Project-Based Learning dan Penerapannya

Bagaimana Menerapkan Project-Based Learning yang benar? Koordinator Pengembangan Program Yayasan Guru Belajar, Ilona Christina Kakerissa, menjadi salah satu narasumber pembekalan Kampus Mengajar angkatan ketiga pada Senin (21/02/2022). Kampus Mengajar merupakan program Kemendikbud dan Ristek yang melibatkan mahasiswa untuk membantu menyelesaikan permasalahan pembelajaran di sekolah akibat pandemi. Pada kesempatan tersebut, Ilona mengungkapkan masih banyak guru yang mengalami miskonsepsi terhadap project–based learning (PBL) atau pembelajaran berbasis proyek. Ilona menjelaskan, ada perbedaan sangat mendasar antara Project-Based Learning dengan hanya  mengerjakan proyek. Menurutnya, mengerjakan proyek seringkali hanya mementingkan produk akhir, diseragamkan untuk semua murid, tidak relevan dengan lingkungan nyata murid dan dilaksanakan berdasarkan instruksi guru. “Misalnya, guru meminta murid mengamati keadaan sekitar rumahnya yang banyak sampah. Kemudian guru meminta murid membuat poster agar orang tidak membuang sampah sembarangan. Ini bukan proses PBL,” terangnya. PBL seharusnya digerakkan oleh student’s inquiry yang mana murid memang harus aktif dalam setiap prosesnya. PBL berkaitan dengan masalah yang nyata berada di lingkungan murid. Hal tersebut seringkali dilewatkan oleh guru, bahkan oleh banyak pembicara yang memandu PBL.  “Ada tujuan besar yang mau dicapai dari PBL yaitu untuk pengembangan karakter dan keterampilan sebagaimana yang dicita-citakan di dalam profil pelajar Pancasila.Di dalam PBL, murid merekonstruksi sendiri penemuannya akan suatu pengetahuan, keterampilan yang dia dapatkan selama proses PBL,” jelas Ilona. Sedangkan mengerjakan proyek bertujuan hanya untuk mengaplikasikan materi yang sudah diajarkan sebelumnya. “Seperti kolaborasi Fisika dan Matematika, guru mengajak murid membuat roket dari botol yang bisa diterbangkan. Sangat asik, ya. Tapi kemudian ketika murid kembali ke masyarakat, akan bertanya, untuk apa saya tadi menerbangkan roket? Relevansinya dengan kehidupan saya bagaimana?,” tukas Ilona.  4 Langkah Penerapan Project-Based Learning Ilona kemudian menjelaskan empat langkah yang tidak boleh dilewatkan guru saat melaksanakan PBL. Pertama, mendorong murid untuk mengobservasi lingkungan sekitar dan mendefinisikan masalah. Biasanya akan muncul pertanyaan-pertanyaan sebelum akhirnya mereka dapat menemukan masalah yang ada. “Pada tahap pertama ini saja, sudah ada pelajaran penting untuk murid yaitu belajar untuk peka terhadap lingkungan sekitar. Kemampuan observasi dan mengajukan pertanyaan itu tentu bukan hal yang mudah kalau tidak dibiasakan,” jelas Ilona. Selanjutnya yakni tahapan menghasilkan ide. Di tahap ini biarkan murid saling bertukar pikiran dengan teman-temannya mengenai apa yang mereka dapatkan setelah observasi. Ilona menjelaskan, pada fase ini seringkali guru tidak mengapresiasi ide yang dihasilkan oleh murid. “Selalu apresiasi ide murid, segila apa pun, entah baik maupun buruk. Sebab kreativitas dan kemampuan bernalar murid muncul dan berkembang dari proses ini.” Fase berikutnya, yaitu perancangan prototipe solusi. Murid dapat berkreasi untuk menentukan pilihan solusi terhadap permasalahan yang mereka temukan. Pilihan solusi dapat disesuaikan dengan minat dan bakat mereka. Intinya dalam setiap proses, biarkan suara dan pilihan murid yang bekerja.  Lalu tahapan terakhir yakni uji coba. Ilona merekomendasikan agar pengujian dilaksanakan tidak hanya dengan rekayasa, tetapi diuji coba secara langsung. Seperti yang ditunjukkan dalam video yang sempat ia putarkan sebelumnya. Baca Juga: Praktik Pembelajaran Berbasis Proyek: Students’ Movie Project “Tidak menutup kemungkinan seperti yang ada di video tadi. Pada penerapan uji coba, guru mengundang pejabat kota untuk mendengarkan masukan dari anak kelas 2 SD terhadap permasalahan yang ada di taman kota,” tukasnya. Pada akhir acara, Ilona menyatakan harapan, mahasiswa peserta Kampus Mengajar dapat membantu menyelesaikan miskonsepsi yang ada di berbagai sekolah terkait PBL. Pasalnya, PBL yang benar dapat membantu murid menumbuhkan ribuan keterampilan, karakter. “PBL merayakan proses, bukan hasil akhir. Proses dalam PBL membantu guru mempersiapkan murid untuk siap hidup ketika kembali ke masyarakat. Bukan belajar hanya untuk menyelesaikan materi dan mendapat nilai 100 di atas kertas saja,” pungkas Ilona.

