Disiplin Tak Dipatuhi, Dihukum Malah Mengulangi, Solusinya?

Nurlina : narasumber pada malam ini adalah Nur Hamidah sebagai guru di SDI Ma’mur Ni’mah. Selain itu, seorang Ibu yang diamanahi lima buah hati dua diantaranya kembar special needs. Beliau sangat senang membaca dan menulis.  Motto “Sesungguhnya mengajar itu belajar”  Nur Hamidah: Pernahkan bapak/ ibu mengalami hal semacam ini? Ragil: Hampir setiap hari M. Z Nisa: Pernah, setiap hari setiap pagi  Nur Hamidah: Hampir setiap hari kan? sama berarti, lalu bagaimana sikap kita? langkah apa saja yang kita ambil? apakah langsung memberikan hukuman tanpa klarifikasi terlebih dahulu? anak/ peserta didik langsung di strap?  Amikamizar35: klarifikasi dulu, cari tahu pangkal masalah M. Z Nisa: Pendekatan personal untuk melakukan klarifikasi Nur Hamidah: Dulu saya mengalami bahkan saat ini pun masih saya terus belajar dan memperbanyak referensi membaca tentang disiplin positif tanpa hukuman. Dulu ketika anak tidak mengerjakan PR, tidak piket saya suruh lari mengitari halaman sekolah bahkan pakai denda akan tetapi tidak juga berubah bahkan anak- anak lebih suka memberikan uangnya di kaleng kecil daripada menyapu dan terus mengulanginya. Dan efek hukuman tidak membuat jera malah mengulanginya lagi. Erna: Malah lebih memilih melakukan hukumannya, yah Bu? Nur Hamidah: Iyess, dan yang pertama adalah manajemen emosi kita ketika memulai mengajar harus stabil terlebih dahulu, karena setiap peserta didik itu berbeda- beda, karena “Emotions are at the heart of teaching”. Jadi seorang pendidik itu harus selesai dengan dirinya sendiri terlebih dahulu.  Amikamizar35: betul Bu, kalau belum selesai dengan dirinya pasti nanti emosi menghadapi siswanya Nur Hamidah: Emosi itu sangat mendukung kita dalam mengajar dan kepribadian kita siap tidak untuk menjadi guru karena kalau belum siap yang menjadi guru. Lalu apa solusinya? karena seringnya anak- anak tidak menaati aturan? Praktek yang saya lakukan, yaitu : Pendekatan kepada kedua orangtuanya. Karena ada grup WA untuk memudahkan berkomunikasi. Saya bertanya kepada para Ibu apakah di rumahnya ada jadwal sederhana keseharian anak- anaknya? ketika mereka menjawab “ada” maka saya suruh menuliskan jadwalnya dan dibawa ke sekolah, selanjutnya di cek satu persatu. Saya pilih 5 terbaik jadwal harian anak, dari 5 terbaik itu saya share ke ibu- ibu yang lain. Tidak selesai sampai disitu saya cek lagi untuk ditempel di rumahnya dan harus dipraktekkan  Menulis di sticky notes nama anak. Semua saya suruh temple di rumah dan diingat hari apa tugas piketnya. Setelah mereka selesai piket saya suruh menuliskan namanya lalu ditempel di dinding sekolah. Dan ternyata sangat senang tanpa disuruh pun dilaksanakannya.  Menerapkan kedisiplinan bukan hukuman. Hukuman dibangun atas ketidakpercayaan guru atau orangtua bahwa anak dapat mengembangkan perilakunya dan dapat bertanggung jawab akan tindakan yang dipilihnya. Sementara disiplin dibangun atas relasi kepercayaan guru atau orangtua pada anak. Hukuman bersifat jangka pendek, spontan, negatif, dan pasif. Sementara disiplin bersifat jangka panjang, positif, dan aktif. Jika antara disiplin dan hukuman ada perbedaannya. Hukuman memberikan alternatif lain pada anak, memberikan instruksi larangan pada anak, mengakui dan menghargai upaya anak dan tingkah laku mereka. Baik menanggapi perilaku negatif anak dengan cara yang kurang baik dalam mentaati peraturan. TERMIN DISKUSI M. Z. Nisa: Saya sering menemui anak- anak yang sering melanggar aturan di sekolah. Misalnya, bermain melebihi area sekolah dan dilakukan setiap pagi. Klarifikasi secara personal sudah dilakukan. Dan kami refleksi. Tapi pagi hari masih saja keluar batasan. Akhirnya saya mencoba menerapkan kesepakatan kelas bersama anak. Tapi bagaimana itu juga agar bisa berdampak ke anak? karena sampai detik ini kesepakatan yang dibuat bersama anak masih dilanggar. Nur Hamidah: Kasus seperti ini hampir terjadi di semua sekolah. Di tempat mengajarku juga seperti itu. Kita terapkan prinsip yang keempat, yaitu dialogis. Kita ajak anak- anak berdialog dan lagi- lagi dengan tidak nada emosi dan saya pun masih terus belajar dengan manajemen emosi. Karena di depan siswa kita harus menampilkan emosi positif sebab kita tidak mau kan dilabeli seorang guru yang galak atau jutek.  M. Z Nisa: dialogis ini kira- kira ada tahapannya? juga terkait penggunaan bahasa yang bisa dipahami siswa kelas 1 – 3 sekolah dasar? Nur Hamidah: dialogis ini untuk semua umur dan tentunya penggunaan bahasa yang dipahami anak SD. Karena relasi hangat antara guru dan murid menumbuhkan kebahagian kepada kedua belah pihak. Ada istilah “Ibu bahagia anak juga bahagia” dan ini berlaku pula untuk kita sebagai guru. Makanya kita harus selesai dengan diri kita dulu. Danu: Bagaimana upaya supaya anak-anak menyadari akan ketidak disiplinannya? Padahal ruang diskusi dan peringatan sudah dilakukan.  Nur Hamidah: Untuk bapak Danu sebelumnya saya bertanya peserta didiknya kelas berapa? Kalau untuk anak- anak kelas 1- 2 SD untuk berdiskusi masih harus didampingi karena anak seumuran mereka bisa duduk anteng (tenang), menurut paling lama sekitar 15 menit saja, setelahnya akan ribut lagi. Kalaupun untuk umur 8 tahun ke atas berdiskusi masih ramai berarti ada yang kurang motoriknya.  Danu: peserta didiknya tsanawiyah dan aliyah Nur Hamidah: kalau untuk tsanawiyah dan aliyah ada empat prinsip konsekuensi yang diberikan, yaitu berhubungan (related), menghormati anak (respect), logis (reasonable), dialogis. Konsekuensi logis menekankan kekuatan otoritas personal mengekspresikan realitas kehidupan, saling menghargai. Misalnya dengan menggunakan kata atau kalimat yang baik tanpa ada rasa emosi. Contoh Ahmad tolong selesaikan diskusinya dengan tenang yah, waktu sudah hampir menunjukkan jam istirahat.  Ami Bagaimana mengatasi anak yang sudah tahu bahwa itu salah tapi tetap melakukannya. Dan untuk menutupi kesalahannya dilakukan dengan berbohong dan mengajak beberapa temannya untuk meyakinkan guru bahwa dia tidak bersalah.  Nur Hamidah: Untuk mengatasi anak-anak yang seperti ini kita harus mengetahui latar  belakang keluarganya terlebih dahulu, adakan pendekatan jangan langsung memvonis karena kemungkinan besar anak yang suka berperilaku tidak baik sebenarnya minta untuk diperhatikan karena di lingkungan keluarganya terabaikan, kurang perhatian dari kedua orangtuanya. Jadi berat tugas fasilitator zaman milenial tetapi tetap semangat kita memang dituntut jadi fasilitator dan konselor. Ami: sebenarnya saya sudah berbicara dengan Bundanya, perilaku ini dimulai sejak kelas 1 dan berlanjut sampai sekarang. Saya menyarankan ke orangtuanya agar ada kesamaan kebijakan antara Ayah dan Ibu ketika mengevaluasi sikap anak. Sikap anak terhadap gurunya cukup kurang sopan, terkadang bahasa yang digunakan kurang bagus, egonya cukup tinggi. Sampai saat ini saya belum bisa memberi nasihat secara langsung, jika si anak berbuat tidak baik kepada temannya karena setiap saya mulai memanggilnya dia sudah pasang barrier … Read more

