melainkan lebih ke rasa takut yang menyelimuti kondisi kelas sehingga proses pengajaran tidak berlangsung efektif. Dari refleksi tersebut saya mencoba mempraktikkan apa yang saya peroleh dari kelas parenting mengenai pengelolaan emosi dan strategi komunikasi untuk menjalin hubungan yang baik dengan murid meskipun dalam kondisi marah. Jika dulu saya lebih reaksional terhadap sikap murid di kelas, sekarang saya bisa lebih tenang untuk merespons hal tersebut. Adapun caranya tiap kali saya marah saya memberi jeda untuk bereaksi dengan duduk dan diam lebih dahulu ketika murid di kelas sudah tenang saya baru mulai berbicara. Hal ini cukup efektif karena saya merasa lebih bisa mengontrol emosi marah saat mendapat perlakuan kurang mengenakkan di kelas. Selain itu, strategi komunikasi yang awalnya saya gunakan dengan mengancam atau menakuti-nakuti murid, saya ubah dengan menerapkan strategi komunikasi dengan i-message. I-message adalah strategi komunikasi yang mengedepankan kemampuan mengungkapkan kebutuhan diri tanpa menyerang. Atau bisa dibilang i-message itu strategi komunikasi dengan cara mengungkapkan perasaan yang dirasakan agar lawan bicara bisa lebih berempati. Di dalam i-message ada empat bagian utama yakni: saya merasa (…), saat (…), saya ingin (…), dan karena (…). Misalnya, saat murid tidak mengerjakan PR yang saya berikan, jika biasanya saya marah dan menghukumnya berlari keliling lapangan, saya coba menggunakan strategi komunikasi i-message seperti ini. “Sebetulnya Bapak merasa marah, saat kalian tidak mengerjakan PR. Bapak ingin kalian menjadi pribadi yang bertanggung jawab, karena kita harus bertanggung jawab saat diberikan amanah dan PR ini juga tak lain tujuannya untuk belajar kalian di rumah”. Saat saya mengucapkan kalimat ini murid di kelas bisa lebih menerima dibanding saat saya marah-marah kemudian menghukum mereka. Saat itu juga saya minta mereka mengerjakan PRnya dan setelah selesai baru kami bahas. Memang awalnya saya canggung menggunakan strategi komunikasi tersebut karena tidak mudah bagi saya sebagai guru laki-laki. Saya yang biasanya lebih mudah menghukum harus mengungkapkan perasaan yang dirasakan ke murid. Selain itu, strategi komunikasi ini butuh konsistensi karena tidak semua kelas bisa menerimanya terlebih dengan karakter saya yang dulu lebih suka mengancam atau marah-marah. Silakan bisa dibaca terlebih dulu ya bapak dan ibu. Setelah selesai bisa langsung sharing aja ya?  SESI TANYA JAWAB Dini SofiPak Kumar, apakah setiap masalah cocok menggunakan imessage? Apakah peraturan yang telah dibuat bersama berupa punishment itu baik? Ratno Kumar JayaCocok atau tidaknya, patrikan terlebih dulu dalam hati kita bahwa apa yang akan kita lakukan ini hal baik dan insyaAllah berhasil. Karena menurut saya, i-message ini sangat efektif untuk komunikasi dengan murid karena dalam proses ini kita juga mengajari mereka untuk berempati. Tantangan sebenarnya bukan di i-message tapi di konsistensi dan kesabaran kita untuk terus menumbuhkan sikap positif terhadap murid. Kalau kami lebih suka menyebut konsekuensi bukan punishment/ hukuman karena dua hal tersebut beda. Jika … Read more

Guru Merdeka Belajar, Tidak Malu Belajar dari Sesama Guru

Menumbuhkan rasa membutuhkan ilmu dan belajar itu bagi seorang guru di sekitar saya masih cukup sulit, hingga saya membuat sebuah acara dengan judul “Nonton Bareng Guru Merdeka Belajar Pendidik Purworejo”. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 28 September 2019 bertempat di Laboratorium Komputer SMK Kesehatan Purworejo. Saat merencanakan acara tersebut saya sedikit pesimis akan ada yang tertarik untuk bergabung. Benar saja acara yang seharusnya dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB. Saya tunggu baru 3 orang saja yang hadir. Sambil menunggu rekan lain hadir, saya mengarahkan yang sudah hadir untuk melakukan presensi secara online menggunakan google form yang telah disediakan. Presensi online seperti ini bagi rekan guru yang sudah hadir bukan sesuatu yang baru memang, karena mereka telah mengenal cara tersebut dari beberapa pelatihan yang pernah diikuti di daerah Purworejo. Tak lama kemudian seorang rekan guru datang dan kami sambut dengan isian presensi juga. Ternyata keterlambatan beliau dikarenakan rumah beliau yang memang jauh dari lokasi nobar, yang ditempuh hingga 1 jam perjalanan. Karena waktu yang sudah terlalu mundur. Acara pun saya mulai dengan moderator sekaligus fasilitator