Drilling Soal Menggunakan Teknologi Tidak Membuat Murid Siap Hidup

Apakah Bapak Ibu termasuk yang memanfaatkan teknologi untuk Drilling Soal ke murid? Transformasi digital berlangsung lebih cepat sejak masa pandemi. Menurut data Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo), setidaknya 200 juta masyarakat telah menjadi pengguna internet dalam kesehariannya. Semua bidang terdampak, termasuk dunia pendidikan. Memberikan beragam keuntungan pun tantangan bagi para pendidik, baik guru maupun dosen.  Ilona Christina Kakerissa selaku Koordinator Pengembangan Program Yayasan Guru Belajar mengatakan, teknologi memang tidak akan menggantikan profesi guru namun pendidik yang tidak fasih dengan teknologi akan tergantikan dengan mereka yang mampu memanfaatkannya dengan baik. Ilona mengungkapkan terdapat model jaringan karya Ruben Puentedura yang mengkategorikan empat derajat integrasi teknologi dalam pembelajaran. Kategori tersebut yakni substitution, augmentation, modification, dan redefinition. “Model ini bisa kita gunakan untuk evaluasi. Sudah sampai mana kita memanfaatkan dan mengintegrasikan teknologi untuk pembelajaran? Masih tahapan peningkatan atau sudah transformasi?,” terang Ilona saat menjadi narasumber di webinar Kominfo bertajuk “Konten Pendidikan untuk Generasi Muda” pada Kamis (24/02/2022). Ilona menjelaskan teknologi hanya menjadi substitution atau pengganti apabila hanya memindahkan soal yang dulunya ada di dalam Lembar Kerja SIswa (LKS) ke dalam komputer. Sedangkan pada tahapan augmentation, terdapat sedikit perubahan pengalaman murid ketika belajar. Misalnya mengerjakan soal dengan menggunakan google form atau kahoot, yang mana setelahnya mereka bisa langsung mendapatkan umpan balik guru.  Pada level modification, perubahan desain pembelajaran karena adanya teknologi terasa lebih aktual dan signifikan. Pendidik harus mampu mendorong murid agar tugas pembelajarannya tidak hanya bertujuan mendapatkan nilai namun juga berguna untuk orang banyak. Sebagai contoh, membuat konten di media sosial yang bisa dimanfaatkan oleh banyak orang. “Kalau sudah pada tahapan redefinition, kita memberikan tugas pada murid atau mahasiswa tidak hanya agar mereka membuat konten untuk dinikmati banyak orang. Tapi bagaimana mereka bisa menciptakan inovasi yang baru dengan memanfaatkan teknologi yang ada,” jelas Ilona. Lebih lanjut Ilona mengungkapkan, selama ini pendidik di Indonesia masih terjebak pada tahapan substitution. Sehingga penggunaan teknologi tidak membantu untuk keluar dari krisis pembelajaran yang bahkan terjadi sebelum pandemi.. Menurut riset World Bank, kemampuan murid kita di Indonesia yang belajar hingga kelas 12 sebenarnya hanya setara dengan murid kelas 8. “Teknologi kita sudah maju, ada VR, AR, AI, dan lainnya. Tapi kemajuan teknologi ini masih dibarengi dengan strategi pembelajaran (pedagogi) gaya lama. Misalnya, drilling soal dalam les online. Dunia industri membutuhkan angkatan kerja yang siap memecahkan persoalan nyata bukan soal di layar laptop” jelasnya. Baca Juga: Jurus Jitu Lulus Asesmen Nasional Oleh karenanya, Ilona menegaskan, perlu ada irisan antara penguasaan konten, pemilihan strategi pembelajaran dan penggunaan teknologi yang sesuai untuk mendorong inovasi dan transformasi.  “Sebagai guru kita punya content knowledge, kita cari dulu teknologi apa yang mendukung untuk media transfernya. Tapi ini tidak akan bermakna kalau tidak ditunjang dengan pedagogi yang tepat. Apa itu pedagogi? Strategi kita. Metode apa yang kita pakai agar pembelajaran sampai ke murid,” pungkasnya.

Membuat Asesmen yang Menyenangkan dengan Ekshibisi Mini Digital

Bingung membuat asesmen yang menyenangkan saat pembelajaran di masa pandemi? Asesmen sejatinya tidak hanya berupa penilaian atas hasil ulangan dan semacamnya. Rupanya asesmen seperti itu sudah menjadi momok bagi murid. Padahal kita tahu cara belajar masing-masing murid berbeda, maka dibutuhkan asesmen yang bisa mengakomodir perbedaan tersebut. Sehingga asesmen akan terasa lebih menyenangkan karena murid merasa dipahami. Tapi apa mungkin asesmen seperti itu bisa dilakukan saat pembelajaran di masa pandemi? Bagaimana menerapkannya? Nah, pada tulisan kali ini kita akan membahas kisah guru belajar dari PYP Al Firdaus Surakarta bernama Ibu Dwi Rakhmawati. Beliau juga pernah mengalami masalah serupa seperti yang sudah disebutkan di atas. Namun, beliau menganggap pandemi bukanlah hambatan melainkan tantangan tersendiri untuk tetap dapat melaksanakan asesmen yang memberi kegembiraan bagi murid. Beliau ingin menjadikan asesmen sebagai bentuk perayaan bagi murid untuk menunjukkan kemampuan, talenta, dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan bakat kecerdasannya masing-masing meskipun tehalang oleh jarak. Selama diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), di sekolah Bu Rakhmawati kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan penuh secara daring. Jadwal disusun dengan jam belajar sejak pukul 07.30 hingga 13.30 WIB. Platform digital yang digunakan yakni Zoom Meeting. Seperti Zoom Morning Briefing, Zoom materi Homeroom Teacher,  Zoom Subject Teacher, serta Zoom Refleksi. Sedangkan penugasan murid menggunakan ClassDojo. Dan tema yang dipelajari waktu itu tentang energi. Sejujurnya tidak mudah bagi Bu Rakhmawati membangun iklim belajar daring di kota kecil seperti di Solo. Berbagai kendala mulai dari perangkat, jaringan, hingga orangtua yang bekerja menjadi perkara tersendiri. Mau tidak mau guru kelas harus membangun kerja sama dengan orangtua agar kegiatan pembelajaran tetap berjalan.  