Merdeka Belajar – Terus Menerus Belajar

Seru dan menyenangkan. Itulah kata-kata yang dapat menggambarkan kegiatan Nonton Bareng (Nobar) Guru Merdeka Belajar Komunitas Guru Belajar (KGB) Binjai pada hari Selasa, 27 Agustus 2019 lalu. Kegiatan ini adalah kerjasama KGB Binjai dengan salah satu organisasi mahasiswa Kota Binjai yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Binjai dan dilaksanakan di Sekretariat HMI Cabang Binjai Jalan T. Amir Hamzah Binjai. Karena menggandeng HMI sebagai organisasi mahasiswa, maka awalnya acara nobar ini dilaksanakan dengan target peserta yaitu mahasiswa-mahasiswa jurusan kependidikan dari universitas dan sekolah tinggi ilmu pendidikan yang ada di Kota Binjai. Namun ternyata antusiasme guru-guru Kota Binjai terhadap kegiatan ini cukup baik, yang ditandai dengan hadirnya peserta guru selain mahasiswa. Bahkan sebagian besar mahasiswa yang hadir pun ternyata bukan hanya mahasiswa yang kuliah di kampus semata, namun juga mahasiswa yang sudah terjun sebagai guru honorer dan sudah mengajar di sejumlah sekolah di Kota Binjai.  Kesempatan ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Moderator Acara sekaligus calon penggerak KGB Binjai, Surya Herdiansyah untuk melakukan jaring pendapat dari seluruh peserta. Kegiatan yang awalnya hanya diperuntukkan untuk sosialisasi KGB Binjai dan memperkenalkan konsep Guru Merdeka Belajar lewat Nonton Bareng (Nobar) kepada mahasiswa, akhirnya diarahkan menjadi diskusi interaktif seputar permasalahan mengajar yang dihadapi guru dalam kesehariannya. Setelah nobar selesai, acara menjadi seru dan menyenangkan karena hampir seluruh peserta terlibat secara aktif dalam diskusi.  Diskusi interaktif diawali dengan diskusi mengenai merdeka belajar. Menurut Hayatus Sahidah, guru dari SDIT Al Fityah Binjai, merdeka belajar itu adalah merdeka belajar kapanpun dan dimanapun. Guru harus terus menerus belajar dan tidak mengenal kata berhenti belajar. Belajar juga bukan harus terbatas pada pelatihan-pelatihan kedinasan yang diadakan, tapi guru harus tetap membuka diri untuk belajar hal-hal baru kapanpun dan dimanapun.  Menurut Lusiana Matondang, guru dari SMPIT Al Fityah Binjai, merdeka belajar adalah kondisi ketika guru tidak hanya terpaku pada buku teks. Merdeka belajar selaras dengan ruh dari Kurikulum 2013 (K13/ Kurtilas) dimana murid yang lebih aktif daripada guru. Demi merangsang keaktifan murid, guru tidak boleh hanya terjebak di metode ceramah saja. Guru yang merdeka belajar berarti mampu memfasilitasi murid untuk juga merdeka belajar dengan berbagai metode.  Menurut Yusi Wijayanti, pengurus KOHATI HMI Cabang Binjai, merdeka belajar adalah kondisi dimana guru mampu melaksanakan proses belajar mengajar dengan menggunakan hati nurani/ perasaan sehingga guru akan peka dan memahami apa yang murid butuhkan. Bila guru memahami kebutuhan murid, maka kreatifitas murid dapat ditingkatkan sesuai dengan potensi, minat dan bakat murid tersebut.  Mayoritas para peserta menarik sebuah kesimpulan bersama bahwa sebagai guru merdeka belajar, maka pengembangan diri yang dapat dilakukan oleh seorang guru adalah tidak bergantung kepada minimnya sarana dan prasarana sekolah, atau halangan lainnya, melainkan harus berupaya memberdayakan diri sendiri untuk bisa melakukan yang terbaik bagi peserta didik.  Selain berdiskusi tentang merdeka belajar, ada pula sharing moment mengenai permasalahan mengajar dari mahasiswa yang juga menjadi guru honorer, Maya dari SMA Karya Agung, yang bertanya mengenai bagaimana tips dan trik menghadapi murid yang lebih sering memperhatikan guru daripada memperhatikan mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Usia peserta didik yang tidak terlalu jauh dengan usia guru honorer ini membuat guru Maya terkadang gelisah dengan perhatian berlebihan para muridnya ketika ia mengajar.  Ada beberapa saran dari guru-guru yang hadir. Susiana, guru SMPIT Al Fityah menyampaikan bahwa guru perlu mematut diri di cermin dan mempertimbangkan gaya/ style yang menunjukkan kewibawaan seorang guru sebelum masuk ke ruang kelas. Gaya/ style ini bukanlah gaya jaim yang berjarak dengan murid, namun seperti yang disampaikan salah seorang penggerak KGB Binjai yang hadir, Lisza Megasari dari SLB Negeri Binjai, gaya yang dimaksudkan dapat dianalogikan dengan gaya tarik ulur ketika bermain layangan. Bila selalu ditarik, maka layangan tidak akan terbang tinggi. Namun bila selalu diulur, maka layangan akan lepas dan malah tidak bisa dimainkan. Bermain layangan membutuhkan proses seimbang antara gaya tarik dan ulur yang disesuaikan dengan arah dan kecepatan angin ketika bermain layangan. Begitulah kira-kira analogi dari hubungan guru-murid yang terjadi selama pembelajaran maupun selama berinteraksi di luar jam pembelajaran. Sejalan dengan hal ini, Lusiana Matondang dari SMPIT AL Fityah Binjai menyampaikan bahwa guru perlu untuk menyeimbangkan kapan waktu menegakkan aturan yang tegas. Apapun yang dilakukan guru perlu didasarkan kepada keinginan luhur untuk mendukung murid menjadi pribadi yang lebih baik. Proses belajar mengajar bukan hanya transfer ilmu dari guru kepada murid, tapi yang lebih penting adalah dalam rangka pembangunan karakter positif pada diri murid. Salah satunya dapat dilakukan lewat Kontrak Belajar di hari pertama kegiatan pembelajaran (di Komunitas Guru Belajar, istilah Kontrak Belajar ini lebih dikenal dengan Kesepakatan Kelas).  Di akhir acara, moderator mengarahkan peserta untuk berdiskusi seputar literasi. Apakah peserta menganggap bahwa literasi adalah sama dengan membaca buku semata? Itu pertanyaan yang diajukan ke forum acara. Peserta diajak untuk mengkritisi praktik literasi yang pada pelaksanaannya cenderung terbatas pada membaca 15 menit sebelum memulai kegiatan pembelajaran di kelas.  Mayoritas peserta ternyata memiliki pemahaman yang menarik mengenai literasi. Devi Agustina, guru dari SMPIT Al Fityah menyampaikan bahwa saat ini terjadi masalah besar bagi anak-anak Indonesia, yaitu turunnya minat anak untuk membaca buku. Dan menurut Lisza Megasari, guru SLB Negeri Binjai, orangtua di Indonesia cenderung berlomba-lomba agar anaknya sudah bisa membaca di usia balita. Para balita ini diajari membaca huruf demi huruf, kata demi kata dan bukannya diajarkan untuk menyukai membaca lewat buku bergambar dan metode yang menarik lainnya. Sehingga budaya cinta membaca bertukar menjadi budaya cepat-cepat balita bisa baca. Padahal baca tulis hitung (calistung), idealnya diajarkan di bangku SD di usia lebih dari 6 tahun (bukan balita).  Menyikapi diskusi tentang minat baca di Indonesia yang rendah, Ramadhani, guru dari SDIT Al Fityah menyampaikan bahwa ada perbedaan besar antara belajar membaca dan membaca untuk belajar. Belajar untuk membaca hanya akan memberikan tuntutan bagi anak untuk bisa cepat baca, sedangkan membaca untuk belajar adalah sebuah upaya menjadikan membaca sebagai salah satu cara belajar. Belajar perlulah dilakukan seumur hidup. Karena itu, membaca juga idealnya dilakukan bukan hanya pada buku-buku teks pelajaran sekolah, tapi lebih dari itu semua. Bagi Ramadhani, literasi itu lebih dari sekedar membaca semata, literasi adalah sebuah keterampilan mengolah informasi secara lebih bijaksana.  Andrian Firdaus, mahasiswa dari STKIP Budidaya Binjai yang juga guru SMP Karya Agung, … Read more

Merdeka Belajar – Apakah Merdeka Berarti Bebas?