saya sendiri Arini Fadhilah. Saya mulai acara dengan berdoa agar banyak perubahan yang terjadi setelah acara ini. Sebelum pemutaran video dari bu Elaa mengenai merdeka belajar dan berbagai miskonsepsi guru, saya menanyakan dulu tujuan mereka datang jauh-jauh sampai kesini. Kata salah satu peserta yaitu Ibu Diah, “Saya senang dengan acara kumpul guru seperti ini, jadi bisa dapat ilmu baru dari guru lain”. Selanjutnya interaksi dan komunikasi dua arah saya lakukan. Berbagai tanggapan mengenai guru merdeka belajar dari mereka sangat beragam. Ada yang belum begitu mengerti kenapa seorang guru harus merdeka belajar dan ada pula yang berpandangan bahwa seorang guru harus merdeka belajar atau dalam arti lain mau terus belajar dan berkembang tanpa batas. Masuklah ke acara inti yaitu pemutaran video merdeka belajar. Durasi video hampir 15 menit terlihat mereka sangat antusias memperhatikan. Setelah video berakhir, ternyata beberapa kalimat cukup menarik perhatian peserta yaitu ”Pada saat kita bicara merdeka belajar, Ibu dan Bapak. Saya tuh selalu terbayang anak – anak. Sebagian besar anak Indonesia itu dunianya hanya sebatas ruang kelasnya, mimpinya hanya terbatas tingginya tangan untuk menjawab pertanyaan gurunya” kata Bu Elaa “Yang kita inginkan adalah anak – anak yang punya aspirasi tinggi, yang punya cita – cita melampaui langit. Melampaui batas ruangan kelas, melampaui batas dunianya. Dan  ini hanya akan terjadi pada saat anak – anak punya kemerdekaan belajar. Tapi kemerdekaan belajar murid – murid hanya akan terjadi pada saat kita sebagai pendidik memiliki kemerdekaan“ lanjut Bu Elaa. Baca Juga: Merdeka Belajar Bukan Jargon Kalimat itulah yang membuat beberapa dari mereka sedikit mengerti kenapa seorang pendidik harus memiliki kemerdekaan dalam belajar juga. Selanjutnya saya sambung topik tersebut dengan miskonsepsi yang sering terjadi dalam dunia pendidikan disekitar mereka. Kata salah satu guru yang hadir, Bu Restu, “Guru disini kebanyakan hanya akan bertanya pada yang memiliki pendidikan lebih tinggi dari mereka, lebih tua dari mereka dan punya gelar yang keren saja, sedangkan yang di bawah mereka dianggap tidak layak untuk berbagi ilmu” Dari yang saya tangkap ternyata guru muda era milenial masih ada yang pikirannya tidak terbuka dan tidak mau merdeka dalam belajar hanya karena orang disekitarnya dianggap tidak kompeten. Berangkat dari curhatan Bu Restu tersebut, maka beliau berniat untuk menjadi guru yang merdeka belajar dengan cara berusaha membuka pikiran mereka yang masih sempit pemikiran agar terbuka dan bisa menjadi guru merdeka belajar. Beliau berharap dengan nanti adanya Komunitas Guru Belajar di Purworejo menjadi wadah untuk saling berbagi antar sesama guru, tanpa memandang usia, gelar, pendidikan mereka. Pendapat itu pun kemudian disetujui oleh semua peserta yang hadir saat itu. Mereka sangat ingin komunitas seperti ini benar-benar ada, agar Purworejo memiliki tempat /wadah untuk mencari berbagai ilmu baru mengenai pendidikan yang disampaikan oleh sesama guru dari berbagai kalangan. Setelah proses refleksi selesai, saya menarik kesimpulan bahwa di Purworejo guru-gurunya masih belum sepenuhnya merdeka belajar, itulah siswa mereka juga belum bisa merdeka belajar. Maka agar mampu membantu siswa merdeka belajar, maka Komunitas Guru Belajar yang nantinya akan hadir di Purworejo dapat mulai mengubah pemikiran guru untuk menjadi guru yang merdeka belajar juga. Untuk menyakinkan mereka mengenai pentingnya menjadi guru yang merdeka belajar, saya menampilkan cuplikan tentang perkembangan Komunitas Guru Belajar melalui Temu Pendidik Nusantara dari tahun ke tahun yang jumlah pesertanya semakin meningkat dan datang dari berbagai wilayah di Indonesia. Lalu saya memberi penjelasan juga mengenai salah satu materi yang pernah saya dapatkan dalam Temu Pendidik Nusantara mengenai permainan dalam evaluasi pembelajaran. Dari video yang saya putar semua merasa tertarik dengan permainan tersebut dan penasaran cara membuatnya dan semakin bersemangat untuk menantikan adanya Temu Pendidik Daerah. Demikian kegiatan nonton bareng yang saya dan rekan-rekan guru dari Purworejo adakan. Saya berharap acara singkat yang dilaksanakan ini dapat mengubah pandangan mereka dan membuka pemikiran mereka untuk menjadi guru yang merdeka belajar, mampu mengubah siswa mereka menjadi siswa yang merdeka belajar pula.  Ingin Tahu Bagaimana Praktik Guru Merdeka Belajar? Klik link di bawah ini