Selain itu juga diharapkan mampu membawa manfaat serta pengalaman belajar. Karena itu, agar tidak membosankan, menu Zoom terus dibenahi dengan memberikan sentuhan berbagai aplikasi pendukung seperti memanfaatkan Whiteboard Zoom, Jamboard, Pear Deck, Quizizz, dan Kahoot. Baca juga: Mengembangkan Bakat Murid saat Pembelajaran di Masa Pandemi Melalui Asesmen Diagnosis Selaku pengampu murid kelas 4 dan 6, Bu Rakhmawati memberikan tugas sebagai asesmen akhir unit berupa pameran kecil yang dilakukan secara digital atau istilahnya Ekshibisi Mini Digital. Murid akan memamerkan karya sains yang dibuat berdasarkan tema yang pembelajaran waktu itu. Sebagai contoh kelas 4 yang mengambil topik pemanfaatan energi dan cara bijak menggunakannya. Bu Rakhmawati memberi kemerdekaan murid untuk bereksplorasi dengan berbagai bahan dan alat yang ada di sekitar rumahnya. Memang pameran karya ini dilakukan sejak kelas 4 agar nantinya saat di kelas 6, mereka telah terbiasa berbagi ide dan pengetahuan dalam ekshibisi di akhir pembelajaran di PYP. Tahapan pameran karya dalam asesmen ini tidak terlalu sulit. Tentu saja di masa pandemi ini peran orangtua murid sangat penting dalam mendukung murid. Langkah yang dilakukan antara lain: Menyusun perencanaan asesmen. Memberikan beberapa alternatif pilihan bentuk proyek yang dapat dipilih murid seperti benda miniatur, percobaan, atau poster tentang energi dan cara bijak menggunakannya. Hal ini bertujuan agar murid dapat dengan mudah menjelaskan perubahan energi yang terjadi. Menyusun rubrik penilaian dari setiap subjek (transdisiplinary). Menyusun rubrik penilaian skill yang diharapkan. Mempersiapkan perangkat dan jaringan yang mendukung pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Melakukan koordinasi antar wali kelas ataupun guru mata pelajaran yang terkait dengan tema. Menjalin komunikasi dengan orangtua murid tentang asesmen di akhir unit. Prinsip pameran karya ini antara lain sebagai media menampilkan ide, kreasi, dan yang terpenting adalah berani serta dapat menjelaskan bagaimana alat atau percobaan tersebut mengalami perubahan energi. Selama 4 hari dengan 4 rombel kelas, setiap murid mencoba mempresentasikan dan menjawab pertanyaan dari teman-temannya. Murid yang tampil dan murid yang menjadi audiensi akan memperoleh pengalaman belajar melalui pertemuan daring tersebut. Berikut ditampilkan hasil dokumentasi berupa gambar dari murid kelas 4 yang sedang presentasi. Murid yang ada pada gambar di atas sedang mempresentasikan alat rangkaian berbentuk miniatur elevator. Alasan murid tersebut membuatnya karena tidak lama lagi di kota Solo akan banyak gedung-gedung bertingkat dan bangunan yang ke atas. Jadi akan banyak menggunakan elevator yang memakai energi listrik yang diubah menjadi energi gerak. Dalam proyeknya, murid boleh dibantu orangtua dalam membeli perlengkapan hingga merangkainya. Presentasi dilakukan dengan menggunakan bahasa inggris. Namun, murid diperbolehkan menggunakan bahasa lain atau bilingual. Sedangkan gambar di atas menunjukkan presentasi dari seorang murid inklusi. Murid inklusi tersebut memiliki gangguan pendengaran, sehingga dibantu dengan mind mapping  atau teks dalam presentasinya. Dengan bantuan guru pendamping khusus, ia mampu menampilkan sebuah eksperimen berupa nyala lilin yang dapat memutarkan kertas di atasnya. Asesmen semacam ini memberikan beberapa manfaat antara lain: Kreativitas terbangun melalui proyek sains sederhana ataupun eksperimen sains. Mendorong murid untuk berani menampilkan ide gagasan. Melatih keahlian berkomunikasi. Melatih keberanian di depan pemirsa dalam Zoom Meeting (presentasi). Melatih berargumentasi dalam tanya jawab dengan teman sebaya ataupun guru. Sedangkan untuk kelas 6 nanti akan diadakan penelitian sederhana yang menjadi kemasan ekshibisi dengan bimbingan guru mentor dan asesmen dari leader. Puncaknya adalah perayaan dengan mengundang teman-teman dari sekolah lain untuk berkunjung. Inilah salah satu tantangan bagi Bu Rakhmawati dan sekolahnya dalam menyiapkan mental , skill berkomunikasi, serta melatih manajemen waktu sejak kelas bawah. Asesmen menjadi sarana perayaan yang dinanti. Pembelajaran akan bermakna apabila memberikan ruang bagi murid untuk berinovasi. Jika sebelum pandemi presentasi dilakukan di depan kelas masing-masing, kali ini teman dari kelas lain juga berkesempatan mengikuti kegiatan presentasi dan tanya jawab dalam Zoom Meeting. Hal in ternyata mampu menambah kepercayaan diri bagi murid. Mereka yang aktif akan banyak bertanya dan yang awalnya pasif juga termotivasi untuk ikut bertanya. Terakhir, setiap murid akan belajar menjawab pertanyaan dari audiensi dengan waktu yang sama. Tujuan lain dari kegiatan tersebut adalah jika asesmen dikemas secara fun learning, maka akan menghilangkan kesan menakutkan seperti sebuah ujian. Wah, ternyata membuat asesmen yang menyenangkan untuk murid tidak sulit ya. Meskipun harus dilakukan saat pembelajaran di masa pandemi. Bahkan punya poin lebih dan banyak manfaatnya lagi. Sekarang Bapak dan Ibu guru pasti sudah tidak bingung lagi kan membuat asesmen yang menyenangkan saat pembelajaran di masa pandemi. Untuk menemukan cerita inspiratif  lainnya, yuk ikuti Temu Pendidik Nusantara VIII. Tema TPN kali ini adalah “Merayakan Asesmen, Mendesain Ekosistem Merdeka Belajar” yang akan diselenggarakan pada tanggal 20-21 November 2021. Dan di sini Bapak Ibu guru akan mendapat inspirasi dari #1000Pembicara. Cara daftarnya gampang banget. Tinggal klik tpn.gurubelajar.org Sumber: Surat … Read more

Media Ajar yang Menarik untuk Asesmen