Pada tanggal 10 september 2019 kemarin, saya Intan Rizki dan rekan saya Suhaimi mengadakan kegiatan nonton bareng Guru Merdeka Belajar bersama seluruh guru di sekolah tempat kami mengajar yaitu IVS ALFATA Banda Aceh. Alhamdulillah, turut serta hadir salah satu guru dari Al-Fityan Islamic School Banda Aceh yang bernama Bu Dian. Di awal saya informasikan kepada teman-teman mengenai kegiatan ini, banyak diantara mereka yang bingung, sehingga ada yang bertanya: “Nonton bareng?” “Film kah?”, atau “Ohh.. nonton bareng film yang ada unsur pendidikannya ya?” dan berbagai pertanyaan lainnya.  Sedikit informasi, di sekolah kami yang namanya upgrading ilmu bagi guru-guru bukanlah hal yang langka. Setiap hari kamis merupakan hari training bagi guru-guru di sekolah, yang dipimpin langsung oleh Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah dengan berbagai materi kependidikan dan ilmu pola asuh.  Nah, ketika kami (pihak penyelenggara) menyampaikan tentang judul nobarnya yaitu Guru Merdeka Belajar, semua teman-teman guru sangat excited dengan kata MERDEKA. Sehingga memunculkan pertanyaan “Apakah karena kita baru saja merayakan 17 Agustus sehingga judulnya seperti itu?” atau “merdeka apa ini?” Saat nonton bareng di mulai, saya melemparkan beberapa pertanyaan pemantik bagi para peserta yaitu: Apa itu merdeka? Kebebasan seperti apa ? Lantas, apa kaitannya merdeka dengan belajar? Awalnya mereka sedikit bingung dan takut untuk menjelaskan maksud dari merdeka itu sendiri. Akhirnya setelah saya persilakan satu per satu baru ada yang menjawab bahwa merdeka itu adalah bebas. Ms. Nisa, salah satu peserta saat itu menjelaskan bahwa merdeka belajar itu adalah kebebasan seseorang dalam proses belajar mengajarnya. Ms. Julika juga menambahkan makna dari merdeka belajar adalah kebebasan seorang anak dalam belajar sehingga tidak ada intervensi dari orang tua, keluarga, lingkungan hingga siapapun, dan jawaban-jawaban serupa dari para peserta lainnya, sehingga menimbulkan diskusi dan tanya jawab diantara para peserta. Menarik! Nah, untuk lebih memantapkan lagi diskusi ini, kami pun langsung saja memutarkan video dari Ibu Najelaa Shihab mengenai apa itu guru merdeka belajar. Video berdurasi 15 menit ini berhasil mencuri hati dan mengalihkan sudut pandang beberapa orang peserta. Maklum saja, di sekolah kami ada guru-guru yang fresh graduated sehingga banyak sekali informasi-informasi dan ilmu-ilmu baru bagi mereka atau bahkan ada yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Setelah menonton video ini, kegalauan dan kebimbangan mulai terlihat di raut wajah peserta. Langsung saja kami selaku pihak penyelenggara menunjukkan pertanyaan refleksi yang tersedia sebagai ajang refleksi bagi diri sendiri. Para peserta sudah mulai mesem-mesem sendiri, karena mereka mulai menilai ke diri mereka masing-masing. “Ternyata banyak sekali miskonsepsi yang terjadi di diri kita selama ini” papar salah seorang dari mereka. Diantaranya adalah masih adanya rasa ego yang tinggi dalam menuntut ilmu dan mengembangkan ilmu; sehingga terkesan seperti sedang berkompetisi satu diantara lainnya yang tujuannya adalah untuk terlihat hebat di mata teman atau atasan. Kemudian, masih adanya pemahaman belajar kepada yang lebih senior tanpa mempertimbangkan kesesuaian ilmu tersebut apakah layak atau tidak untuk diterapkan di era seperti sekarang ini. Ada juga guru yang ilmu dan pemahamannya akan pendidikan sudah mumpuni, namun kurang cukup waktu untuk merefleksi diri dikarenakan banyaknya pekerjaan sampingan yang ingin mereka kerjakan. Maka dari itulah, miskonsepsi ini terus terjadi di lingkungan tenaga pendidik.  Situasi semakin jelas, ketika mereka mulai menuliskan jawaban atas pertanyaan refleksi yang kami berikan. Sesi refleksi ini, menjadi ajang muhasabah diri bagi para peserta. Alhasil, membutuhkan waktu lebih dari 20 menit. Di tengah-tengah kegiatan, Bu Dian, pamit undur diri dari acara ini karena mendapatkan kabar bahwa anaknya sakit. Sehingga, Bu Dian tidak bisa menyelesaikan tulisan hasil refleksi pada saat itu. Yang di kemudian waktu, dikirimkan melalui pesan whatsapp kepada kami.  Setelah sesi menulis refleksi selesai, para peserta terlebih guru-guru fresh graduated mulai menyadari kendala yang mereka dapatkan di diri mereka selama ini, yaitu selama ini mereka “dibesarkan” dengan pemahaman konservatif yang membuat mereka sendiri belum merdeka belajar. Sehingga semua peserta sangat setuju sekali dengan istilah Guru Merdeka Belajar. Yang mana tidak memenjarakan diri akan keingintahuan suatu ilmu dan mematikan kreativitas seseorang yang mengikuti alur miskonsepsi selama ini.  Diakhir acara, para peserta menyimpulkan bahwa mereka sangat setuju dengan 3 poin penting yang dipaparkan Ibu Najelaa Shihab, yaitu: 1. Komitmen pada tujuan Bahwa selama ini, para peserta belum sepenuhnya berkomitmen pada diri sendiri apa tujuan akhir mereka belajar. Pun, apa tujuan mereka menjadi guru selain karena mengikuti jejak orang tuanya yang berprofesi guru dan menambah pendapatan bulanan. 2. Mandiri terhadap cara belajar Selama ini begitu banyak kita menjiplak gaya dan cara belajar seseorang yang tanpa kita sadari sebenarnya kita bisa saja lebih menarik daripada itu. Secara otomatis kita lupa, bahwa Tuhan menciptakan manusia itu penuh dengan keunikan dan keberagaman sehingga di setiap diri seseorang terdapat gayanya sendiri dalam belajar atau mengajar. 3. Melakukan refleksi Inilah poin yang sangat sulit atau bahkan hampir tidak pernah dilakukan oleh tenaga pendidik yaitu merefleksi diri. Terkadang kita terlalu bangga akan status guru yang melekat di diri kita sehingga kita merasa tidak ada yang kurang atau salah pada diri seorang guru. Padahal dengan melakukan refleksi diri kita bisa terus berubah dan berbenah diri untuk kemajuan anak didik kita nanti. Inilah tiga poin penting yang mengubah sudut pandang para peserta. Yang mana di akhir acara mereka masih mendiskusikan ilmu dan pemahaman yang luar biasa ini. Semoga dengan adanya kegiatan nonton bareng ini, para peserta menjadi paham akan esensi mengembangkan semangat belajar bagi tenaga pendidik seperti kita. Sebagai kalimat penutup, saya mewawancarai salah satu peserta dengan bertanya “Apa pengembangan diri yang ingin mereka capai sebagai  Guru Merdeka Belajar?” Sebuah jawaban yang meluluhkan hati saya yaitu “Saya ingin peserta didik saya merasakan kebermaknaan dari apa yang ia pelajari”. Ya inilah, Merdeka Belajar!

Bersenang-senang dalam Belajar, Apakah Tujuan Belajarnya Tercapai?