“Memori HP sudah penuh, Pak. Sudah gak bisa instal aplikasi lagi. “ “Aplikasi yang digunakan guru kok beda-beda, ya, Pak? Kami jadi bingung cara menggunakannya.” Bapak dan Ibu Guru sedang bingung mencari media ajar yang sesuai untuk pembelajaran jarak jauh? Hingga bingung asesmen apa yang cocok dilakukan? Jangan khawatir pertanyaan tersebut akan terjawab pada pengalaman Pak Virandy Putra. Pak Virandy Putra adalah guru dari SMA Negeri 1 Sijuk. Ketika pandemi Covid-19 membuat Pak Virandy harus memikirkan cara dan ide-ide inovatif untuk tetap melaksanakan pembelajaran. Pak Virandy sangat keteteran karena harus menggunakan beberapa aplikasi yang  menunjang pembelajaran jarak jauh. Dalam proses pembelajaran, sering terjadi apa yang dipikirkan oleh Pak Virandy tidak sesuai dengan yang dipikirkan murid-muridnya. Harapannya membuat pembelajaran menarik dan efisien, ternyata murid kurang antusiasnya. Hambatannya bukan karena aplikasi pembelajaran yang kurang canggih, tetapi ada beberapa kendala seperti guru tidak melibatkan murid dalam pemilihan media ajar yang akan digunakan ketika pembelajaran dilaksanakan. Kurang semangatnya murid di sekolah juga terlihat ketika sedikitnya yang ikut pertemuan virtual maupun pada kelas maya yang Pak Virandy buat. Ada juga berbagai alasan murid terkait dengan kurangnya semangat ketika mengikuti kegiatan pembelajaran seperti adanya beberapa murid yang mengeluh karena banyak aplikasi yang harus diunduh di gawainya. Pak Virandy lalu memikirkan cara untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan membuat murid-muridnya antusias dalam pembelajaran jarak jauh. Dari Survei yang dilakukan Tanoto Foundation pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 47% murid merasa kurang senang belajar di rumah karena banyaknya tugas yang diberikan, serta kegiatan pembelajaran membosankan karena tidak adanya interaksi yang baik antara guru dan murid. Kondisi tersebut selaras dengan yang dilakukan guru terhadap murid. Survei tersebut menunjukan, 85% guru memberikan tugas kepada murid. Hanya sebagian kecil yang memberikan pengajaran, meminta murid membuat penelitian sederhana atau kreativitas. Baca Juga : Asesmen Diagnosis adalah Solusi Dari survei tersebut setidaknya menunjukkan gambaran bahwa banyaknya tugas yang diberikan kepada murid dan tidak adanya umpan balik terhadap murid membuat kebosanan dalam belajarnya. Pak Virandy adalah pengguna aktif sosial media. Sehingga ada beberapa guru yang bilang kalau Pak Virandy sedikit narsis, karena apapun selalu diunggah ke media sosial. Pak Virandy  juga sering mengamati perilaku muridnya ketika menggunakan media sosial. Ternyata muridnya banyak belajar dari medsos. Contohnya belajar membuat kue di saluran YouTube, belajar membuat konten unboxing melalui Instagram, dan lainnya. Fenomena belajar dari internet membuat Pak Virandy berpikiran untuk menggunakan media sosial sebagai media ajar untuk asesmen pembelajaran. Harapannya, antusias murid meningkat dan lebih senang belajar, seperti pada masa pandemi yang mengharuskan pembelajaran jarak jauh. Pak Virandy memilih Instagram sebagai media ajarnya karena aplikasi tersebut adalah salah satu media sosial yang paling banyak digunakan. Selain itu, Instagram juga masih jarang digunakan untuk media ajar dalam pembelajaran. Menurut Pak Virandy Instagram menyediakan fitur-fitur yang keren. Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan Pak Virandy menggunakan media ajar Instagram dalam pembelajaran jarak jauh NO KEGIATAN 1 Menggunakan postingan di feed Instagram untuk memberikan materi pembelajaran dan menginformasikan kepada murid tentang tugas proyek yang akan kerjakan. 2 Pak Virandy berkomunikasi dengan muridnya secara langsung (sinkronus), menggunakan fitur live di Instagram. Beberapa kali, ketika live, Pak Virandy melakukan simulasi praktik tentang listrik. Murid dapat bertanya secara langsung di kolom komentar. 3 Pak Virandy menghubungkan melalui tautan yang ada di biodata Instagram, yang terkoneksi langsung dengan Google Form untuk pemberian daftar hadir secara daring. 4 Pak Virandy melakukan asesmen menggunakan fitur kuis yang ada di story Instagram. Langkah-langkah Pak Virandy Menurut Pak Virandy asesmen berupa kuis itu paling keren. Murid-muridnya merasa mendapat pengalaman baru dalam proses belajar. Sebelum membuat kuis, Pak Virandy menyiapkan bank soal, kemudian membuat kunci jawaban. Setelah itu, mendesain bentuk soal. Agar terlihat menarik, dalam mendesainnya menggunakan aplikasi desain grafis,  seperti Canva. Setelah itu Pak Virandy mengunggah soalnya di story Instagram pribadinya. Beberapa soal dibuat lebih menarik dengan menampilkan suatu karakter gif di salindia soal tertentu. Pak Virandy merasa senang sekali, ternyata murid-muridnya sangat antusias mengikuti kuis melalui story Instagram. Pembelajaran melalui Instagram membuat Pak Virandy lebih memahami bahwa pembelajaran jarak jauh tidak harus dirancang melalui aplikasi pembelajaran yang konvensional. Dengan media sosial, ternyata dapat membuat pembelajaran lebih menarik. Harapan Pak Virandy adalah pembelajarannya semoga dapat lebih bermakna. Fitur kuis dalam Instagram sangat membantu dalam proses asesmen. Seperti statistik atau analisis butir soal dapat dilihat melalui fitur tersebut. Beberapa rekan Pak Virandy ternyata juga ikut menyelesaikan kuisnya. Pak Virandy percaya bahwa jika guru mau berinovasi sedikit saja, proses pembelajaran akan lebih bermakna. Dengan memanfaatkan fungsi fitur-fitur media sosial, seperti Instagram. Bagaimana Bapak dan Ibu Guru apakah pengalaman Pak Virandy menjawab permasalahan pembelajaran dan memberikan inspirasi? Bapak dan Ibu Guru mari ikuti Temu Pendidik Nusantara VIII 19-21 November 2021 dengan tema merayakan asesmen, mendesain ekosistem belajar. Dapatkan inspirasi pembelajaran lainnya dari #1000 Pembicara. Mari daftar di Temu Pendidikan Nusantara VIII!  Klik : https://tpn.gurubelajar.org Sumber : Surat Kabar Guru Belajar Edisi 3 Tahun Keenam

Temu Pendidik Nusantara VIII, Ada Apa?

Bapak dan Ibu Guru sudah mempraktikkan merdeka belajar? Ingin menambah inspirasi? Mengembangkan kompetensi dan karier? Atau ingin melakukan perubahan dalam dunia pendidikan?. Dalam Temu Pendidik Nusantara VIII akan menjadi momen refleksi menyeluruh terhadap merdeka belajar, menjadi sebuah asesmen formatif untuk penggerak perubahan pendidikan, karena merdeka belajar sebagai cita tidak hanya membutuhkan peran pendidik saja tetapi juga membutuhkan ekosistem yang merdeka belajar. Tidak hanya guru yang belajar, tetapi juga kepala sekolah, kepala madrasah, bahkan pengawas yang yang sering ditakuti oleh guru, tetapi ternyata dapat berjumpa dan berkolaborasi dalam semangat yang sama yaitu merdeka belajar.  Dalam Temu Pendidik Nusantara guru tidak hanya ikut begitu saja, tetapi guru dapat memilih. Setiap guru dapat memilih perannya dapat sebagai peserta, pembicara atau relawan panitia.  Setiap guru yang memilih menjadi peserta, juga bisa memilih topik yang ingin dipelajarinya. Berbeda dengan kebanyakan kegiatan lainnya, biasanya guru dituntut belajar topik yang ditentukan pihak lain, bukan pilihannya sendiri. Di Temu Pendidik Nusantara VIII, guru dapat memilih topik yang sesuai kebutuhan dan keinginannya. Topik yang dipilih yang dapat membantu dalam mengatasi permasalahan di kelas maupun sekolah. Guru yang sudah memiliki pengalaman mengajar juga mendapatkan kesempatan untuk menjadi pembicara. Guru yang menjadi pembicara dapat menyampaikan pengalaman dan keadaannya ketika di lapangan. Guru yang menjadi pembicara diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi guru lain, memberikan dampak yang luas dan memberikan perubahan, mengawali karier menjadi pelatih, dan dikenal oleh 30.000 guru se-nusantara.  Tidak hanya belajar, tetapi guru juga mengembangkan karir. Karena sejak tahun lalu, Temu Pendidik Nusantara sudah dirancang sebagai kegiatan pengembangan karier guru. Pembagian kegiatan di Temu Pendidik Nusantara dilakukan untuk memberi pengalaman dan tantangan karier yang beragam. Peserta Temu Pendidik Nusantara akan belajar mencoba suatu strategi pengajaran di kelas kemerdekaan, mengembangkan potensi di kelas kompetensi, dan memperluas kesempatan dan jejaring belajar di kelas kolaborasi. Peserta Temu Pendidik Nusantara juga bisa belajar dan mengetahui bahwa menjadi kepala sekolah bukanlah satu-satunya pilihan karier guru. Di kelas karier, peserta Temu Pendidik Nusantara dapat belajar bahwa profesi guru dapat menghasilkan banyak spesialisasi. Dengan mempelajari perjuangan setiap pembicara dalam merintis kariernya. Di Pameran Karier, peserta Temu Pendidik Nusantara juga bisa menyaksikan dan mendapatkan karya dan layanan guru. Harapannya setelah mengikuti Temu Pendidik Nusantara, peserta mendapatkan pelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan karier untuk merintis dan mengembangkan kariernya. Peserta tidak hanya menjadi pendengar, tidak hanya dimintai kartu nama untuk tindak lanjut presentasi produk atau layanan. Tetapi peserta menjadi berdaya karena mendapatkan kesempatan menghasilkan karya yang bermanfaat baik untuk sesama guru maupun masyarakat luas. Peserta Temu Pendidik Nusantara diajak untuk berdaya, dalam melangkah dari jenjang ke jenjang lebih lanjut hingga menghasilkan karya. Baca Juga : Inilah 5 Keistimewaan Temu Pendidik Nusantara Tidak hanya berkembang, tetapi juga melakukan perubahan. Meski terbuka untuk umum, sebagian besar peserta Temu Pendidik Nusantara adalah guru-guru dari beragam organisasi profesi dan komunitas yang menjadi bagian dari perubahan pendidikan Indonesia. Seperti dari Yayasan Guru Belajar, Cerita Guru Belajar, Kampus Guru Cikal, Sekolah Merdeka Belajar, Komunitas Guru Nusantara, Komunitas Pengawas Belajar, Jaringan Sekolah Madrasah Belajar, Ikatan Guru Indonesia, Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia, Lingkar Daerah Belajar, Federasi Guru Independen Indonesia, Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia, PERGUNU, Forum Guru Muhammadiyah, dan Badan Musyawarah Perguruan Swasta. Disponsori oleh Nusantarun, Sekolah.mu, Wardah Inspiring Teacher, dan Nutrifood. Serta diliput oleh media-media Kumparan.com, Tempo.com, dan Kompas.com. Organisasi-organisasi ini hadir bukan sekedar belajar untuk kepentingan dan capaian pribadi, tetapi juga untuk mengubah praktik pengajaran dan menyebarkannya ke guru-guru yang lain. Tidak semua bertahan, namun mereka yang hadir adalah mereka yang berkomitmen kuat pada tujuan, yang menunjukkan ciri dari guru merdeka belajar. Konten pada Temu Pendidik Nusantara diharapkan dapat menjadi konten yang menjawab kebutuhan ekosistem guru dan pendidikan di Indonesia. Konten Temu Pendidik Nusantara dirancang dan dipilih sesuai dengan topik Temu Pendidik Nusantara juga selaras dengan semangat merdeka belajar. Konten yang dapat membantu guru memandu murid menjadi pelajar merdeka. Namun keistimewaan yang utama pada Temu Pendidik Nusantara bukan berkaitan dengan konten, kelas, maupun pembicara. Temu Pendidik Nusantara istimewa karena menjadi wadah perjumpaan antar guru yang berbagi cerita dan membahas bagaimana momen asesmen nasional dapat digunakan oleh semua pemangku kepentingan untuk mendesain, mengembangkan, mewujudkan ekosistem yang membantu semua dan setiap murid untuk mengalami pengalaman merdeka belajar di rumah, di kelas, dan di komunitasnya.  