Saya sudah sering mengajak murid bersenang-senang di kelas.Tapi terkadang kok yang diingat murid hanya bagian senangnya,Tujuan belajar tidak tercapaiBagaimana ya? Jam baru menunjukkan angka 11.00 WITA namun kala itu cuaca sudah amat terik diikuti oleh angin yang kencang. Nampak sebuah mobil sedan AVANZA berwarna abu-abu sedang parkir di depan RuSun alias Rumah Susun, Ya RuSun menjadi basecamp sementara KGB Jeneponto selama kegiatan pelatihan dalam program “POPANG (Playground of Ujung Pandang)” berlangsung hingga selesai. Setelah semua barang keperluan kegiatan pelatihan diangkut ke atas mobil, kami pun akhirnya menuju ke lokasi pelatihan yang berjarak sekitar ± 20 KM, tepatnya di SD 13 Allu, Kecamatan Bangkala. Jumat, 06 Desember 2019 merupakan merupakan pelaksanaan pelatihan pertama “Aktivitas Belajar Bermakna dengan Permainan Papan” hal ini merupakan follow up dari kegiatan kelas Kompetensi CKOM014 pada kegiatan Temu Pendidik Nusantara 2019 Oktober lalu. Pelatihan tahap satu berbasis Kelompok Kerja Guru (KKG), sasarannya ialah guru SD kelas 4-6 yang berada pada KKG Gugus 1 Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Pukul 13.00 WITA nampak beberapa peserta sudah berdatangan, kami pun selaku pelaksana kegiatan mengarahkan para peserta yang sudah hadir untuk mengisi formulir pendaftaran dan daftar hadir pelatihan secara online dan berbasis Barcode. Ternyata banyak peserta yang belum memiliki aplikasi QR Barcode Scanner, sehingga mereka kami arahkan untuk terlebih dahulu mengunduh ataupun berbagi lewat aplikasi shareit, darn hal ini ternyata menguras waktu sekitar 30 menit, namun akhirnya semua peserta dapat melakukan presensi secara online. Total peserta yang mengikuti pelatihan tahap 1 ini ialah 63 orang. Pukul 14.00 WITA acara pun kami mulai. Berawal dari sambutan Pengawas Sekolah Gugus 1 Kec. Bangkala bapak H. Abdul Thalib, S.Pd., M.Pd. yang sekaligus akan membuka kegiatan pelatihan secara resmi. Dalam sambutannya, beliau sangat bersyukur dan berterima kasih dengan kedatangan KGB Jeneponto. Beliau berjanji akan mengikuti kegiatan hari ini hingga selesai. “Kita sangat bersyukur karena gugus kita didatangi oleh KGB, oleh karena ilmu itu sangat mahal, mendatangkan pemateri tidaklah mudah dan tentunya semua itu memerlukan biaya, namun pada hari ini kita sangat senang dan berterima kasih karena KGB mau berkunjung berbagi ilmu dan pengalaman secara cuma-cuma” ucap pak Thalib. Beliaupun memaparkan bahwa pemanfaatan teknologi khususnya android sangatlah urgent di era 4.0 ini.  Hal ini mendapatkan tepuk tangan yang meriah dari peserta, hore. Acara pun dibuka secara resmi oleh bapak Thalib. Acara dilanjutkan oleh pak Syam Mahadi, S.Pd., M.Si. selaku salah satu pelatih dalam kegiatan tersebut. Pak Syam dengan suaranya yang khas mulai menyapa peserta pelatihan yang sudah sejak tadi sangat antusias. Pak Syam kemudian menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan “Ole-ole TPN 2019”. Dia pun menyampaikan bahwa KGB Jeneponto menerima bantuan board game dari Kampus Guru Cikal sebanyak 2000 yang kemudian akan menyasar dan dibagikan ke 250 guru SD yang ada di Kabupaten Jeneponto, termasuk bapak ibu guru yang hadir pada hari ini. Terdengar tepukan tangan yang meriah dari peserta, hore. Masuk pada sesi perkenalan peserta, kegiatan dipandu oleh Ibu Hasmawati Hafid, S.Pd. Dengan kaos merah dan kerudung merah sontak menarik perhatian para peserta. Bu Hasma pun memandu peserta untuk melakukan perkenalan yaitu dengan membuat 2 kalimat berirama seperti “Perkenalkan nama saya Hasmawati, saya tidak suka melatih”. Wah perkenalannya HOTS banget ya, haha. Peserta diberikan waktu untuk membuat kalimat perkenalan. Kini Pak Syam dan Bu Hasma berkolaborasi memandu kegiatan, diajaklah peserta yang menghafal 3-5 orang temannya. Salah seorang peserta kemudian menyebutkan nama teman yang sudah diajak berkenalan, pertama ada ibu Hatija yang di jalan suka hati-hati, pak Asis yang tidak suka krisis, ada ibu Sahriani yang jelas bukan saudaranya Syahrini, hiihii, ada pak Subair Tutu Sikatutuiki Ribajika (Saling menjaga dalam kebaikan), ibu Rahmawati yang suka mawar melati dan ibu Sunarti yang namanya punya arti. Arti apa ya, hehe. Sesi perkenalan akhirnya selesai dengan sangat menyenangkan. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 14.45 WITA, bu Hasma kembali memandu kegiatan dengan mengarahkan peseta mengisi format S dan I, S adalah apa yang peserta sudah ketahui tentang bermain yang bermakna dan I adalah apa yang ingin diketahui oleh peserta tentang bermain yang bermakna. Beberapa peserta nampak kebingungan pada aktivitas ini, namun berkat kerjasama KGB Jeneponto akhirnya semua peserta bisa menuliskan form S dan I yang kemudian ditempel pada kertas plano. Beberapa menuliskan bahwa yang mereka sudah pahami tentang bermain bermakna ialah bermain yang tidak hanya menyenangkan tapi tujuan tersampaikan, ada pula yang menuliskan bermain yang membuat murid senang, nyaman dan aktif dalam menerima pelajaran. Dan yang ingin diketahui peserta ialah tata cara penerapan belajar bermakna dengan bermain dalam kelas serta beberapa orang ingin mengetahui jenis-jenis permianan yang bisa digunakan dalam pembelajaran. Kegiatan dilanjutkan pada kesepakatan belajar. Semua peserta sepakat dengan apa yang sudah ditawarkan oleh pelatih dengan penambahan “No Smoking”. Setelah Kesepakatan belajar selesai, kami mengundang Kak Ommenk (sapaan akrab Pak Usman Djabbar) selaku Ketua KGB Nusantara untuk memperkenalkan tentang KGB. Kak Ommenk pun dengan gayanya yang kece tampil ke depan peserta memaparkan tentang KGB, tentang bagaimana literasi baca pada murid, pelibatan murid dalam pembelajaran, dan bagaimana penggunaan boardgame yang akan dilatihkan pada hari ini bisa membangun empati murid, serta bagaimana para guru bisa mengkritisi ataupun melakukan modifikasi pada permainan yang akan dibagikan nantinya. Tampak atensi peserta yang begitu antusias dengan penjelasan dari kak Ommenk. Waktu terus bergulir, setelah Ishoma acara kembali dilanjutkan. Namun sebelumnya peserta diberikan ice breaking oleh Bu Hasma dan Pak Syam, namanya “Cui Cui”, nampak peserta antusias dan kembali segar setelah melakukan ice breaking tersebut. Acara dilanjutkan dengan penentuan desain pembelajaran. Setiap kelompok diminta untuk menentukan desain melalui diskusi kelompok. Kelompok dari SD 13 Allu naik mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka, namun sebelumnya mereka menampilkan sebuah yel-yel. Pak Rasihun nampak begitu semangat memandu yel-yel kelompok mereka “Mana semangatmu, kahe, sekali lagi kahe, berkali-kali kahe kahe kahe” sambil mereka menggerakkan anggota badan ke depan, yel-yel yang sungguh unik dan menantang. Kemudian pak Rasihun perwakilan dari SD 13 Allu menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka. Dia memaparkan bahwa dalam mendesain pembelajaran, hal yang paling utama ialah menentukan tujuan sebagai acuan dalam melakukan pengajaran, kemudian dilanjutkan dengan pemahaman terhadap murid. “Setelah penetapan tujuan, kita identifikasi kemampuan murid kita” ucak pak Rasihun, lalu kita tentukan strategi yang sesuai dengan kemampuan … Read more

Belajar dari Karaeng Pattingalloang

“Siapa yang pernah mendengar tentang Karaeng Pattingalloang?”“Beliau adalah salah satu Raja dari Kerajaan Gowa Tallo dan lahir pada tahun 1600-an. Beliau tokoh yang cinta pengetahuan. Mari coba Bapak Ibu, boleh cari info mengenai beliau di HP masing-masing” Kalimat ini disampaikan pada 15 November, saya Syamsuddin Mahadi diberi amanah menjadi pemateri pada kelompok kerja guru (KKG) gugus 1 Binamu di SDN No. 48 Bontosunggu Kota. Pada kegiatan KKG tersebut saya membawakan materi tentang papan permainan Jelajah Nusantara dan sekaligus melakukan sosialisasi Komunitas Guru Belajar Jeneponto. Kegiatan tersebut diikuti oleh 40 Guru yang tergabung dalam KKG Gugus 1 Binamu. Di awali dengan memperkenalkan boardgame Kareng Pattingaloang dan selanjutnya melakukan dinamika kelompok untuk membagi peserta dalam beberapa keompok kecil dan membimbing kelompok untuk berbagi peran atau tugas dalam setiap kelompok yang sudah terbentuk. Sebelum masuk pada dinamika kelompok kami melakukan aktivitas ice breaking dengan kata petunjuk “Hitung Mundur Bilangan Genap dan Ganjil”, dimana peserta diajak untuk konsentrasi dan memahami setiap petunjuk yang diberikan, hitung mundur bilang genap atau ganjil, satu orang akan menyebutkan 1 angka sesuai urutan yang disepakatilevel 10 dari angka 10-1level 20 dari angka 20-1 dst.Peserta membentuk lingkaran besar lalu diberi instruksi dimulai dari kata konsentrasi sambil bertepuk tangan. Level 10, hitung mundur bilangan genap 10-8-6-4-2, atau hitung mundur bilangan ganjil 9-7-5-3-1. Dari petunjuk ini maka setiap orang akan menyebut salah satu angka dari urutan tersebut Setelah itu setiap kelompok diberikan penjelasan mengenai tugas dan tanggung jawab dalam kelompoknya dan yang bertugas sebagai juru logistik di masing-masing kelompok diperintahkan untuk mengambil papan permainan yang sudah disiapkan. Selanjutnya yang bertugas sebagai juru bicara ditugaskan untuk mempelajari petunjuk permainan dan melakukan permainan berdasar petunjuk permainan yang ada dalam kegiatan awal permainan ternyata kelompok pada umumnya tidak mengikuti petunjuk permainan dan di situlah awal keseruan dan kehebohan permainan ini karena ada kelompok yang hanya membagi rata kartunya menganggap permainannya sudah selesai. Pada sesi berikutnya dengan petunjuk dan arahan pemateri dan teman KGB yang menyempatkan hadir dalam kegiatan KKG, permainan semakin terarah dan setiap kelompok semakin paham dan mengerti bagaimana bermain papan permainan Jelajah Nusantara. Di akhir sesi kita membuat simpulan mengenai papan permainan dan kaitannya dengan pengajaran, aktivitas literasi serta karakter yang terbentuk dari permainan papan.  Pandangan Ketua KKG ibu Marhaeni Baso, S.Pd. “Terkait dengan papan permainan Karaeng Pattingalloang sungguh luar biasa karena dapat memotivasi kita untuk meningkatkan minat belajar, mengidentifkasi nilai-nilai karakter yang terbangun dari permainan tersebut.” Ibu Sudiarti, S.Pd. pun menyatakan “Permainannya sangat seru dan sempat bingung bagaimana cara memainkannya karena awal memainkan tidak membaca petunjuk permainan.” Dari pelatihan ini guru bisa belajar menggunakan permainan papan, mengajak murid memahami tujuan belajar dan nilai-nilai yang dipetik dari karakter yang ada. Anda pernah juga menggunakan permainan papan untuk pengajaran di kelas? Unduh Permainan Papan Jelajah Nusantaraklik tombol di bawah ini

Bermain Sambil Belajar, Perlukah?