Apakah Bapak dan Ibu Guru berminat untuk mengikuti Temu Pendidik Nusantara VIII?  Yuk jangan lupa untuk mengikuti Temu Pendidik Nusantara VIII 19-21 November 2021 dengan tema merayakan asesmen, mendesain ekosistem belajar.  Dapatkan inspirasi pembelajaran lainnya dari #1000 Pembicara.  Mari daftar di Temu Pendidik Nusantara VIII!  klik : https://tpn.gurubelajar.org

Praktik Asesmen Diagnosis, Tatap Maya Seindah Tatap Muka

Bapak dan Ibu guru merasa praktik asesmen diagnosis saat tatap maya tak seindah tatap muka? Merasakan banyak yang hilang dan memengaruhi proses belajar di kelas? Yap, pandemi yang datang ternyata menjungkirbalikkan kebiasaan-kebiasaan bapak dan ibu guru. Mungkin banyak para guru yang sudah memiliki kebiasaan pembelajaran dengan praktik asesmen diagnosis tatap muka namun tiba-tiba harus menjalankan pembelajaran praktik asesmen diagnosis tatap maya.  Tapi tenang bapak dan ibu guru, di dalam tulisan ini kita akan bahas lebih lanjut bagaimana sih membuat praktik asesmen diagnosis saat tatap maya seindah tatap muka. Tanpa berlama-lama, kita akan dengarkan cerita dari Ibu Anggi Rizka Pustika, yang mana anggota KGB Klaten dan mengajar di SD Negeri Bogem 2. Baca Juga: Praktik Asesmen Formatif dalam Pembelajaran Jarak Jauh “Lah, bikin nilai anak, ya tinggal kasih soal, beri nilai. Udah, deh. Beres! Ngapain repot mikir lainnya? Jawaban anaknya itu, ya udah itu nilai dia. Titik!” Proses belajar itu ya murid datang ke sekolah, guru membuka pertemuan, memberikan penjelasan, berlatih soal, membahas soal. Sudah cukup. Ketika materi habis, oh, ini artinya murid akan guru berikan ulangan untuk tahu capaian belajar mereka. Ulangan, koreksi, beri nilai selesai. Ya, semudah itulah saat awal-awal kegiatan Ibu Anggi dalam melakukan penilaian kepada murid. Apalagi belia seringkali mendengar kalimat-kalimat seperti ini. “Ah, guru itu gak bikin ulangan, gak koreksi aja udah tahu mana murid yang pinter mana yang enggak” atau “Hanya melihat wajahnya saja sudah hafal. Sudahlah tidak perlu repot. Seperti teman pada umumnya saja)”. Lagi-lagi tidak usah repot adalah kata sakti yang sempat membuat Ibu Anggi meyakini ketika melakukan penilaian kepada murid: yo wes (ya sudah). Gak usah repot. Lalu, tiba-tiba pandemi datang dan menjungkirbalikkan kebiasaan-kebiasaan yang selama ini Ibu Anggi lakukan. Ibu Anggi, guru yang sudah memiliki kebiasaan mengajar lebih dari delapan tahun, merasa bingung seketika. Tidak ada interaksi fisik langsung. Tidak ada teriakan, yang dari jauh dulu beliau tahu ini adalah suara si A. “Ya ampun….! Ini lembar kerja milik siapa? Kenapa gak dikasih nama, sih?” Ibu Anggi benar-benar merasa kebingungan, padahal sebelumnya beliau hafal tulisan setiap muridnya. Ibu Anggi merasa ada banyak yang hilang dan memengaruhi proses belajar di kelas. Beliau pun sempat menganggap jika tatap maya tak seindah tatap muka. Termasuk dalam proses penilaian. Keyakinan beliau bahwa penilaian gak usah repot, goyah.  “Si B suaranya kenceng. Mengerjakan tugas pasti dengan mengetuk-ngetuk meja. Kekuatannya ada pada numerasi, lemah dalam seni.”. Suara, gestur, tulisan, sifat, sikap, cara mengerjakan biasanya bisa beliau kenali dengan interaksi langsung. Lalu saat pandemi? Benar-benar menjadi big problem bagi Ibu Anggi. Beliau gak bisa mengetahui perkembangan si A ini bagaimana, si F seperti apa, si C kuat di bagian apa. Beliau merasa asing dengan murid-murid. Lantas beliau  bertanya kepada dirinya sendiri, “Kalau begini caranya, bagaimana bisa saya melakukan penilaian tanpa repot?”. Beruntunglah pada 2017, Ibu Anggi dipertemukan dengan Komunitas Guru Belajar. Kebingungannya tentang proses belajar kala pandemi mendapat jawaban dari komunitas ini. Termasuk tentang penilaian. Asesmen diagnosis menjadi jawaban atas masalah beliau dalam mengenal murid. Melalui KGB, Ibu Anggi menjadi paham bahwa penilaian untuk murid itu menyeluruh. Bukan hanya kasih soal, koreksi, beri nilai, selesai. Asesmen bagi murid itu hal yang kompleks dan butuh beragam cara untuk mendapat hasil yang akurat. Mudahnya, asesmen bisa diibaratkan seperti proses ketika kita sakit dan butuh pergi ke dokter. Ketika kita datang, dokter tidak akan langsung memvonis, “Oh, kamu sakit X”. Dokter akan memberikan beberapa pertanyaan terlebih dahulu. “Apa yang Anda rasakan? Sejak kapan? Bagian mana yang sakit?” Setelah itu, barulah pemeriksaan dimulai. Dokter akan mengaitkan hasil pemeriksaan dengan gejala yang nampak. Jika diperlukan, didukung dengan hasil tes laboratorium untuk menegaskan diagnosisnya. Ibu Anggi pun sadar, proses yang dilakukan oleh dokter ini seharusnya beliau lakukan pula kepada muridnya. Sayangnya, beliau tidak lakukan. Hasil belajar di KGB kemudian Ibu Anggi terapkan, refleksi. Apa yang selama ini bisa dengan mudah beliau ketahui ketika tatap muka, lantas beliau catat. Apa yang butuh beliau ketahui dari murid, beliau jadikan acuan untuk membuat asesmen diagnosis, membuat profil murid. Ibu Anggi kemudian membuat daftar pertanyaan melalui Google Form. Pertanyaan tersebut beliau klasifikasikan menjadi dua jenis, berupa daftar pertanyaan yang umum dan daftar pertanyaan yang khusus serta detail. Daftar pertanyaan yang umum itu seperti ketika kita membuat biodata bagi murid baru. Pertanyaannya seputar nama orang tua, nama anak, alamat tinggal, serta pekerjaan. Jika biasanya dalam biodata isian diwakilkan data ayah, maka dalam data ini Ibu Anggi meminta diisi baik data ayah maupun ibu. Untuk apa? Untuk mendapatkan gambaran detail apakah anak ini tinggal bersama orang tua atau keluarga lainnya. Data pekerjaan membuat beliau memahami apakah orang tua bekerja semua atau ada salah satu yang di rumah. Jika di rumah, apa yang dia kerjakan? Dilanjutkan dengan pertanyaan khusus. Ibu Anggi mulai dengan menanyakan jumlah anggota keluarga serta dengan siapa tinggal dalam satu rumah. Data ini bermanfaat untuk mengetahui orang dewasa yang berpotensi untuk menjadi pendamping belajar murid selain ayah atau ibunya. Berapa jumlah gawai yang dimiliki dan apa saja juga beliau tanyakan. PJJ dalam gambaran Ibu Anggi pastinya akan sangat membutuhkan gawai. Oleh karena itu kepemilikan gawai ini sangat penting untuk beliau ketahui agar beliau dapat menentukan bagaimana proses belajar yang sesuai dengan kondisi mereka. Salah satu pertanyaan penting lainnya adalah berapa rupiah yang digunakan seluruh keluarga dalam satu bulan untuk kuota internet. Akan sangat tidak bijak jika Ibu Anggi tidak tahu hal ini, lalu setiap hari mengajak murid menggunakan video conference, padahal untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari orang tua masih mengalami kesulitan. Oh, iya, Ibu Anggi tanyakan hal ini sebelum ada kuota dari Kemendikbud. Ibu Anggi merasa tetap penting juga untuk mengetahui meskipun saat ini telah ada kuota bantuan dari Kemendikbud.  Setelah Ibu Anggi kirimkan tautan Google Form ini ke grup WhatsApp, orang tua merespon dengan sangat baik. Tak berapa lama, beliau sudah mendapatkan data anak-anak dari orang tua. Ibu Anggi juga meminta murid untuk menceritakan dirinya untuk mendapatkan data diri yang lebih personal. Beliau ajukan pertanyaan panduan seperti yang beliau ajukan kepada orang tua mereka. Ada pertanyaan umum dan khusus juga. Pertanyaan umum seperti nama diri, alamat tinggal, nama orang tua, dan pekerjaan orang tua. Pertanyaan khusus seperti … Read more

Mengembangkan Bakat Murid saat Pembelajaran di Masa Pandemi Melalui Asesmen Diagnosis

Bingung bagaimana memfasilitasi bakat murid saat pembelajaran di masa pandemi? Sulit menemukan wadah untuk menyalurkan bakat dan minat mereka? Padahal murid sudah sangat jenuh belajar dari rumah. Tidak ada lagi kegiatan semacam ekstrakulikuler yang dapat mereka ikuti seperti saat PTM (Pembelajaran Tatap Muka). Mungkin hal ini yang sekarang masih membuat Bapak dan Ibu guru bimbang. Tenang Bapak Ibu, karena pada tulisan kali ini kita akan membahas kisah dari guru belajar yang mengalami kasus serupa namun bisa menanganinya melalui asesmen diagnosis. Benar, melalui asesmen diagnosis guru ini mampu menghadirkan pembelajaran yang bisa mengembangkan bakat murid di saat pembelajaran di masa pandemi. Guru ini bernama Bu Fitriana. Bu Fitriana merupakan guru di SDN Tugu Utara 05 sekaligus menjadi anggota Komunitas Guru Belajar (KGB) Jakarta Selatan. Sejak diberlakukannya PJJ dibarengi munculnya kebijakan Asesmen Nasional (AN) dalam bentuk survei karakter, survei lingkungan belajar, dan asesmen kompetensi minimum menuntun Bu Fitri untuk mencari informasi dan bergerak mengikuti perkembangan mengenai hal yang masih dianggapnya baru tersebut. Bu Fitri banyak mengikuti kegiatan webinar seperti Wardah Inspiring