Bermain sambil belajar. Hal ini sering dianggap sebagai solusi untuk agar tertarik belajar. Sebelum kita bahas lebih lanjut, yuk lihat percakapan berikut:A: “Si W ternyata setiap pulang sekolah kalau tidak ke warnet gim, ya ke rental playstation, pantas nilainya turun”B: “Lhah kalau Si X, Y, Z kata orangtua si X kalau di rumah suka main game di HP bersama di teras sampai maghrib, kewalahan buat memberi tahu”A: “Pantas nilai mereka turun, kapan belajarnya “ Familiar dengan percakapan ini?Kita mungkin pernah menyimpulkan bahwa murid lebih mementingkan hobi, atau bahkan bermain dibanding sekolahnya. Lalu guru tertentu justru menjadikan hobi murid, dan bermain sambil belajar sebagai media atau sumber belajar. Seperti yang bisa dilihat pada kolom komentar post instagram.com/kampusgurucikal ini View this post on Instagram A post shared by Kampus Guru Cikal (@kampusgurucikal) on Nov 3, 2019 at 4:19am PST Dari kolom komentar kita dapat temui guru yang bercerita pernah membahas permainan kesukaan murid, dan bahkan mengajak murid bermain sambil belajar di kelas. Namun sebenarnya perlukah kita memakai permainan di dalam kelas saat proses pengajaran? Pada Temu Pendidik Nusantara 26 Oktober 2019 yang lalu. Kampus Guru Cikal menyajikan topik “Aktivitas Belajar Bermakna Melalui Permainan Papan”. Kelas ini menjadi salah satu kelas kompetensi yang bisa dipilih peserta. Ada 27 orang termasuk 6 orang guru Jeneponto dari Program Playground of Ujung Pandang menjadi peserta kelas ini. Kami belajar mengurai miskonsepsi belajar melalui permainan. Belajar sambil bermain. Kita juga belajar menyusun pengajaran bermakna melalui permainan papan Jelajah Nusantara Edisi Ujung Pandang. Kelas ini dipandu oleh 2 orang pelatih, Guru Maman Basyaiban dan Guru Hadrawi. Guru Maman dari Kampus Guru Cikal sedangkan Guru Hadrawi dari Komunitas Guru Belajar Regional Sulawesi Selatan. Agar membangun keakraban antarpeserta yang juga berasal dari berbagai daerah. Di sesi awal pelatih mengajak bermain peserta melalui berkenalan dengan menyusun kalimat berima. “Perkenalkan nama saya Maman, saya suka menyiram tanaman”. Setelah mencari diksi yang tepat untuk kalimatnya, peserta “berburu.” Apa yang diburu? Peserta berburu untuk berkenalan satu sama lain. Muncullah kalimat seperti “Nama saya Misbah yang tetap Tabah”. Adapula “Saya biasa dipanggil Joko, dan saya orang jowo” dll. Usai perkenalan dan pembagian kelompok. Kelas dilanjutkan dengan drama dua cara pengajaran bermain sambil belajar dengan Tema Jual Beli. Peserta berperan sebagai murid, pelatih sebagai guru. Tidak hanya bertindak sebagai murid, peserta akan mendiskusikan perbedaan pengajaran 1 dan pengajaran 2 dari sudut pandang murid. Saat pengajaran satu, guru mengajak murid bermain sambil belajar. Permainan dilakukan dengan bernyanyi lagu Naik Delman membentuk lingkaran. Sembari lagu dinyanyikan kartu bergambar barang-barang yang dijual di pasar diedarkan. Barang kemudian berpindah tangan antarmurid. Saat lagu berhenti maka kartu yang dipegang adalah kartu yang didapat murid. Guru kemudian mengajak murid menulis barang yang didapat sesuai gambar di kartu. Guru meminta murid secara acak untuk segera mengumpulkan tugas dengan batasan waktu 3 menit. Berpindah ke pengajaran 2. Guru membuka kelas dengan menanyakan aktivitas apa yang sering dilakukan saat di rumah. Murid menyebutkan berbagai aktivitas dari bermain, berkumpul keluarga, hingga dimintai tolong orang tua. Obrolan guru murid ini berlanjut pada topik membantu orangtua, hingga guru mengajak murid melakukan bermain sambil belajar. Permainan dilakukan dengan kartu membantu orangtua belanja. Pemain harus menghapal daftar belanjaan dari kartu yang teks dan gambarnya berbeda. Selesai permainan guru mengajak murid mendiskusikan. “Apa yang sulit saat berbelanja dalam permainan?” Murid mengatakan lupa daftar belanja. Guru pun meminta murid berdiskusi bagaimana tips agar bisa belanja dengan baik. Beragam jawaban dipresentasikan oleh murid. Dari mengucap berulang, fokus, membawa catatan, membawa contoh barang dll. Guru dan murid memberikan umpan balik atas jawaban yang muncul. Setelah mengalamai dua cara pengajaran dengan permainan. Peserta pelatihan mengidentifikasi perbedaan dari pikiran, perasaan, perilaku murid. Peserta pun menyatakan bahwa cara pengajaran 1 bagian seru hanya di awal saat menyanyi. Namun pengajaran 1 saat penugasan tidak dikoreksi. “Guru memburu-buru pengerjaan tugasnya jadi kadang takut.” “Tugas akhirnya hanya begitu saja.” Sedangkan di pengajaran 2 permainan mengajak murid merasa tertantang. Murid boleh berpikir menemukan cara sendiri untuk solusi permasalahan yang ada sehari-hari. Peserta menyepakati bahwa pengajaran nomor 2 adalah pengajaran dengan bermain yang bermakna. Kelas berlanjut dengan diskusi bagaimana desain strategi belajar dengan permainan yang bermakna. Peserta menyusun puzzle kanvas desain pengajaran. Puzzle disusun di kelompok masing-masing kemudian dipresentasikan. Diskusi begitu dinamis. Beberapa peserta menyusun sambil berargumen dengan memaparkan struktur RPP. Adapula yang mengurutkan dengan alur aktivitas yang biasa dilakukan saat merancang RPP. Di tengah diskusi, bapak Nadiem Makarim. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Datang mengunjungi kelas kami. Beliau ingin mendengar apa yang dirasakan para guru di daerah masing-masing.”Ketika harus mengurus berkas ke provinsi, kadang harus meninggalkan kelas, karena jarak dari sekolah ke provinsi sampai lebih dari 3 jam, belum lagi jika mengurusnya tidak bisa sehari jadi.” Ujar Guru Vivi dari Pesisir Selatan. Dengan antusias kami kemudian melakukan foto bersama. Ada peserta yang mengatakan “Saya pasang foto ini di medsos, kemudian diberi komentar, jadi orang Jeneponto pertama berfoto dengan Mas Menteri yang baru dilantik”. Belajar Memandu Permainan Papan menjadi topik selanjutnya. Peserta mempelajari panduan permainan. Secara bergantian mencoba menjadi pemain dengan pemandu yang berbeda antarkelompok. Pada percobaan pertama beberapa pemandu nampak langsung mengeluarkan semua komponen permainan papan dan menjelaskannya. Peserta tampak menunggu, karena permainan tidak segera dimulai. Pada percobaan kedua, semakin banyak pemandu yang fokus mengikuti alur yang ada pada panduan pemainan. Selesai bermain kami melakukan refleksi. Kondisi apa yang membingungkan peserta? Penjelasan seperti apa yang akhirnya membuat paham? Salah satu peserta mengatakan “Tadi saya bingung, karena melihat pemandu membolak-balik komponen, mengeluarkan semuanya, namun belum dipakai. Pemandunya bingung pemainnya ikut bingung. Sedangkan kami jadi paham ketika pemandu tidak buru-buru dan menjelaskan alurnya satu persatu.” Kami kemudian membuat simpulan Tips Memandu Permainan Papan dengan tabel tampak seperti dan tidak tampak seperti. Selesai sesi memandu permainan papan, peserta menanyakan lebih lanjut tentang permainan papan Jelajah Nusantara. Kita membahas tentang ilustrasi yang dibuat murid-murid Cikal, serta tokoh yang ada dalam permainan. Guru Syam, peserta dari Jeneponto ikut berbicara “Kami orang Sulawesi jadi tahu, tentang Karaeng Pattingalloang, ternyata ada raja dari Gowa-Tallo yang cinta pengetahuan, tadi saya juga mengabarkannya lewat chat ke teman-teman guru yang lain tentang tokoh ini.” Permainan ini menjadi media yang dibongkar … Read more

Fokus Murid Mudah Teralihkan Guru Bingung Mengarahkan. Muridku Kok Beda Ya?

Saat ini saya mengajar di SD N 2 Nongsa, Saya mempunyai murid yang bicaranya masih belum lancar bahkan menulis  juga belum lancar,saya sangat kebingungan sekali. Bagaimana menyelesaikan permasalahan saya ini bu? Shanti KGB Surabaya  Mengenai murid yang belum bisa bicara dengan lancar, bisa dicari terlebih dahulu apakah karena kosakata yang kurang, atau pelafalan yang kurang jelas. Jika masalah kosa kata bisa disebabkan oleh gadget atau memang jarang diajak berkomunikasi di lingkungannya dll. Solusinya dengan kita mengajaknya mengobrol pada saat istirahat, membacakan buku dan tentu bekerjasama  dengan orang tuanya juga. Jika masalah dengan pelafalan, mungkin bisa minta bantuan dari ahli misalnya terapis wicara dan dokter THT. Mengenai membaca dan menulis belum lanca bisa jadi berkaitan dengan masalah komunikasinya, ketika dia tidak mampu mengucapkan kata dengan benar untuk teman-temannya bisa dikondisikan dengan saling mensuport, misal teman diajak mengobrol dengan anak tersebut. Sebagai PR belajar membaca dengan bisa Desi  Diana Bisa dijelaskan bagaimana memulai proses sistem buddy? Bisakah meningkatkan kemampuan belajar siswa? Shanti KGB Surabaya  Awalnya kami menawarkan pada anak-anak,siapa yang suka membantu temannya (bisa dibilang semua anak pasti ingin membantu temannya) nah, dari keinginan sederhana untuk membantu temannya, kami infokan juga syaratnya, untuk bisa bantu, harus bisa selesai tugasnya. Dan selesainya juga harus oke hasilnya, dan bukan asal selesai tapi tugasnya salah semua. Selain itu kami juga cerita bahwa anak yang bisa bantu itu adalah anak yang hebat karena bisa mengelola emosi (tidak mudah marah dan tersinggung ketika teman yang dibantu malah jadi “tidak menyenangkan”) dan itu kami seleksi juga  walau akhirnya semua anak bisa mendapat giliran menjadi buddy buat teman lain. Ada beberapa macam buddy ada yang menjadi buddy di bidang akademis (membantu anak kesulitan belajar) ada di bidang sosial (menemani saat break time) yang kami lihat saat itu adalah anak-anak yang dibantu maupun terbantu,sama-sama makin termotivasi belajar untuk belajar. Shandy KGB Jaksel Apa Buddy sistem jauh lebih efektif diterapkan di kelas dengan variasi anak yang beragam atau kelas yang homogen? Apa standar ketercapaian buddy sistem dikatakan berhasil? Pada kelas atau individu? Shanti KGB Surabaya  Bisa diterapkan pada kelas yang beragam juga pak, saat itu standar keberhasilan kami adalah peningkatan kemandirian anak. Di akhir tahun ajaran, lebih banyak anak yang ingin menjadi buddy dan membantu temannya. Anak-anak mandiri dalam mengerjakan tugas, bisa lebih bertanggungjawab dan saya lihat nilainya juga oke. Guru subjek juga memberi penilaian positif terhadap kelas kami dan menyatakan enak dan nyaman saat mengajar dikelas kami karena anak-anak sangat kooperatif. Dalam pendampingan akademis kami sangat melarang untuk memberikan jawaban apabila kesulitan menjawab soal itu,hanya boleh membantu membacakan atau mengajari caranya saja. Shandy KGB Jaksel Untuk kelas homogen dengan multiple intelegent gimana bu? Saya setuju jika standar yang diterapkan tidak melulu standar kognitif, hampa apa dapat menjadi capaian akhir dari kegiatan buddy ke arah sana? Untuk anak-anak berprestasi tentu bisa belajar mandiri,pada dasarnya buddy sistem kami tunjukkan untuk saling membantu. Jika punya kemampuan yang setara saya rasa ada pendekatan lain yang bisa digunakan misalnya collaborative learning. Kalau buddy terbatas hanya one on one relation maka collaborative lebih ke arah grouping. Irma KGB Pasuruan  Saya mau bertanya, apakah Buddy system bisa diterapkan ke anak jenjang SMK. Kalau iya bagaimana kira-kira melakukannya? Terimakasih Shanti KGB Surabaya  Bisa ditawarkan dulu bu, karena aktivitas tersebut tidak berjalan optimal kalau anak-anak tidak mau karena merasa malu,atau malas.tetapi untuk menciptakan suasana kelas yang berdaya, bisa memakai metode collaborative learning seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Agar lebih menarik,tambahkan pula bumbu kompetisi. Bumbu kompetisi kelas (grup vs grup) atau kompetisi personal (melihat perkembangan tiap individu tanpa harus diekspos hasilnya, jadi grup harus berusaha meningkatkan kemampuannya sendiri) Lailia  Dikelas saya, ada anak yang mirip seperti Gita yang masih butuh arahan terkait dengan penggunaan anggota tubuh sesuai fungsi (tangan untuk menolong teman, kurangi mencubit) Beberapa kejadian kami menemukan anak tersebut menyelesaikan masalah dengan mencubit dan mencakar yang membuat temannya menangis dan tidak nyaman dengannya. Penerapan buddy sistem untuk peristiwa ini bagaimana ya Bu? Atau ada solusi lainnya? Shanti KGB Surabaya  Bisa melihat karakteristik anaknya dulu, Gita saya adalah gita yang dominan sehingga ketika diberi tanggung jawab sebagai buddy, itu afirmasi positif buat dia karena dia biasa “menjadi teman yang baik buat orang lain”. Tetapi ada pula yang suka mencubit, tetapi tidak dominan sehingga bisa jadi dialah yang membutuhkan  buddy. Kita kenali dulu karakter anak tersebut. Saya mempunyai murid yang cenderung bersikap kasar. Kami tidak membentuk sistem buddy disaat itu, tetapi saya menggunakan problem solving chart jika anak punya masalah yang membuat melakukan kontak fisik yang negatif pada temannya. Tuti Noor  Jika melihat ulasan  tersebut,apakah masuk kategori memberdayakan siswa?siswa merasa nyaman dikelasnya sehingga bersama guru berkolaborasi untuk menciptakan suasana kelas yang positif. Shanti KGB Surabaya  Menjawab pertanyaan dari bu Tuti, salah satu tujuannya adalah memberdayakan siswa juga. Mereka juga belajar untuk bisa berinteraksi dengan teman yang berbeda. Karena terus terang di awal tahun ajaran beberapa orangtua dan murid memandang teman yang berbeda ini sebagai hambatan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Namun adanya buddy system ini ternyata meningkatkan interaksi positif diantara mereka. Di Akhir tahun ajaran jeremy yang di diagnosa ADHD dan autis ringan sudah bisa mengingat  nama semua temannya, dan dapat menyebut Gita karena mereka sering bersama. View this post on Instagram Guru Shanti bercerita tentang muridnya yang belum dapat berkomunikasi dengan lancar. Dia juga kesulitan melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya. Selain itu adapula murid yang suka mencubit, hingga membujuk temannya untuk pilah pilih dalam berteman. Dengan keragaman murid seperti itu Guru Shanti bersama guru lain menerapkan Buddy Sistem untuk membangun kemampuan sosial antarmurid. Usai belajar bersama Guru Shanti di Temu Pendidik Mingguan ke 109, dengan topik “Fokus Murid Mudah Teralihkan, Guru Bingung Mengarahkan, Muridku Kok Beda Ya?” para guru berikut turut melakukan refleksi Guru Rifa M – Pati Guru Erlina Eka – Sumbawa Guru Tuti – Depok Guru Djuangsih – Bandung Guru Jamal – Pekalongan Guru Ipin – Pekalongan Guru Sarah – Lamongan Guru Irma – Pasuruan Guru Mas Hartawati – Kotawaringin Barat Guru Rizki – Jakarta Guru Theo – Surabaya Guru Erma – Bekasi Guru Irma – Kab. Bandung Guru Vivin – Mojokerto Guru Abdul Mudjib … Read more

Guru Merdeka Belajar adalah Pelajar Sepanjang Hayat

Siang terik tak menyulutkan semangat pada calon penggerak untuk melaksanakan kegiatan Nobar Merdeka Belajar, TPD III – Komunitas Guru Belajar Sidoarjo (KGB). Perubahan kondisi tempat, membuat ide-ide kreatif calon penggerak untuk tetap mempersiapkan acara Nobar tetap terlaksana, mulai dari mengkondisikan tempat, menyiapkan perlengkapan yang unik karena layar proyektor menggunakan kain polos kepunyaan pendidik yang tergabung dalam KGB yang kemudian disandarkan pada etalase Warung Barokah yang di atasnya diberi tumpukkan minuman supaya kain tidak bergeser tempat. Selain itu, tidak lupa menyiapkan camilan dan minuman sederhana yang nantinya akan menemani kegiatan sampai selesai, dan dibeli dari dana pribadi pak Zen penggerak KGB Sidoarjo.  Saya hanya berdecak kagum dalam hati, begitu berdaya teman-teman calon penggerak yang mau ikut berkontribusi agar acara bisa terlaksana. Agenda nonton bareng Film Merdeka Belajar hadir untuk memfasilitasi para pendidik merefleksikan diri dan berbagi solusi tentang keresahan yang dihadapi saat pembelajaran dikelas. “Agenda nonton bareng ini tidak hanya sekadar menjadi agenda nonton bareng, tapi punya aspek yang bermanfaat lainnya, yang berguna bagi para pendidik yang tergabung dalam KGB,” ungkap Zen Penggerak KGB Sidoarjo.  Ternyata kegiatan nonton bareng ini mampu menghidupkan forum, untuk bersama-sama sesama pendidik merefleksikan diri dan berbagi pengalaman bagaimana menjadi guru merdeka belajar. Satu persatu teman pendidik menyampaikan bahwa apa motivasi mereka mengikuti kegiatan nonton bareng yang difasilitasi KGB Sidoarjo, seperti halnya bu Ainun yang menjawab “Motivasi saya ikut kegiatan nonton bareng KGB Sidoarjo adalah agar bisa belajar dan mempunyai motivasi menjadi pembelajar”. “Belajar tidak memandang usia, karena usia bukan pembatas untuk berhenti belajar”, ujar Bu Nafisa guru dari sekolah AN-NAHL Sidoarjo.  “Jejaring komunitas seperti ini, ibarat lilin seketika lilin yang menyala salah satunya padam, maka masih ada lilin lainnya yang tetap menyala dan menyinari”, ungkap Bu Anggi calon penggerak KGB Sidoarjo. Kegiatan yang membawa manfaat ini sangat berdampak bagi kami yang siang itu datang mengikuti kegiatan nonton bareng video Merdeka Belajar sampai selesai. Guru Merdeka belajar mempunyai 3 makna yaitu komitmen, mandiri dan refleksi. Komitmen terkait pengakuan dalam diri untuk mampu dan mau menjadi guru pembelajar dengan ikhlas ingin memberikan ilmu yang bermanfaat, mandiri dalam arti bagaimana mencari solusi keresahan yang dialami pendidik, menggali kebutuhan dan minat belajar murid. Yang ketiga adalah refleksi, dan mempunyai makna bahwa setiap pendidik harus bercermin apakah model, media, cara pembelajaran yang sudah diterapkan sesuai atau tidak dengan kebutuhan peserta didik, sudah nyamankah mereka belajar bersama kita di dalam kelas.  Baca Juga: Merdeka Belajar Bukan Jargon Masuk pada sesi refleksi ada ungkapan yang mendalam diucapkan oleh beberapa pendidik terkait pertanyaan moderator yaitu “Apa perubahan di dalam kelas yang ingin dilakukan setelah mengikuti KGB?”.  “ Komitmen terkait menjaga dan menata niat kita, yang mengutip pernyataan KH. Maimoen Zubair, bahwa ketika kita menjadi guru jangan menuntut murid kita pintar, nanti yang ada malah kita marah-marah, cukup doakan saja agar kelak dia bermanfaat”, ungkap Bu Ainun.  Rangkaian kegiatan hari ini yang begitu membawa banyak manfaat bagi teman-teman pendidik maupun diri saya pribadi, bahwa dengan bersama-sama merefleksikan diri secara tidak langsung kita bergegas dan bergerak menjadi Guru Merdeka Belajar. Dan mulai sekarang kami bersepakat bahwa menjadi guru merdeka belajar adalah mengawali diri untuk mau menjadi guru pembelajar sepanjang hayat bukan hanya memenuhi kewajiban tetapi berkomitmen menjalankan kewajiban untuk ikut berperan dalam tujuan pendidikan nasional. Terima Kasih KGB Sidoarjo, terima kasih teman-teman pendidik, terima kasih Kampus Guru Cikal yang telah mempertemukan dan memfasilitasi kami para pendidik dengan kegiatan yang sangat bermanfaat. Salam Guru Merdeka Belajar Ingin Tahu Bagaimana Praktik Merdeka Belajar di Kelas? Klik link di bawah ini