Teacher (WIT) 2020. Dari kegiatan ini Bu Fitri belajar mengenai empati kepada murid. Tak berselang lama, Bu Fitri juga mengikuti Seri Guru Belajar yang diadakan oleh Kemendikbud. Dari sini Bu Fitri belajar tentang Asesmen Nasional, macam-macam asesmen dan cara menindaklanjutinya. Selain itu Bu Fitri juga mendapat pemahaman tentang kegiatan pembelajaran yang mempertimbangkan kondisi murid (tidak memberatkan murid) dengan menghadirkan pembelajaran yang lebih variatif, inovatif, dan kreatif agar potensi murid dapat dioptimalkan. Sebelum melaksanakan pembelajaran, Bu Fitri melakukan asesmen diagnosis guna menggali informasi terkait kondisi murid-muridnya. Informasi tersebut Bu Fitri jaring dengan menyebar kuesioner kesiapan belajar kelas VI-A dalam Google Form. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa orangtua murid dominan bekerja sebagai buruh. Selain itu, Bu Fitri juga tahu keberagaman hobi murid, mulai dari futsal hingga menari. Data menunjukkan jika 50% muridnya sudah menggunakan gawai milik sendiri. Untuk hambatan saat pembelajaran di masa pandemi, murid Bu Fitri sebagian besar mengeluh akan bosannya belajar dari rumah, keterbatasan kuota, gangguan jaringan atau sinyal, dan merepotkan orang tua karena tidak bisa terus mendampingi mereka. Dari hasil asesmen diagnosis tersebut, Bu Fitri memulai pembelajaran dengan kegiatan proyek perkenalan diri. Dimulai dengan murid mengenal Bu Fitri melalui media sosialnya, kemudian murid diminta untuk menyimpulkan tentang Bu Fitri. Proyek ini cukup ampuh untuk membuat murid mengenal dan dekat dengan Bu Fitri. Bu Fitri juga memberikan opsi pada pengumpulan tugas, bisa berbentuk mind map, video, atau voice note. Dari kegiatan tersebut, Bu Fitri memberi kesempatan murid mengembangkan bakat-nya. Baca juga: Implementasi Asesmen Diagnosis untuk Membangun Disiplin Murid Di luar pembelajaran, murid-murid juga mengalami kejenuhan karena tidak bisa menyalurkan bakat dan minatnya di kegiatan ekskul ataupun kegiatan memperingati hari besar nasional seperti saat PTM dulu. Dengan melihat data hasil asesmen diagnosis yang menunjukkan bahwa 50% muridnya menggunakan gawai sendiri, Bu Fitri berencana untuk membuat panggung virtual dengan memanfaatkan aplikasi Stream Yard, Zoom, dan YouTube sebagai medianya. Bu Fitri mengajak teman-teman guru berdiskusi membahas peringatan HUT RI  dengan menyelenggarakan lomba-lomba secara virtual. Mulai dari jenis lomba, teknis lomba, sistem penilaian dan hadiahnya diusahakan persis seperti saat pandemi belum datang. Contoh lomba yang berhasil diselenggarakan dapat ditonton melalui tautan berikut: https://youtu.be/1y-q4d1HqX8  Namun setelah melakukan refleksi, Bu Fitri merasa kegiatan tersebut belum sepenuhnya dapat memaksimalkan potensi dan minat bakat murid. Bu Fitri mulai melibatkan orangtua murid dengan mengajak mereka berdiskusi. Bu Fitri sadar bahwa peran orangtua sangat besar dalam membantu murid menampilkan unjuk kreasi mereka.  Oleh karena itu, saat Hari Guru, Bu Fitri dan teman-teman guru mengadakan kegiatan lagi berupa pentas seni dan penampilan terbaik dari tiap kelas. Kegiatan dapat dilihat melalui tautan berikut: https://youtu.be/AMf05WTBESs. Namun setelah melakukan refleksi kembali, ternyata masih ditemukan beberapa hambatan seperti h beberapa murid yang tampil dari setiap kelas, kendala sinyal, dan kuota internet.  Pantang menyerah, demi mengembangkan bakat murid, Bu Fitri dan teman-teman guru di sekolahnya kembali memanfaatkan momen yang pas yakni ketika Isra Mikraj sebagai wadah menyalurkan bakat dan minat murid-muridnya. Berbekal refleksi sebelumnya, Bu Fitri kembali mengadakan kegiatan pentas seni dengan menambah tema dan pengisi acara dalam kegiatan tersebut. Kegiatan dapat dilihat melalui tautan berikut: https://youtu.be/H54Ui-SLuHw  Dan Bu Fitri tidak menyangka banyak yang mengirim video dari tiap kelas. Artinya banyak yang ingin tampil di pentas seni virtual. Mereka sangat antusias menyaksikan penampilan teman-temannya melalui YouTube. Mereka juga tidak sabar menanti penampilan mereka ditayangkan. Murid-murid menyaksikan kegiatan tersebut hingga akhir tanpa takut kuota mereka habis. Nah, bagaimana Bapak Ibu guru, apakah cerita inspiratif di atas sudah cukup menghilangkan kebingungan Bapak dan Ibu? Atau Bapak Ibu masih ingin mendapat cerita-cerita inspiratif lainnya? Yuk langsung aja daftar di Temu Pendidik Nusantara (TPN) VIII dengan tema Merayakan Asesmen, Mendesain Ekosistem Merdeka Belajar yang akan diselenggarakan pada 20-21 November 2021. Di sini Bapak Ibu akan mendapat inspirasi dari #1000Pembicara lho! Langsung aja klik tpn.gurubelajar.org Sumber: Surat Kabar Guru Belajar No.28