Harapan Menuju Merdeka Belajar

Keberhasilan pendidikan tidak mutlak berada di tangan guru. Tetapi membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa guru memegang peranan penting. Keberhasilan pendidikan akan mudah dicapai apabila tercipta Merdeka Belajar. Untuk menciptakan kondisi tersebut, maka perlu pemahaman tentang Merdeka Belajar. Setelah aktif mengikuti akun media sosial  Kampus Cikal Guru, saya tergerak untuk bergabung membuat perubahan menuju Merdeka Belajar. Khususnya di daerah tempat tinggal saya, yaitu di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Sebagai langkah awal, saya mengajak guru-guru di Langkat untuk nonton bareng video motivasi dari Kampus Cikal Guru. Ajakan saya tujukan kepada guru-guru yang mengajar di sekolah tempat saya mengajar. Undangan untuk nonton bareng juga saya sebarkan melalui grup MGMP IPS Langkat, sesuai mapel yang saya ampu. Guru-guru di sekolah kami sangat antusias untuk nonton bareng. Hal tersebut menjadi cambukan semangat buat saya. Sementara guru-guru yang tergabung dalam MGMP IPS Langkat, tidak hadir. Karena keterbatasan jarak dan waktu. Acara nonton bareng diadakan pada hari Sabtu tanggal 24 Agustus 2019. Saya sebagai tuan rumah menjadi moderator pada Temu Pendidik ini.  Untuk bantuan teknis dukungan diberikan oleh operator sekolah. Kegiatan nonton bareng ini diadakan di aula kantor guru di SMP Negeri 2 Tanjung Pura. Setelah banyak guru yang sudah berkumpul, acara langsung saya mulai. Sebagai kata-kata pembuka, saya menggugah rasa ingin tahu peserta nonton bareng. Sebagian besar peserta tergelitik mendengar judul Merdeka Belajar. Mereka menduga, kegiatan ini terkait dengan HUT RI ke 74. Karena kegiatan ini diadakan bertepatan dengan momen peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagian besar peserta berpendapat bahwa “Merdeka” berarti bebas dari penderitaan.  Dan “Merdeka Belajar” mereka tafsirkan sebagai kebebasan dalam belajar yang tanpa aturan. Ibu Umi Hidayah, Guru mapel Matematika, mengatakan : “Merdeka Belajar berarti libur, tidak ada pembelajaran.” Dan hal tersebut mengundang gelak tawa peserta yang lain. Pemutaran video pun segera dimulai. Saya ajak peserta untuk menyaksikan video dengan seksama dan meresapi setiap kata-kata ibu Najelaa Shihab selaku pembicara dalam video tersebut.  Setelah video selesai diputar, sebagian besar peserta mengungkapkan sedikit kekecewaan. Karena video yang ditayangkan terasa sangat singkat. Mereka butuh lebih banyak penjelasan. Mereka butuh contoh konkrit untuk mewujudkan “Merdeka Belajar”. Mereka menyadari banyak miskonsepsi yang mereka lakukan selama ini. Terlihat dari gerak mulut dan sedikit suara “Oo…” pada saat mereka menonton bagian miskonsepsi. Pada sesi refleksi, saya mengajak peserta untuk kembali mengingat miskonsepsi  yang dijelaskan dalam video. Lalu saya bertanya kepada mereka :” Di antara semua miskonsepsi tadi, mana yang paling menggambarkan diri Anda?”. Beberapa peserta mempunyai jawaban yang sama yaitu belajar perlu insentif eksternal. Sebagai pembelajar Andragogi, guru perlu motivasi yang dianggap menguntungkan secara ekonomi agar mau belajar. Dan melalui forum nonton bareng ini, mereka menyadari bahwa belajar sebagai kebutuhan alamiah. Mereka bersedia hadir mengikuti kegiatan nonton bareng tanpa imbalan insentif ataupun sertifikat. Mereka aktif mengikuti sesi refleksi dan tanya jawab. Tanpa mereka sadar bahwa kegiatan ini juga merupakan suatu pembelajaran. Pak Gunawan, wakil kepala sekolah berkata: “Miskonsepsi yang paling menggambarkan diri saya yaitu beranggapan bahwa kompetensi bersifat individual. Karena karakteristik manusia itu berbeda-beda. Dan pastinya tingkat kompetensinya juga berbeda.” Pernyataan Pak Gunawan ditanggapi oleh Pak Syufri Effendi, guru mapel Bahasa Inggris, “ Saya juga sependapat dengan Pak Gunawan. Apalagi dengan pernyataan bahwa Guru adalah kunci. Saya rasa hal itu  benar. Tanpa guru, maka pendidikan tidak akan berhasil, maka guru adalah kuncinya”. Saya memberi tanggapan terhadap pernyataan mereka. Jika guru adalah kunci, berarti output pendidikan yang dihasilkan menjadi tanggung jawab guru. Jika baik hasilnya, berarti kuncinya baik. Jika buruk hasilnya, maukah guru dikatakan tidak baik? Mereka serempak menjawab.”Tidak!!”. Oleh karena itu, saya ajak peserta untuk bersama memahami miskonsepsi yang selama ini terjadi. Dan berusaha untuk merubah miskonsepsi tersebut. Dalam video dijelaskan bahwa ciri Guru Merdeka Belajar adalah Komitmen pada tujuan, Mandiri terhadap cara belajar, dan Melakukan refleksi. Sebagian besar peserta setuju dengan pernyataan tersebut. Karena ketiga hal tersebut merupakan kunci menjadi guru yang baik bagi sebagian besar peserta.  Namun ada tantangan di balik pernyataan mereka. Tantangan yang sedikit menciutkan semangat saya untuk melakukan perubahan. Mereka beranggapan bahwa usia merupakan hambatan menuju Guru Merdeka Belajar. Sebagian peserta adalah guru yang sudah mengabdi puluhan tahun di sekolah kami. Mereka mendukung gerakan Guru Merdeka Belajar. Tetapi mereka pesimis dengan kemampuan mereka. Karena usia yang sudah tidak muda lagi. Dan tidak cakap dalam penguasaan IT. Mereka sudah beberapa kali mengikuti pelatihan untuk mengasah kompetensi pedagogik maupun profesional. Hasilnya hanya beberapa yang mereka terapkan dalam proses pembelajaran. Dan akhirnya kembali ke metode pengajaran konvensional. Karena rasa pesimis yang begitu besar. Walau kadar semangat menurun, saya berusaha bangkit. Kembali menyampaikan motivasi bagi mereka. Saya kaitkan dengan pernyataan pembicara dalam video.  Saya harus yakin bahwa ada setitik asa untuk mewujudkan perubahan dalam pola pikir mereka. Salah satu nya yaitu kesediaan mereka untuk hadir dalam forum ini. Dan juga dukungan dari beberapa orang guru baru di sekolah kami. Kehadiran 4 orang guru baru di sekolah kami, membawa angin segar dalam mewujudkan gerakan Guru Merdeka Belajar. Selain karena usia yang masih muda, semangat mereka juga masih menyala. Mereka menyatakan ingin menjadi Guru Merdeka Belajar. Bu Risma Muntia dan Pak Surya Aldi menyatakan kesiapan mereka menjadi Guru Merdeka Belajar. Alasan Bu Risma adalah karena dirinya belum memiliki banyak pengalaman dalam dunia pendidikan, sehingga ingin sekali belajar lebih banyak lagi. Sementara alasan Pak Surya ingin menjadi Guru Merdeka Belajar adalah karena dia ingin siswanya merasakan Merdeka Belajar. Belajar tanpa paksaan. Bu Wahyuni Hasibuan berkata: ”Saya sangat ingin menjadi Guru Merdeka Belajar. Saya akan berusaha membuat teknik mengajar yang menyenangkan. Dan menyelipkan ice breaking di sela-sela pembelajaran. Sehingga siswa tidak jenuh.” Sementara Pak Edy Hermawan menyatakan akan menciptakan suasana kelas yang nyaman, bersih dan indah. Sehingga siswa betah belajar dalam ruangan. Dia juga akan membuat pojok baca di dalam kelas, yang didesain unik dan menarik. Sehingga memotivasi siswa untuk tertarik berliterasi. Mendengar pernyataan dari beberapa guru baru tersebut, sedikit mengubah mindset guru yang lain. Terlihat dari pernyataan Bu Debbie Sukraini yang bertanya  tentang kelanjutan kegiatan ini. Apabila ada forum lanjutan ataupun komunitas penggerak Guru Merdeka Belajar, ia bersedia untuk bergabung. Bu Zulfah Riza juga menyatakan kesediaannya untuk mengikuti forum lanjutan. Dan akan menyebarkan informasi … Read more

Pelatihan Pemetaan Potensi Karir ABK Pasca Pendidikan Menengah

Pelatihan ini dilaksanakan selama 3 hari yaitu pada hari Kamis sampai Sabtu, 3 – 5 Oktober 2019 yang bertempat di LPP Garden Hotel, Yogyakarta. Peserta yang ikut  sejumlah 26 orang ,19 orang perempuan dan 7 orang laki-laki. Sebagai gambaran, bimbingan karir untuk anak berkebutuhan khusus adalah hal penting yang prosesnya tidak terjadi begitu saja. Berbagai persiapan untuk membimbing anak berkebutuhan khusus adalah proses yang cukup panjang yang harus dilalui oleh seorang guru untuk membuat analisa, profil dan Program Pembelajaran Individu. Pelatihan Pemetaan Potensi Karier Murid ABK ini merupakan sebuah pelatihan tatap muka yang diselenggarakan oleh Kampus Guru Cikal dan Nusantarun dengan tujuan memberikan pembekalan guru-guru di Jawa Tengah untuk bisa memetakan potensi ABK dan membuat Program Pembelajaran Individu. Pelatihan dibuka dengan pemaparan mengenai Kampus Guru Cikal (KGC), Komunitas Guru Belajar (KGB), dan profil tim KGC yang akan mendampingi peserta selama pelatihan. Aktivitas selanjutnya adalah para  peserta diminta  untuk berkenalan melalui kegiatan “Sepatu Bicara”. Peserta diminta untuk melepas sepatu sisi kiri dan meletakkannya di tengah. Setelah itu, kembali ke tempat duduknya masing-masing. Setelah duduk, peserta diminta mengambil sepatu secara acak yang bukan sepatunya sendiri. Setelah itu, mereka diminta untuk mencari pasangan sepatunya. Ketika menemukan jodoh pasangan sepatunya, peserta diminta untuk saling bercerita. Pada pelatihan sebelumnya, peserta belajar mengenai asesmen, wawancara, observasi, serta minat berdasarkan teori Holland. Beberapa peserta juga mengemukakan perasaan dan pengalamannya dalam melakukan asesmen dan membuat laporan profiling, seperti kesulitan menyesuaikan kosakata saat wawancara dengan anak tunagrahita. Setelah review, pelatih memaparkan mengenai alur pelatihan dan meminta peserta untuk menuliskan apa yang sudah mereka ketahui (S) dan apa yang ingin mereka ketahui (I) mengenai bimbingan karir ABK pada kertas post-it. Peserta lalu diminta untuk mengisi kolom S, I dan P. Berikutnya peserta dijelaskan tentang tujuan dan alur pelatihan, sebelum akhirnya sesi ini ditutup dengan menyepakati kesepakatan bersama tentang apa yang dapat dilakukan agar pelatihan berjalan secara lancar. Peserta telah paham mengenai tujuan dan metode-metode asesmen (seperti observasi, wawancara, dan tes). Pada saat aktivitas refleksi profiling pelatih membuka dengan membagi kelompok menjadi berpasangan dengan kegiatan mencari jodoh melalui potongan kertas dalam kalimat. Masing-masing anggota kelompok berdiskusi mengenai keberhasilan dan tantangan yang dihadapi dalam membuat profiling asesmen yang mereka jalani sebelum pelatihan ini. Kemudian peserta diminta untuk menempelkan profiling asesmennya di meja, dan melakukan gallery walk, yaitu membaca profiling assessment yang lain, dan memberikan umpan balik dengan menuliskan post it dan menempelkan di kertas profiling assessment temannya. Kemudian setelah semua peserta menerima umpan balik dari peserta lainnya, peserta kembali kepada pasangannya dan bersama merumuskan kunci keberhasilan dan tantangan dalam membuat profiling assessment. Lalu dalam kelompok besar, pelatih membuat daftar dari hasil diskusi dalam tabel tampak seperti dan tidak seperti. Kemudian masing-masing peserta membuat catatan untuk revisi profil assessment yang sudah dibuat oleh masing-masing. Kegiatan ini berhasil membuat para peserta untuk berpikir kembali mengenai apa saja yang harus dilakukan dan penting dilakukan untuk membuat profiling assessment. Kegiatan selanjutnya adalah  Analisa Hasil Profiling  dengan mengajak para peserta bermain peran dengan menjadi detektif.  Peserta diminta untuk menyimak baik-baik  kasus, alat bukti dan dugaan yang dilakukan. Selanjutnya peserta diminta untuk menjelaskan motifnya dan siapa pelakunya.  Melalui kegiatan bermain peran ini para  peserta terlihat sangat antusias pada saat kegiatan menonton video. Beberapa peserta bisa memberikan jawaban pertanyaan dari video yang telah ditonton seperti apa saja hal yang diamati oleh sang detektif, menjelaskan kesimpulan yang diambil oleh sang detektif, bagaimana cara detektif bisa membuat kesimpulan dan apa yang bisa dipelajari dari cara detektif mengambil kesimpulan tersebut. Di hari  kedua Jumat, 4 Oktober 2019 para peserta belajar tentang Program Pembelajaran Individu (PPI): Konsep, Tujuan, Cara Kerja. Sesi dimulai dengan diskusi bersama peserta mengenai analisa profil yang sudah mereka buat sudah dapat langsung dibuat menjadi PPI. Sebagian peserta menjawab belum cukup, harus dibicarakan lagi dengan orang tua. Lalu dilanjutkan dengan apa yang mereka ketahui tentang PPI. Setelah itu pelatih memaparkan tujuan, konsep, dan prinsip PPI. Setelah itu, sesi pun diakhiri dengan contoh lembar PPI beserta penjelasan mengenai isinya. Beberapa peserta sudah familiar dengan istilah konferensi. Beberapa peserta juga memiliki pengalaman melakukan konferensi kelas dengan orang tua. Saat menuliskan apa yang ada di pikiran mereka mengenai PPI, sebagian besar sudah memiliki pandangan yang sesuai dan sama mengenai PPI. Peserta mengetahui bahwa PPI bersifat individu sesuai dengan kebutuhan dan minat anak, berisikan identitas, target/rencana perilaku yang ingin dicapai, waktu pelaksanaan, kemampuan anak saat ini, materi yang diberikan, strategi pengajaran, serta evaluasi yang dilakukan. Mereka juga sudah tahu kalau PPI merupakan program yang disusun berdasarkan informasi dari berbagai pihak yang terlibat dengan anak.  Pada saat materi tentang keterampilan komunikasi dengan murid dan orangtua ABK  dimulai dengan diskusi apa saja yang peserta ketahui tentang keterampilan komunikasi, terutama dengan ABK dan orang tua ABK. Kegiatan berikutnya adalah berbagi pengalaman melihatkan orangtua murid ABK dalam merencanakan karirnya. Dilanjutkan dengan diskusi tantangan terbesar dalam berkomunikasi dengan orang tua dan murid saat merencanakan karirnya diteruskan  dengan paparan tentang konferensi 2 dan 3 arah. Pada saat masuk materi PPI, peserta diberikan  penjelasan tentang elemen dalam PPI seperti deskripsi kemampuan siswa saat ini yang bisa diperoleh dari lembar konferensi, menentukan tujuan umum yang akan dicapai dan harus  relevan, fungsional dan rasional. Pelatih menjelaskan setelah menuliskan tujuan umum peserta bisa membuat tujuan pembelajaran khusus dan deskripsi tentang pembelajaran yang menunjang tujuan pembelajaran. Dengan ini program pembelajaran individual setidaknya bisa diukur tingkat keberhasilannya.  Penentuan waktu pelaksanaan program dan berakhirnya kapan  juga perlu dituliskan di awal dikarenakan akan menentukan kapan akan dilakukan evaluasi program.  Selanjutnya para peserta diminta untuk membuat PPI dari studi kasus Wira dan setelah itu mereka mempresentasikannya kedepan. Kegiatan selanjutnya adalah membuat lembar konferensi 3 arah dari profiling murid masing-masing dan berlanjut membuat program pembelajaran individual  dari lembar konferensi 3 arah yang telah mereka buat. Pada hari ketiga peserta  belajar tentang Program Bimbingan Karir dengan tujuan   Menggali pemahaman peserta  tentang apa itu bimbingan karir bagi abk.   Pada  materi Perencanaan Bimbingan Karir dan Menyusun Rancangan Bimbingan Karir. Sesi awal,  peserta diminta diskusi mengenai perbedaan pendidikan vokasional dan pendidikan akademik, beserta karakteristik anak yang direkomendasikan pada masing-masing pendidikan tersebut. Setelah itu pelatih memaparkan mengenai hal penting dalam menyusun rancangan bimbingan karir, … Read more